Saya baru saja melihat sebuah stand up komedi di youtube. Siraman cahaya panggung tempat komika tampil memancar dari berbagai sudut. Sepertinya kamera ada di depan panggung sebelah bawah. Dari posisi pengambilan gambar itu, terlihat jelas di layar adanya 'hujan lokal' yang terjadi di udara sekitar mikrofon setiap kali sang komika bicara. Saya heran betapa banyaknya cipratan ludah yang bisa timbul akibat seseorang berbicara.
Tetesan dan partikel-partikel kecil yang terlontar dari mulut seseorang sangat beresiko mengandung berbagai macam kuman penyakit. Itulah kenapa kita sering tertular penyakit setelah berbicara dengan orang yang sakit. Hal ini juga merupakan salah satu mata rantai teratas dari penularan virus Corona. Setelah terbiasa memakai masker, saya merasa lebih aman dan terlindungi ketika harus berbicara dengan seseorang yang terdeteksi sedang sakit flu. Sebab ada saja orang yang tidak mau memakai masker meskipun sedang sakit flu atau batuk.
Suatu siang saya masuk ke sebuah ruangan di kantor untuk koordinasi data. Di sudut ruangan duduk seorang pegawai yang sedang asyik merokok. Ruangan ber-AC, dan hanya satu jendela di belakangnya yang sedikit dibuka untuk sirkulasi asap. Tentu saja itu bukan ruangan yang tepat untuk merokok. Sebagai orang yang anti asap rokok, saya sudah siap-siap merasa tak nyaman. Tapi ternyata yang saya khawatirkan tidak terjadi. Berkat masker yang saya pakai, saya bisa bertahan lebih lama di ruangan itu untuk menyelesaikan koordinasi data. Polusi dari asap rokok yang memasuki paru-paru jadi berkurang karena terhalang masker yang saya pakai. Ini sangat penting di negeri yang warganya bebas merokok kapan pun dan di mana pun ini.
Orang sering mengalami salah tingkah ketika terlambat menyadari bahwa di giginya terdapat sisa makanan yang terselip. Padahal dia sudah berbicara dan tertawa dengan banyak orang. Apalagi sisa makanan itu berupa biji cabai atau kulit cabai dengan warnanya yang terang mencolok. Hal itu pasti menimbulkan kesan jorok dan konyol pada pelakunya. Dengan masker, hal-hal yang mengganggu seperti itu bisa diatasi dengan mudah. Setelah makan, segera pasang masker. Setelah berjumpa dengan cermin, masker baru dibuka dan kita bisa periksa penampilan kita.
Bagi para wanita, sejujurnya masker bisa menjadi 'senjata' prefentif dari gangguan lelaki. Terutama untuk mereka yang dianugerahi paras cantik dan menarik. Bagi seorang wanita berwajah menawan, terkadang sulit untuk bisa melewati sekumpulan lelaki dengan aman dan nyaman. Apalagi jika sedang berjalan sendirian di tempat yang sepi. Para pria iseng tidak bisa membiarkan wanita cantik lewat begitu saja tanpa digoda. Masih untung jika gangguan yang diterima hanya diberi siulan atau ucapan jahil. Yang berbahaya adalah gangguan bersifat fisik. Jika sudah begini resikonya, para perempuan bisa menjadikan masker sebagai senjata ampuh untuk melindungi diri. Alih-alih pamer kecantikan yang berujung malapetaka, lebih baik menutupi wajah dengan masker hingga situasi aman kembali.
Siapa yang sering tidur dengan mulut mangap? Semua orang tidak bisa mengontrol wajah saat sedang tertidur. Beberapa orang merasa malu karena tertidur dengan posisi mulut terbuka pada saat naik kendaraan umum. Saya sendiri pernah mengalaminya di KRL. Begitu bangun saya merasa semua upaya pencitraan diri yang saya lakukan sejak pertama kali masuk kereta sia-sia belaka. Tidur dengan mulut mangap itu menurut saya sangat tidak elegan. Tapi kalau kita memakai masker, maka insiden memalukan seperti ini tidak perlu kita alami karena mulut kita tertutup masker.
Alhamdulillah, pelan namun pasti, pandemi COVID-19 mulai mereda. Puncaknya pada tanggal 17 Mei 2022 lalu, saat Presiden Jokowi mengumumkan pelonggaran pemakaian masker.Â