Inflasi mulai bergerak naik di dalam negeri, lambat namun pasti. Menurunkan daya beli masyarakat, merusak daya saing produk domestik di pasar internasional, hingga melemahkan nilai rupiah.
Pemilik pinjaman mulai mengingatkan kewajiban penghutang. Utang luar negeri dalam bentuk dolar AS, kondisi yang semakin menambah permintaan dollar di pasar. Faktanya jumlah utang pemerintah dan swasta dalam bentuk dolar memang cukup besar.
Sudah menjadi realita bisnis, ketidakpastian politik atau kebijakan ekonomi yang dianggap tidak pro-investasi, dapat mengurangi aliran modal investasi yang masuk, bahkan yang sudah ada menarik modal investasinya. Kondisi ini memperlemah nilai tukar rupiah.
Sementara manuver Bank Indonesia menggunakan Cadangan devisa untuk menstabilkan nikai tidak diimbangi oleh aliran devisa masuk yang cukup, ini bagaikan kendaraan mobil listrik yang kekurangan energi untuk terus naik mendaki tanjakan terjal.Â
Banyak energi cadangan yang digunakan, namun enegi chargingnya sangat lemah. Semua memperlemah nilai rupiah di pasar.
 Apa Kata Masyarakat dan Pelaku Ekonomi Lokal
Di pasar Elektronik Mangga Dua, pemilik sebuah toko elektronik mengeluhkan harga produk impor yang terus naik. "Dollar naik, harga barang juga ikut naik, sementara pembeli makin sepi, jangankan membeli pengunjung nya pun semakin sedikit," katanya.
Banyak cerita senada terdengar dari sektor-sektor lain yang produk atau bahan bakunya bergantung pada impor, mulai dari otomotif, garment, manufaktur, hingga farmasi. Pergerakan inflasi yang meningkat, perlahan namun pasti menggerogoti daya beli masyarakat.
Namun tidak semua cerita sedih terjadi. Ada cerita gembira di sektor pariwisata dan ekspor jasa.
Untuk Biro Perjalanan Wisata yang mengelola inbound, mereka kebanjiran order. Banyak wisatawan asing datang ke hampir seluruh destinasi wisata popular di Indonesia.
Kota-kota besar Indonesia dengan destinasi wisata dunia dipenuhi turis yang merasakan nilai tukar yang menguntungkan bagi mereka, sehingga pelaku ekonomi lokal meningkat pendapatannya.