Dalam beberapa waktu luang, saya menyempatkan diri untuk mendatangi beberapa lembaga pemerintah. Kementrian, Pemda DKI dan juga kantor walikota. Naluri mahasiswa dan aktifis saya juga mulai terasah. Mampir ke kantor Ormas, terutama kantor PBNU di Kramat Raya, perpustakaan nasional, dan beberapa kantor media masa nasional. Dari aktifitas itulah saya mulai mengenal medan belantara Jakarta. Alur dan rute jalan berikut angkutan umum yang melewatinya.
Saya benar-benar melipat "rasa gengsi-an" saya dalam tempat paling tersembunyi. Tak ada keinginan terbesar kala itu selain bagaimana caranya agar bisa menyelesaikan kuliah dengan cara saya sendiri, bertahan hidup dan menaklukan keras dan kejamnya belantara Jakarta. Alhamdulillah saya menyelesaikan pendidikan selama 6 tahun (terlambat memang..hehe), dan di akhir kuliah itu, saya sudah mulai menemukan jalan kehidupan di Jakarta. Saya menjadi guru di beberapa sekolah dasar dan beberapa aktifitas sosial lainnya yang saya kerjakan di salah satu organisasisi, dan juga di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Tujuh tahun melipat gengsi, Jakarta akhirnya mengirimku kembali ke kampung halaman. Karena saya harus memperjuangkan nasib keluarga yang memang tinggal di Kampung. Saya memutuskan untuk membangun dari pinggir, dengan ilmu dan pengalaman yang didapat dari tengah. Mau bertahan hidup di Jakarta? Jangan gengsi-an...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H