Sudah umum di kalangan masyarakat bahwa yang berkuasa akan semakin tinggi pangkat dan derajatnya, yang rendah semakin rendah derajatnya. Penguasa poltik pemerintahan lebih mengunggulkan apa yang mereka sebut dengan pangkat tanpa memikirkan masyarakat di bawahnya.
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar" sudah tertulis jelas dalam UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 1 ayat 2.Â
Rakyat memegang penuh atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan, pemerintah hanya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Namun pada kenyataan sebalikya.
Mereka yang dikatakan cerdas dalam politik pemerintahan bukan hanya cerdas dalam hal tersebut. Tetapi juga harus cerdas mengantarkan masyarakat menuju peradaban yang lebih maju. Cerdas dalam kategori bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan masyarakat bersama.
Mereka yang dipilih rakyat dianggap mampu mengatasi dan memperbaiki segala tatanan pemerintahan yang ada.Â
Bukan untuk menjatuhkan dan menindas masyarakat yang nota benenya awam pendidikan dan politik. Pemerintah harus mampu melayani masyarakat dengan bijak dan seadil-adilnya.
Seyogyanya sebagai penyalur aspirasi rakyat, harus bisa menampung setiap aspirasi yang dikeluarkan rakyat. Bukan ketika rakyat bersuara tidak diperbolehkan, harus merapatkan mulut. Jika demikian, pemerintah bisa menarik keuntungan hanya untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk rakyat.
Layaknya  mengadakan pembangunan yang fungsinya harus kembali kepada rakyat itu sendiri. Tidak ada yang namanya rakyat dipekerjakan paksa seperti zaman dulu, sistem rodi atau romusha. Pemerintah harus bisa menjaga stabilitas antara pemerintah dan rakyatnya.
Misalnya, pembangunan yang menggerogoti nominal rakyat untuk kepentingan pemerintah pribadi. Rakyat dijadikan dalih pemerintah untuk mendapatkan subsidi dari negara lain.Â
Tapi angka yang dinominalkan tersebut bukan kembali lagi kepada rakyat, justru masuk dalam kantong masing-masing pemerintah.
Tindakan yang merugikan rakyat dan hanya menguntungkan sepihak. Jika rakyat yang melakukan hal demikian berbanding terbalik dengan pemerintah.Â
Maksudnya, saat pemerintah dengan nyamannya duduk manis menggerogoti dan menikmati uang rakyat dengan nominal di atas rata-rata justru mendapatkan hukuman yang lebih ringan. Sedangkan rakyat yang hanya melakukan pelanggaran kecil justru mendapatkan hukuman yang lebih berat.
Adanya pungli dalam pemerintahan semakin hari semakin menanjak. Pasalnya, masih banyak warga yang kehidupannya terlantar.Â
Masih banyak warga yang pengangguran, masih banyak warga yang mengambil hak orang lain dengan dalih uang. Semuanya terlebih disebabkan pengaturan jalannya pemerintahan yang tidak sesuai dengan undang-undang. Pemerintah dengan bebasnya memakan uang rakyat hanya demi kepuasan diri sendiri.
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan dengan bijak jika adanya pungli ditiadakan. Kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Bukan hanya masyarakat, tetapi tatanan sistem pemerintahan harus lebih baik. Sehingga tidak ada yang namanya hutang warisan.
Sejatinya masyarakat hanya tergiur dengan janji-janji pemerintah saat kampanye. Sebagian masyarakat awam tentang politik sehingga mufakat bahwa dengan orasi paling semangat dengan janji politik bisa membawa perubahan yang lebih baik ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H