Jarak sejauh 288 km harus kami tempuh. Â Ditempuh dengan bus selama 3 jam 35 menit penuh. Â Diluar perhitungan waktu kita istirahat sekedar menghilangkan jenuh. Â Atau sekedar buang air kecil di toilet. Â Toilet? Â Dimana ada toilet umum di sini? Â Di tengah perjalanan diantara debu gurun pasir Sahara.
Namun kejadian ini pun terjadi. Â Dua tiga orang ibu minta berhenti untuk Pipie (buang air kecil). Â Persis saat bus berada di jalur tengah gurun. Â Dilihat kiri dan dan kanan, tak mungkin ditemui toilet umum. Â Maka diskusi seru terjadi mencari solusi. Â Untuk mengakhiri kompromi pun terjadi. Â Sepakat untuk Pipie berjamaah di tengah gurun.
Hasrat buang air kecil bila diungkapkan dalam sebuah Group di perjalanan bagaikan "serangan Virus". Â Tadi nya hanya dua atau tiga ibu, namun kini "menyerang" hampir semua. Tak peduli Bapak atau Ibu. Â Semua terjangkit hasrat untuk itu. Â Pipie.
"Ladies first" dengan kesepakatan mereka pipie berjamaah di sisi kiri belakang bus. Â Semua laki-laki menghadap kanan. Â Tidak ada yang boleh menoleh ke kiri. Â Semua sibuk membawa air untuk membasuh. Â Sepuluh menit berlalu. Â Semua berjalan lancar terkendali. Aman...semua ibu-ibu lega, terlihat jelas di wajahnya.
Kini giliran sang "Gantlemen".  Semua turun, kecuali sopir bus dan local Guide dari Mesir.  Kami para lelaki mengambil posisi di belakang sebelah kanan. Menyeberang jalan. Masuk sedikit ke gurun tapi masih di pinggiran jalan.  Tentunya para ibu mendapat ketentuan yang sama. Harus menghadap ke kiri tidak boleh menengok  ke kanan.
Semua proses pipie berjamaah pun berjalan. Â Seakan semua berjalan aman. Â Semua bergerak menaiki bus. Â Lega dan nyaman, terlihat dari wajah para Bapak yang tersenyum semringah. Â Tampaknya semua berjalan aman.
Bus akhirnya melaju terus tanpa hambatan untuk  mencapai tujuan.  Lima menit menjelang tujuan.  Diri ini merasakan sebuah "kegaduhan" ringan.  Tepatnya, sedikit kebingungan.  Kebingungan mencari Handphone baru, dimana ditempatkan.  Sudah ditelusuri semua tempat, tas, kantong celana, baju  dan jaket, namun sang Handphone baru itu belum ditemukan.  Pemiliknya resah tak karuan.
Pengaduan "resmi" telah disampaikan empunya Handphone kepada pemimpin rombongan. "Handphone baru nya tak masalah, tapi...data di dalamnya itu loh yang penting" itu keluhnya dengan wajah resah. Â Namun beliau terlihat pasrah.
Beberapa orang mencoba membantu mencari. Â Mana tahu ada di sisi lain di bus ini. Â Apakah di sela-sela kursi atau terimpit tas tentangan, barangkali. Â Semua berhenti mencari setelah lama tak menemui. Â Kemudian mulai berspekulasi..."mungkin terjatuh saat kita pipie berjamaah tadi"
Mencoba menasehati tapi diri ini tak berani. Â Mungkin sungkan karena sangat menghormati. Â Akhirnya, diri ini hanya berucap, Â Â Â Â "In syaa Allah kita cari saat kita kembali" sambil terus menyemangati, "bahwa kalau masih rezeki pasti Handphone itu kembali". Â Entah mengapa hati ini tenang. Â Seakan pasti pasti terjadi.
Kami tiba di lokasi Abu Simbel saat tengah hari.  Syukurnya udara tidak terlalu panas sekali.  Abu Simbel adalah situs arkeologi yang terdiri dari dua kuil batu besar.  Terletak tepat di ujung Danau Nasser di selatan Mesir, 288 km  (beberapa data mencatatnya 290 km) barat daya kota Aswa.Â