Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kita Sudah Lewati Setengah Perjalanan Ramadhan

3 Agustus 2012   09:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:17 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya kita sampai juga di pertengahan Bulan suci Ramadhan 1433 H. setelah melewati fase 10 hari pertama dengan segala limpahan Rahmat, kita sedang merengkuh Maghfirah Allah SWT, Ampunan atas segala dosa-dosa kita untuk sampai Itqun Minannaar di 10 hari terakhir sebagai akhir perjuangan menuju pembebasan sesungguhnya.

Segala Kasih sayangNya, pengampunanNya dan pembebasan dari siksa api nerakaNya di Bulan suci Ramadhan ini, amatlah sayang dilewatkan dengan percuma dan biasa-biasa saja. Tentu kita tidak semata-mata mencari pahala dan keutamaan yang tiga tadi. Substansi dan hakikat paling tingginya dari tiga keutamaan itu adalah bagaimana kita menggapai Ridho Allah SWT sehingga kita benar-benar menjadi mahluknya yang muttaqin, yang apabila datang hari raya idul fitri kita kembali menjadi pribadi yang suci bersih yang terpancar pula dalam setiap ucap, tindak serta langkah kehidupan sebelas bulan berikutnya pasca bulan Ramadhan.

'Ali Ahmad al-Jurjawi, seorang tokoh pemikir Islam di Zaman Modern dari Mesir. Dalam uraiannya tentang hikmah puasa, antara lain ia katakan: "Puasa adalah sebagian dari sepenting-penting syar'i (manifestasi religiositas) dan seagung-agung qurbat (amalan mendekatkan diri kepada Tuhan). Bagaimana tidak, padahal puasa itu adalah rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya, yang tidak termasuki oleh sikap pamrih. Seseorang (yang berpuasa) menahan dirinya dari syahwatnya dan kesenangannya sebulan penuh, yang dibalik itu ia tidak mengharapkan apa apa kecuali Wajah Allah Ta' ala. Tidak ada pengawas atas dirinya selain Dia. Maka hamba itu mengetahui bahwa Allah mengawasinya dalam kerahasiaan (privacy)-nya dan dalam keterbukaan - (publicity)-nya. Maka ia pun merasa malu kepada Tuhan Yang Maha Agung itu untuk melanggar larangan-larangan-Nya, dengan mengakui dosa, kezaliman, dan pelanggaran larangan (yang pernah ia lakukan). Ia merasa malu kepada Allah jika nampak oleh-Nya, bahwa ia mengenakan baju kecurangan, penipuan dan kebohongan. Karena itu ia tidak berpura-pura, tidak mencari muka, dan tidak pula bersikap mendua (munafik). Ia tidak menyembunyikan persaksian kebenaran karena takut kekuasaan seorang pemimpin atau pembesar."

Ibadah puasa merupakan ruang kontemplatif yang sengaja Allah SWT berikan kepada kita selaku ummat Muhammad SAW. Pada dasarnya makna hakiki dari ibadah puasa ini adalah pada upaya untuk menahan diri dari segala hal yang akan merusak dan membatalkan puasa kita itu sendiri. Menahan diri dari makan, minum, dan hubungan biologis mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Upaya menahan diri seperti itu boleh jadi sifatnya hanya jasadiah, hanya fisik yang erat kaitannya dengan segala apa yang ada dalam tubuh kita, indikatornya perasaan lapar, haus dan lainnya. Upaya menahan kebutuhan jasadiyah tadi memiliki manfaat secara kesehatan dan tentu juga relasi lainnya dengan perputaran darah pada bagian organ tubuh kita.

Namun demikian yang lebih penting daripada itu semua adalah, bahwa ibadah puasa ini merupakan wahana untuk menahan diri secara ruhani. Menahan diri kita dari segala sesuatu yang menyangkut non fisik, praktik-praktik kejiwaan yang mencerminkan kualitas pribadi dan ruhani kita. Menahan diri untuk memunculkan penyakit-penyakit hati, berbohong, menghasut, memfitnah, mendzalimi orang, iri, dengki, hasud, riya, takabur, sombong dan perbuatan lainnya yang mengindikasikan kemunafikan. Secara sosial kita juga harus menahan diri dari perkataan, tindakan dan aktifitas lainnya yang akan merusak kualitas ibadah kita. Di Bulan Puasa lebih diutamakan dengan menjalankan berbagai amaliah ramadhan yang akan mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.

Di Bulan Ramadhan hal-hal yang mencerminkan ketidaksehatan, intrik, dan praktik-praktik culas yang merugikan orang lain hendaknya dihentikan, meski tentunya dalam bulan-bulan lain juga harus di tiadakan. Tapi paling tidak untuk di Bulan Ramadhan kita hormati keagungannya. Kita tekan ego manusia kita, ego kita yang merasa kuasa, merasa, besar, merasa kaya dan merasa kuat, merasa bisa berbuat apapun. Di Bulan Ramadhanlah segala ego itu kita jernihkan dulu, kita cuci dan kita bersihkan, kita kembalikan segalanya kepada kekuasaan, kekuatan dan kemaha kayaan Allah SWT pemilik alam semesta.

Makanya saya merasa heran misalnya jika di Bulan Ramadhan nan agung orang masih berfikir untuk bermain intrik, berdemonstrasi, berteriak-teriak menyerang seseorang ataupun lembaga, apalagi melakukan aksi pengrusakan yang tentu merugikan orang lain. Bulan puasa saatnya menebarkan kelembutan, menebarkan kasih sayang, menyemai kepedulian dan emphaty, merajut jejaring silaturrahmi, menebar sejuta sahabat yang akan memungkinkan kita menggapai kebahagiaan sejati. Kita gapai sabda sang baginda Rasul " Bagi orang yang berpuasa itu dia akan menemukan dua kebahagiaan, Lishoim farhataani, farhatun indal ifthaar wa farhatun inda liqoi rabbihi...Kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketia kelak dia bertemu dengan Tuhannya.".

Jangan sampai sebulan kita berpuasa hanaya merasakan lapar dan haus semata. Karena sinyalemen itu pun sudah Rasul katakan " betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak meraih pahala apapun kecuali rasa lapar dan dahaga..." dia berpuasa dari makan dan minum serta hubungan biologis, tapi dia tidak berpuasa dari mempergunjingkan orang, dari mendzalimi orang, dari praktik-praktik yang merugikan orang lain.

Ibadah Puasa, Ibadah Tanpa Pengawasan Mahluk

Sebuah Hadits menuturkan tentang adanya firman Tuhan (dalam bentuk Hadits Qudsi): "Semua amal seorang anak Adam (manusia) adalah untuk dirinya kecuali puasa, sebab puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan memberinya pahala." Berkaitan dengan ini Ibn al-Qayyim al-Jawzi memberi penjelasan bahwa puasa itu... adalah untuk Tuhan seru sekalian Alam, berbeda dari amal-amal yang lain. Sebab seseorang yang berpuasa tidak melakukan sesuatu apa pun melainkan meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya demi Sesembahannya (Ma'bududu, yakni,Tuhan-NM). Orang itu meninggalkan segala kesenangan dan kenikmatan dirinya karena lebih mengutamakan cinta Allah dan ridla-Nya. Puasa itu rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya, yang orang lain tidak mampu melongoknya. Sesama hamba mungkin dapat melihat seseorang yang berpuasa meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan makan, minum, dan syahwatnya demi Sesembahannya, maka hal itu merupakan perkara yang tidak dapat diketahui sesama manusia. Itulah hakikat puasa.

Hakikat ibadah puasa ialah sifatnya yang pribadi atau personal, bahkan merupakan rahasia (sirriyyah) antara seorang manusia dengan Tuhannya. Dan segi kerahasiaan itu merupakan letak seorang manusia dengan Tuhannya. Dan segi kerahasiaan itu merupakan letak dan sumber hikmahnya, yang kerahasiaan itu sendiri terkait erat dengan makna keikhlasan dan ketulusan bukan karena pengawasan sesama manusia yang lain, pengawasannya adalah pengawasan melekat dengan Tuhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun