Mohon tunggu...
Kadiman Kusmayanto
Kadiman Kusmayanto Mohon Tunggu... -

I listen, I learn and I change. Mendengar itu buat saya adalah langkah awal dalam proses belajar yang saya tindaklanjuti dengan upaya melakukan perubahan untuk menggapai cita. Bukan hanya indra pendengaran yang diperlukan untuk menjadi pendengar. Diperlukan indra penglihatan, gerak tubuh bersahabat dan raut muka serta senyum hangat. Gaul !

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Fortifikasi ala Jepang: Artefak Belanda di Nagasaki

20 Juli 2014   00:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:51 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Yataro Iwasaki adalah sebuah legenda dalam teknologi ultra modern di Nagasaki bahkan seantero Jepang. Iya sebagai seorang entrepreneur mengambli alih dari Pemerintah Jepang sebuah kawasan industri yang kala itu dikenal sebagai Nagasaki Seitetsusho. Pengambilalihan ini terjadi di tahun 1860. Liberalisasi industri ini bagian dari Restorasi Meji yang terkenal itu. Sebuah keputusan yang visioner dalam kondisi perekonomian Jepang yang sedang terpuruk akibat kekalahan pahit dalam Perang Dunia. Iwasaki-san memulai bisnisnya dengan membangun galangan kapal dengan fokus pemeliharaan dan perbaikan kapal memanfaatkan fasilitas galangan kapal kering (dry dock) yang kemudian sejak 1893 dikenal sebagai Mitsubishi Shipyard atau Mitsubishi Goshi Kaisha.

Jatuh bangun dialaminya namun dengan keinginan kuat (iron will), keyakinan yang teguh (solid belief) dan kesungguhan (effective action), Iawasaki-san sukses membangun sebuah kawasan industri yang kini dikenal sebagai Mitsubishi Heavy Industry (MHI) dengan fokus teknologi mulai dari pembangunan kapal laut untuk keperluan dagang sampai kapal laut untuk militer.

Iwasaki-san tidak segan mengundang sejumlah insinyur dan teknisi serta mengimpor alat-alat bantu produksi dari Belanda untuk membangun pabrik dan melakukan alih teknologi pada warga-warga Jepang. Perjuangan Iwasaki-san ini diabadikan dalam sebuah museum yang dijuluki Mitsubishi Museum, Nagasaki. Dalam museum ini kita bisa lihat beberapa alat bantu yang diimpor dari Belanda. Mesin pres Feyenoord dan Diving Bell adalah bukti bisu alih teknologi yang digagas Iwasaki-san dalam membangun sebuah fasilitas industri di Nagasaki.

Bermula dari pembangunan galangan kapal, kini MHI terkenal sebagai penghasil perlengkapan pembangkit listrik khususnya pembangkit uap (steam boiler) dan turbin berskala gigantik terbaik dunia. Satu produk yang terkenal dan paling kompetitif adalah Ultra Super Critical Boiler dengan kapasitas 1000 megawatt.

Dari Nagasaki kita bisa belajar bagaimana Jepang menyiasati globalisasi sejak abad ke 17. Fortifikasi fisik dilakukan. Perdagangan dilakukan dengan prinisp menang-menang. Ilmu, pengetahuan dan teknologi diimpor dengan visi yang jelas yaitu untuk meningkatkan kemampuan warga Jepang dan menjadikan mereka kompetitif dan berdaya-saing tinggi. Nagasaki kini menjadi sentra wisata budaya dan penghasil teknologi super maju berupa galangan kapal tercanggih dan terbesar serta penghasil tekonologi pembangkit tenaga listrik terbesar dan terbaik dunia. Seolah berpesan “Mari lupakan trauma bom nukli Nagasaki dan songsong masa depan gemilang melalui mahakarya teknologi sambil menjunjung tinggi unsur humaniora via Wisata Budaya”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun