Safirin bin Usman bin Fadli mempunyai tema tulisan tentang keagamaan dan moral, contoh naskah yang dibuatnya seperti, Â Hikayat Anak Pengajian, Kitab Nukil dan risalah tentang tauhid, Hikayat Sempurna Jaya, Hikayat Angkawijaya, dll.Yang khas dari Safirin adalah mengakhiri cerita dengan syair.
Sedangkan jenis karya Muhammad Bakir dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu, Cerita Petualangan, Cerita Wayang, Cerita-cerita Panji, Cerita Islam, dan Syair Simbolik.
Gaya penulisan Muhammad Bakir mempunyai beragam ciri khas, seperti ketaksaan dalam cerita, humor, kontras, hingga yang sama dengan Safirin mengakhiri cerita dengan syair yang menceritakan tentang jati dirinya, kehidupan ekonomi sampai perihal uang sewa naskah.
Di antara keluarga Fadli, Muhammad Bakirlah yang paling produktif menulis Naskah, yaitu 31 Jilid tersimpan di Jakarta, dua naskah di Leiden, dan satu naskah lagi di Leningrad, seluruhnya berjumlah 7000 halaman.
Karya-karya Muhammad Bakir antara lain; Hikayat Syeikh Muhammad Samman, Hikayat Sultan Taburat, Hikayat Merpati Mas, Hikayat Asal Mulanya Wayang, Hikayat Maharaja Garbak Jagat, Lakon Jaka Sukara, Sair Buah-Buahan, dan lain-lain.
Selanjutnya adalah Ahmad Beramka, sebagai penulis yang aktif diantara akhir abad ke 19 dan awal abad 20. Ahmad beramka menulis dengan berbagai macam genre.
Pada abad 19 ia menulis Hikayat Marakarma, dan Syair Ken Tambuhan adalah contoh karya sastra tradisional. Yang tidak lazim adalah bunga rampai ringkasan kisah dan dongeng: sumber utamanya ialah Seribu Satu Malam, tetapi juga memuat ringkasan beberapa hikayat Melayu serta syair orisinal bercorak didaktis.
Ahmad Beramka lebih terkenal dengan kumpulan puisinya mengenai kehidupan sehari-hari. Ini memunculkan ragam karya sastra baru pada waktu itu.
Pada Akhir abad 19, mucul sebuah transformasi baru yakni, lahirnya surat kabar, saat itu orang Indo-Eropa dan Indo-Tionghoa berlomba-lomba menciptakan penerbitan.
Akhirnya lahirlah Soerat Chabar Betawi yang diterbitkan oleh Lange. Seperti zaman sekarang, koran-koran pada waktu itu juga banyak diwarnai karya sastra pada rubrik-rubriknya.
Ketika surat kabar ini muncul aksara yang digunakan adalah aksara Latin dan Jawi. Tema-tema yang diangkatpun lebih rakyat sentris, bercerita tentang kehidupan sehari-hari. Seperti Tjerita Nyai Dasima karya G.Francis yang diterbitkan pada 1896 di surat kabar Pengadilan, yang juga disayairkan oleh Ahmad Beramka.