Tulisan ini hendak membuka beberapa fenomena anomali tersebut yang terjadi di Kota Tasikmalaya baik anomali ekonomi, anomali sosial maupun anomali politik. Tentu arahnya bisa kajian terhadap formulasi kebijakan publik yang yang di buat oleh para stakeholder.
Fenomena Anomali Sosial dan Ekonomi
Kita semua pasti mengakui bahwa Kota Tasikmalaya dari aspek ekonomi dan sosial terlihat maju pesat. Secara kasat mata kita menyaksikan pembangunan fisik infrastruktur yang tiada henti. Baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun kalangan swasta.
Pemerintah membangun infrastruktur hot mix jalan hingga ke pelosok jalan dan gang perkampungan di semua kelurahan. Jalan lingkar sedang di kebut. Fasilitas kantor dan sarana penunjang pendidikan dan kesehatan tak berhenti diperbaiki.
Mal terbesar se-priangan timur ada di Kota Tasikmalaya yaitu Asia Plaza, ada juga Mayasari Plaza, Jogja Dept store, apalagi kalau Alfa dan Indomaret yang selalu berdampingan "jlug jleg" berada di beberapa lokasi strategis hampir di semua wilayah Kecamatan.
Bahkan mulai masuk kelurahan. Mal-mal itu jika tanpa wabah covid 19 selalu penuh dipadati warga. Apalagi jika akhir minggu atau hari libur dan hari raya besar keagamaan seperti lebaran dan tahun baru.
Hotel berbintang terus bermunculan. Santika, Horison, Fave, Grand Metro terakhir Amaris yang notabene jaringan perhotelan yang skalanya nasional. Dan tingkat huniannya pun menunjukkan angka yang relatif tinggi, jika libur weekend bahkan selalu penuh. Rumah makan hingga Cafe bak jamur di musim hujan, bermunculan secara massif dengan fenomena anak tongkrongan yang ngumpul sambil ngopi di dalamnya.
Lalu, Apakah dengan fenomena itu linear dengan tingkat kesejahteraan warganya atau malah menimbulkan anomali lainnya? Pemandangan hadirnya berbagai fasilitas publik dalam wujud mall, hotel, cafe dan sejenisnya yang apabila dinisbatkan dengan ciri khas daerah sudah identik sebagai Kota Jasa dan Kota Perdagangan.
Namun demikian, faktanya ternyata berbicara lain. Jumlah penduduk miskin di Kota Tasikmalaya menempati urutan tertinggi di Jawa Barat. Angka HIV AIDS juga menunjukkan angka yang sama.Â
Belum lagi penyalahgunaan narkoba dan prostitusi yang di bawah permukaan begitu nyaring terdengar. Banyak mall dan hotel serta cafe diakui atau tidak malah linear dengan merebaknya prostitusi baik offline maupun online. Â
Anomali Kota Santri dan Merebaknya Islam Politik
Branding sebagai Kota Santri tentu faktual dengan bacaan historis dan sosiologis Tasikmalaya dengan kultur sosial keagamaannya. Sebagai daerah dengan ikatan historis politis yang kuat dengan spirit DI/TII nya, Kota Tasikmalaya juga dibaca sebagai salah satu daerah yang memiliki ciri khas gerakan politiknya yang mencerminkan Islam Politik.Â
Yaitu munculnya gerakan gerakan politik dengan tema dan isu seputar implementasi syariat Islam dalam ruang publik. Dan salah satunya lahir produk hukum dalam bentuk Perda tentang tata nilai di Kota Tasikmalaya.