Saat baca atau dengar kata Nagasaki maka sontak banyak orang langsung teringat cerita traumatis yang selalu membuat bulu kuduk merinding. Teringat Bahamian biadabnya USA (baca Amerika) melakukan pembunuhan masal dengan menjatuhkan sebuah bom nuklir. Bom nuklir yang mereka banggakan dengan sebutan The Fat Man. Seolah lupa akan hak azazi manusia, Amerika memilih senjata pemusnah masal sebagai upaya efektif melumpuhkan Jepang sebagai musuh bebuyutannya dalam Perang Dunia.
Terlepas dari kebiadaban Amerika itu, banyak cerita lain yang tertoreh dalam sejarah dan juga sebagai sentra teknologi super maju yang dimiliki Nagasaki.
Nagasaki: Daerah Khusus Perdagangan
Dengan garis keras yang diperintahkan Kaisar, Jepang dengan ketat menerapkan kebijakan mengisolasi diri dari pengaruh dunia luar khususnya dunia barat yang pada abad 16-18 dipandang paling maju. Pengisolasian itu termasuk dalam dalam perdagangan komoditas ekonomi dan iptek (ilmu, pengetahuan dan teknologi). Namun demikian isolasi tidak dilakukan 100%. Ada satu bagian dari kepulauan Jepang yang punya akses ke laut lepas dijadikan daerah khusus perdagangan internasional. Kawasan itu tidak lain adalah Nagasaki. Ini cara cerdik Jepang dalam melakukan fortifikasi dalam era globalisasi.
[caption id="attachment_348646" align="aligncenter" width="240" caption="Sumber: http://goo.gl/pHfy9p"][/caption]
Belanda yang memiliki kemampuan yang kompetitif dalam perdagangan dunia dengan armada kapal dagang yang piawai menangkap peluang bisnis perdagangan yang dibuka Jepang di Nagasaki ini. Belanda memanfaatkan keberadaan Perusahaan Persekutuan Dagang India Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie. VOC kita mengenalnya.VOC yang mulai berdagnag dengan membawa macam-macam barang dagangan dari Eropah dan Asia ke Jepang melalui kawasan dagang internasional Nagasaki. Dalam perjalanan balik ke Eropa melalui Asia, VOC membawa barang dagangan khas Jepang khususnya keramik sebagai perlengkapan makan dan hiasan yang laris manis di pasar Asia dan Eropah.
[caption id="attachment_348648" align="aligncenter" width="365" caption="Sumber: http://goo.gl/VwfSLc"]
Kampoeng Belanda di Nagasaki
Sukses VOC sebagai perusahaan dagang telah mendorong tumbuhnya komunitas Belanda di Nagasaki. Banyak masyarakat Belanda yang bermukim di Nagasaki dan membangun bangunan2 khas arsitektur Belanda di abad 17. Sebagai pelancong saya terpesona melihat kastil megah peninggalan seorang konglomerat Eropah dan sejumlah bangunan-bangunan khas Belanda yang terawat apik. Seolah tidak percaya bahwa saya sedang berada di Jepang. Kini bangunan-bangunan ini diubah menjadi museum dan atraksi turisme. Bukan hanya masyarakat Jepang yang memadati kawasan ini, Kampoeng Belanda di Nagasaki ini telah menjadi turisme budaya bagi turis mancanegara.
Mistsubishi Heavy Industry di Nagasaki
Jepang banyak menimba ilmu, pengetahuan dan teknologi dari perdagangan dengan Belanda via VOC.
Nama Yataro Iwasaki adalah sebuah legenda dalam teknologi ultra modern di Nagasaki bahkan seantero Jepang. Iya sebagai seorang entrepreneur mengambli alih dari Pemerintah Jepang sebuah kawasan industri yang kala itu dikenal sebagai Nagasaki Seitetsusho. Pengambilalihan ini terjadi di tahun 1860. Liberalisasi industri ini bagian dari Restorasi Meji yang terkenal itu. Sebuah keputusan yang visioner dalam kondisi perekonomian Jepang yang sedang terpuruk akibat kekalahan pahit dalam Perang Dunia. Iwasaki-san memulai bisnisnya dengan membangun galangan kapal dengan fokus pemeliharaan dan perbaikan kapal memanfaatkan fasilitas galangan kapal kering (dry dock) yang kemudian sejak 1893 dikenal sebagai Mitsubishi Shipyard atau Mitsubishi Goshi Kaisha.
Jatuh bangun dialaminya namun dengan keinginan kuat (iron will), keyakinan yang teguh (solid belief) dan kesungguhan (effective action), Iawasaki-san sukses membangun sebuah kawasan industri yang kini dikenal sebagai Mitsubishi Heavy Industry (MHI) dengan fokus teknologi mulai dari pembangunan kapal laut untuk keperluan dagang sampai kapal laut untuk militer.
Iwasaki-san tidak segan mengundang sejumlah insinyur dan teknisi serta mengimpor alat-alat bantu produksi dari Belanda untuk membangun pabrik dan melakukan alih teknologi pada warga-warga Jepang. Perjuangan Iwasaki-san ini diabadikan dalam sebuah museum yang dijuluki Mitsubishi Museum, Nagasaki. Dalam museum ini kita bisa lihat beberapa alat bantu yang diimpor dari Belanda. Mesin pres Feyenoord dan Diving Bell adalah bukti bisu alih teknologi yang digagas Iwasaki-san dalam membangun sebuah fasilitas industri di Nagasaki.
Bermula dari pembangunan galangan kapal, kini MHI terkenal sebagai penghasil perlengkapan pembangkit listrik khususnya pembangkit uap (steam boiler) dan turbin berskala gigantik terbaik dunia. Satu produk yang terkenal dan paling kompetitif adalah Ultra Super Critical Boiler dengan kapasitas 1000 megawatt.
Dari Nagasaki kita bisa belajar bagaimana Jepang menyiasati globalisasi sejak abad ke 17. Fortifikasi fisik dilakukan. Perdagangan dilakukan dengan prinisp menang-menang. Ilmu, pengetahuan dan teknologi diimpor dengan visi yang jelas yaitu untuk meningkatkan kemampuan warga Jepang dan menjadikan mereka kompetitif dan berdaya-saing tinggi. Nagasaki kini menjadi sentra wisata budaya dan penghasil teknologi super maju berupa galangan kapal tercanggih dan terbesar serta penghasil tekonologi pembangkit tenaga listrik terbesar dan terbaik dunia. Seolah berpesan “Mari lupakan trauma bom nukli Nagasaki dan songsong masa depan gemilang melalui mahakarya teknologi sambil menjunjung tinggi unsur humaniora via Wisata Budaya”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H