Mohon tunggu...
Ar Kus
Ar Kus Mohon Tunggu... karyawan swasta -

senang berpikir apa adanya dan adanya apa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lakon Poligami di Keluargaku

10 Agustus 2012   22:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:58 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Dalam standar moral barat, poligami termasuk perilaku tak bermoral, di Indonesia secara umum poligami dianggap sebagai suatu hal yang biasa saja. Tapi, kini ada pengecualian pada tokoh publik tertentu, seperti pernah terjadi pada Aa Gym, dan kini Dik Doank. Beberapa kelompok masyarakat mengecam mereka dengan berbagai alasan.

Pelakon utama poligami adalah tiga orang individu, yaitu suami, istri 1, dan istri 2. Walau sebenarnya secara dampak tidak hanya menyangkut tiga orang individu tersebut, tetapi juga berdampak pada kondisi psikologis anak-anak. Inilah dampak sosial poligami bagi anggota keluarga lainnya.

Saya hidup di lingkungan budaya sunda, nah pada tahun 80-an ada lagu sunda bertema poligami yang cukup terkenal. Lagu ini menceritakan tentang seorang bapak/ ayah yang 'nyandung' atau berpoligami. Hal menariknya, lagu ini berdasarkan sudut pandang si istri pertama.

Berikut syair beserta terjemahannya:

Tongtolang nangka, kawinan bapa / buah nangka muda, nikahnya bapa

poe salasa teu beja beja / hari selasa tanpa kabar berita

aduh aduh si bapa ulah ngadua /aduh-aduh si bapak jangan mendua

anak geus rea, banda teu boga /anak sudah banyak, harta tidak punya

Ref:

aduh aduh si bapa nganyenyeri ka ema /aduh-aduh si bapa menyakiti hati mamah

bapa mah suka suka jeung nu ngora / bapak sih enak-enakan dengan yang muda

Dalam syair lagu ini nampak bahwa ada pihak yang terluka akibat poligaminya si bapa, yaitu si istri pertama. Secara naluri, memang mana ada sih perempuan yang benar-benar mau dipoligami. Sialnya lagi dalam budaya kita perempuan tak berhak poliandri. Tidak adil bukan?

Beberapa saudara saya adalah pelaku poligami. Uwakku-saat ini usianya 80-an tahun-poligami saat masih muda karena dari istri pertama tidak memiliki keturunan, dan dari istri keduanya kini punya tiga anak. Kelihatannya kehidupan rumah tangga mereka rukun-rukun saja tuh. Saat uwakku kini terbaring lumpuh karena usia tua, ia dirawat oleh dua istrinya secara bergantian. Ini contoh kisah bahagia keluarga poligami.

Lain lagi dengan kisah sepupu perempuanku. Dulu saat baru lulus SMA langsung dipoligami oleh kuwu (kepala desa) desa tetangga. Sayangnya istri tuanya tak rela dan ngamuk-ngamuk melakukan terror. Jadilah rumahtangga sepupuku ini tidak bertahan lama, paling hanya satu bulan saja, lalu bercerai begitu saja.

Saat itu pamanku juga banyak yang mengkritik, kenapa sih merelakan anaknya dipoligami? Padahal belasan pemuda lajang di desaku sudah antri ingin meminang anaknya. Apa pamanku silau dengan harta si kuwu yang selalu datang ke rumahnya dengan mengendarai jeep hardtop, lalu ngasih ini dan itu? Apa silau pula dengan jabatan kuwu-nya?

Apa jawaban pamanku: ieu mah tos takdir, lain ti eta kulawarga urang teh aya turunan nyandung (ini sudah takdir, lagian di keluarga kita ada keturunan poligami).

Hah...berarti gue ada keturunan poligami donk? Wah...wah...wah...

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun