Mohon tunggu...
Kusno Haryanto
Kusno Haryanto Mohon Tunggu... Apoteker - Assessor Of Competency BNSP No.Reg.MET.000.003425 2013, Apoteker ISTN Jakarta, Magister Farmasi Universitas Pancasila Jakarta, Dosen di STIKES Muhammadiyah Kuningan Jawa Barat

Apoteker yang KESAL dengan Admin Kompasiana, Punya Poin 1.687, Posisi Taruna, Mulai bergabung 09 Februari 2013 tapi kini mulai dari NOL lagi karena akun Kompasiana yang pertama tidak bisa diakses lagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Farmasis, Kau Kecewa Pada Siapa

19 Juli 2020   13:03 Diperbarui: 3 Juni 2021   12:47 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan mengapa kekecewaan harus dan layak ditujukan kepada PPIAI karena sebenarnya DPR RI sebagai pembuat UU sudah membuka pintu dengan memasukan RUU Kefarmasian kedalam skala prioritas menjadi UU hanya saja kemudian dalam perjalanannya menjadi dicabut dari Prolegnas 2020. 

Kita semua tidak tahu apa kerja PPIAI sehingga akhirnya RUU yang ditunggu - tunggu ini batal menjadi UU. 

Membayangkan begitu dinginnya sikap Noffendri cs yang menjabat SekJen di Ikatan Apoteker Indonesia setelah mengetahui RUU Kefarmasian dicabut dan sikap diam dari Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia bukan tidak mungkin sebenarnya tidak ada kerja dan upaya apapun dari PPIAI untuk mempertahankan agar RUU ini tetap dalam Prolegnas 2020. 

Kalo semua mau melihat kepada www.iai.id yang digunakan sebagai "kantor berita" Ikatan Apoteker Indonesia maka disana tidak satupun ada berita atau hal -- hal lain yang terkait dengan RUU Kefarmasian. Ini bisa disimpulkan bahwa memang benar PPIAI tidak peduli sama sekali dengan perjalanan RUU Kefarmasian di DPR RI. 

Mention kepada pesohor -- pesohor dinegeri ini menjadi tidak berguna kalau pihak yang sangat terkait justru bersikap masa bodoh. Mengutip Republika.co.id (03.07.2020), disebutkan ada dua pertimbangan mengapa RUU dikeluarkan dari Prolegnas. 

Yang pertama, karena secara pembahasan dan progres pembahasannya tidak menunjukan indikasi akan dituntaskan sampai Oktober 2020. 

Dari sini saja bisa ditanyakan kepada PPIAI apa yang mereka lakukan dan kerjakan selama masa itu terhadap RUU Kefarmasian sehingga akhirnya peluang RUU Kefarmasian menjadi UU Kefarmasian menjadi hilang. 

Semua Farmasis boleh dikata tidak pernah mendengar atau membaca berita terkait kegiatan PPIAI terhadap perjalanan RUU Kefarmasian. Kini, nasi sudah menjadi bubur. 

Baca juga : Farmasis Menghadapi SDGs di Era Millenium

Dari penampakan Noffendri cs yang tidak ada terlihat rasa kecewa jelas mengisyaratkan bahwa tidak ada kerja dan upaya dari PPIAI agar RUU Kefarmasian tetap berada di Prolegnas 2020, belakangan yang terlihat  mereka justru lebih memilih sibuk memamerkan dukungan dari pimpinan -- pimpinan daerah IAI untuk keberlangsungan jabatan dan posisi mereka di PPIAI terkait adanya  konflik dengan PD Jawa Tengah dan PD Jawa Timur daripada membahas tentang RUU Kefarmasian. 

Untung saja banyak sekali Farmasis yang memiliki nalar yang masih berfungsi sehingga mereka mau bertanya sebenarnya kepada siapa #farmasiskecewa ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun