Menelusuri dan mengikuti jejak pemberitaan vaksin palsu menjadi teringat dengan banyaknya orang – orang yang menjual obat kuat pria di sepanjang jalan ibukota negara kita tercinta ini, ya di Jakarta sepanjang jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Jatinegara, Matraman, Pramuka, Daan Mogot dan lain – lain terhidang berbagai macam obat kuat pria yang dijual sepanjang jalan itu saat matahari mulai lelah bersinar. Semua pedagang obat kuat itu mempunyai kalimat dan bahasa yang seragam dalam menjual produknya, mereka semua berkata dan menjanjikan obat kuat yang dijual di gerobak dorongnya mampu membuat kaum Adam menjadi lebih kuat 2 jam dan mampu berejakulasi lebih dari 1 kali dalam semalam.
Bagi kalangan pengguna obat kuat, membeli dan lalu mengkomsumsi obat kuat ini tidak hanya bertujuan untuk mencari kenikmatan sekejap saja, tetapi merekapun berpendapat dengan mengkomsumsi obat kuat bisa mendapatkan stamina yang luar biasa prima sehingga dapat meningkatkan keharmonisan suami istri walaupun usia semakin lanjut.
Alih – alih menjadi kuat, sebenarnya memilih obat apapun termasuk obat kuat pria, tanpa mendapat informasi dan keterangan yang benar yang didapat dari seorang Apoteker di tempat membeli obatnya adalah sangat berbahaya karena obat bisa berubah menjadi racun, hanya dosis dan cara pemakaiannyalah yang membedakan OBAT dengan RACUN.
Badan pengawasan Obat dan Makanan yang lebih familiar disebut BPOM adalah lembaga satu – satunya yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan izin edar obat dan makanan di negeri ini, jadi semua obat kuat khusus pria yang dijual oleh siapapun dan dimanapun termasuk di pinggir – pinggir jalan protokol di Jakarta harus mempunyai izin yang dikeluarkan oleh BPOM. Sayangnya, masih banyak konsumen dan pengguna obat kuat khusus pria ini yang masih banyak belum mengetahui pentingnya hal tentang izin BPOM.
Secara umum penulis ingin menyampaikan bahwa semua obat yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul atau pil harus teregistrasi dan mempunyai izin BPOM, ini berbeda dengan obat herbal yang dalam bentuk serbuk dan simplisia yang tidak perlu izin dari BPOM tetapi cukup dari Dinas Kesehatan, sehingga para usahawan yang berkarir dengan menjual jamu gendong, jamu seduh, herbal kering dan jamu serbuk tidak memerlukan izin BPOM tetapi cukup dengan ijin Dinas Kesehatan.
Tahapan untuk mendapatkan ijin dari BPOM atas suatu produk obat tidaklah mudah, agar mendapatkan persetujuan ijin edar dari Kepala BPOM ada beberapa hal yang mesti disiapkan, diantaranya :
- Jelas komposisi bahan yang digunakan, yakni yang tidak membahayakan.
- Produk yang dibuat harus ada analisa laboratorium yang menerangkan tentang kandungan zat gizi, zat yang diklaim sesuai dengan label, uji kimia, cemaran logam dan cemaran mikrobiologi.
- Harus dibuat oleh industri yang telah mendapatkan ijin produksi, ijin industri ini selain harus memiliki penanggung jawab produksi juga harus ada survey tempat produksi yang menerangkan apakah ditempat ini menggunakan mesin yang terstandar dan hiegienis. Setelah semua dinyatakan oke maka industri tersebut mendapatkan ijin dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan termasuk Badan Kordinasi Penanaman Modal.
- Rancangan label tidak boleh berbeda dengan yang akan diedarkan, label dan semua kalimat yang tertulis dalam label pun harus disetujui. Terlebih dahulu oleh Kepala BPOM, jika terdapat unsur pornografi pasti akan ditolak.
- Sampel produk harus dikirimkan minimal 1 botol saat mengajukan untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala BPOM.
Dari rangkaian di atas dapat disimpulkan betapa begitu besar dan pentingnya peran seorang Kepala BPOM untuk mengawasi peredaran obat dan makanan di negeri ini termasuk peredaran obat kuat khusus pria, ironisnya sudah berkali – kali Kepala BPOM berganti dan sampai saat ini setidaknya sampai tadi malam peredaran dan penjualan obat kuat khusus pria yang dijual di gerobak dorang yang muncul saat matahari tenggelam tidak pernah terjamah oleh BPOM.
Padahal Pasal 98 ayat (2) UU Tentang Kesehatan No. 36 tahun 2009 menyebutkan “bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat”. Walaupun sanksi hukum sudah jelas dan diatur dalam Pasal 197 di Undang – Undang yang sama tetapi bisa dikatakan semua Kepala BPOM belum mampu menertibkan dan meruntuhkan nyali para pedagang obat di gerobak dorong itu.
Adalah Ir. Penny Kusumastuti, MCP,Ph.D seorang lulusan Teknik Lingkungan ITB yang juga lulusan program Master in City Planning (MCP) dari Department of Urban Studies and Planning di Massachusetts Institute of Technology Cambridge – Massachusetss, Amerika Serikat serta program Ph.D dari University of Wisconsin – Madison, Amerika Serikat, hari ini dilantik dan ditetapkan oleh Presiden RI menjadi Kepala BPOM, dengan latar belakang pendidikan beliau yang sesungguhnya hebat itu dapat dipastikan beliau sangat – sangat tidak mengerti tentang bagaimana proses suatu produk obat dan makanan serta produk farmasi lain dibuat dan lalu bisa dipasarkan sampai dikomsumsi oleh masyarakat.
Bukan tidak mungkin beliau pun tidak pernah membaca dan mungkin tidak pernah menyentuh buku CPOB (cara pembuatan obat yang baik) yang menjadi kitab suci yang wajib dibaca oleh mahasiswa program profesi Apoteker, karena beliau bukanlah Apoteker.
Idealnya pilihan Kepala BPOM mestinya jatuh kepada orang yang berlatar belakang pendidikan selinear dengan tugas dan tanggung jawabnya nanti, orang tersebut harus terbiasa dengan laboratorium farmasi karena tugas Kepala BPOM secara garis besar membawahi kerja – kerja tentang penelitian obat dan makanan yang beredar, sehingga menjadi pertanyaan besar apa latar belakang Bapak Presiden akhirnya menjatuhkan pilihan kepada seorang sarjana teknik lingkungan yang tidak pernah bersentuhan dengan laboratorium farmasi menjadi Kepala BPOM?
Memang tidak ada yang salah dengan pilihan beliau karena sebagai Presiden beliau bebas saja memilih orang untuk menjadi apapun sekehendak beliau, yang menjadikan orang bertanya – tanya adalah pelantikan Ibu Kepala BPOM yang berpendidikan dasar sarjana teknik lingkungan ini sangat berdekatan dengan kasus vaksin palsu yang sampai saat ini disebut – sebut oleh banyak orang berpendidikan semestinya menjadi tanggung jawab BPOM.
Mengapa sampai 13 tahun peredaran vaksin palsu BPOM tidak dapat mengendusnya? Mengapa justru POLRI bukan BPOM yang menemukannya?, dengan BPOM yang dikomandani oleh seorang sarjana teknik lingkungan akan terucap dalam keluhan korban vaksin palsu “pantas saja tidak becus mencari vaksin dan obat palsu, wong komandannya sarjana teknik lingkungan.”
Walaupun demikian penulis menyakini bahwa Ibu Kepala BPOM yang baru akan belajar banyak tentang ilmu farmasi, beliau tentunya memiliki banyak staf – staf ahli yang berlatar pendidikan Apoteker untuk membantu menjawab apa yang Ibu Kepala BPOM belum dan bahkan tidak ketahui, penulis juga menyakini bahwa Ibu Kepala BPOM pernah bahkan sering melewati jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Matraman, Jatinegara dan Daan Mogot di malam hari dimana disepanjang jalan itu banyak penjual obat kuat khusus pria yang dijajakan digerobak dorongnya.
Untuk itu semua karena Ibu Kepala BPOM yang baru sudah mengetahui minimal melihat perihal obat kuat khusus pria yang dijual di pinggir – pinggir jalan ada baiknya obat kuat ini menjadi prioritas pertama dalam kerja Ibu Kepala BPOM, sesungguhnya sudah banyak korban dari penjualan obat kuat khusus pria ini, jika para korban ini mengadukan ke penegak hukum akan berbuah malu dan dapat merusak rumah tangganya sehingga korban – korban dari obat kuat khusus pria yang sebagian besar tergolongkan sebagai pria nakal ini memilih pasrah dan diam.
Untuk mencegah kegaduhan dikemudian hari akibat korban – korban obat kuat khusus pria ini berteriak – teriak layaknya korban vaksin palsu, ada baiknya obat kuat pria ini menjadi pilihan Ibu Kepala BPOM yang baru.
Selamat datang dan selamat bekerja di Dunia Farmasi, kami mendukungmu Ibu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H