Dari sebuah perkenalan yang tak disengaja. Di kantin kampus, Litha menabrakku dan menumpahkan fruit punch nya di kaosku. Berkali-kali dia minta maaf. Aku bilang bahwa aku sudah memaafkannya. Peristiwa itu sangat memalukan buat Litha, buatku ah, masa bodo!, biarkan saja mereka tertawa-tawa puas melihat kebodohan kita, besok toh mereka akan lupa.
Entah karena perasaan bersalahnya, membuat Litha harus berkenalan denganku. Tapi buatku, berkenalan atau tidak bukan hal yang penting buatku. Karena sekarang aku sudah mempunyai teman, diary biru nya no name yang setia menemani sepiku.
Sejak peristiwa "bodoh" itu dan perkenalan pertamaku dengan Litha, keasyikkan ku membaca diarynya no name sering terusik. Litha yang ceriwis dan senang bercerita, menjadikanku seorang pendengar yang baik.
"Huruf NN, tatto yang ada dilenganmu itu tentulah sangat berarti bagimu." Tanya Litha padaku.
Secepat itu aku membalikkan lenganku, agar tatto itu tidak terlihat lagi oleh Litha.
"Hmm, hanya tatto biasa." Jawabku salah tingkah.
"NN, no name ... nama yang sangat berarti bagimu, hinga huruf itu kau rela torehkan menyatu dalam daging dan kulitmu."
Bagaimana Litha tahu?. Kalau NN adalah inisial dari no name yang ada di tattoku. Aku menjadi "gerah" berbincang dengannya. Terlalu ceriwis menurutku. Terlalu banyak ingin tahu.
"Ma'af, aku ada jam kuliah hari ini. Sorry Litha, aku harus pergi dulu." Aku pun meninggalkan Litha yang hanya menatapku bengong di taman kampus.
"Hi, kalau bisa hari minggu besok ikut aku ke Ciloto, akan ku kenalkan kau dengan no name ku." Teriak Litha padaku.
Aku sudah tak perdulikan lagi teriakkannya. Terus bergegas meninggalkan Litha sendiri di taman.