Mohon tunggu...
Putra P
Putra P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antropolog Muslim dalam Gerakan Literasi di Indonesia

31 Mei 2023   17:50 Diperbarui: 31 Mei 2023   18:10 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keempat, memfasilitasi diskusi kelompok tentang penggunaan teknologi. Antropolog muslim juga dapat membantu masyarakat untuk memahami dampak sosial dari penggunaan teknologi digital. mereka dapat memfasilitasi diskusi kelompok tentang topik-topik seperti efek media sosial pada kesehatan mental dan cara mengurangi paparan terhadap konten yang merugikan. 

Kelima, menyediakan sumber daya literasi digital. Antropolog muslim dapat menyediakan sumber daya literasi digital yang membantu masyarakat untuk memperdalam pemahaman mereka tentang literasi digital. Hal ini dapat mencakup sumber daya seperti buku, artikel, video tutorial, dan platform online yang memberikan pelatihan dan bahan belajar tentang literasi digital. Dengan melakukan hal-hal di atas, seorang antropolog muslim dapat memainkan peran penting dalam memantapkan budaya literasi di era digital. Hal ini akan membantu masyarakat untuk memahami pentingnya literasi digital, mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja di era digital, dan melindungi diri dari ancaman keamanan digital. 

Dengan begitu kemajuan kemampuan teknologi masyarakat juga dapat meningkat dengan upaya memantapkan budaya literasi di era digital. Di Indonesia sudah ada beberapa antropolog muslim yang telah berkontribusi dalam memantapkan budaya literasi di era digital. Upaya-upaya yang mereka lakukan bukan hanya sekedar agenda formalitas saja, melainkan juga berdampak besar bagi masyarakat. Dengan ilmu antropologi yang mereka kuasai, mereka juga memanfaatkan antropologi guna mencapai tujuan mereka untuk meningkatkan budaya literasi di Indonesia. 

Pertama, ada Dr. Inayah Rohmaniyah, dosen Antropologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Ia terlibat dalam berbagai proyek penelitian dan pengembangan budaya literasi, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Berbagai proyek telah ia lakukan guna meningkatkan budaya literasi pada anak-anak. Salah satu proyeknya adalah pengembangan program literasi di Yayasan Rumah Cemara, yang merupakan lembaga yang memberikan layanan rehabilitasi bagi mantan pengguna narkoba dan keluarga mereka. 

Dalam proyek tersebut, Dr. Inayah berperan sebagai koordinator riset dan pengembangan program. Program yang dikembangkan meliputi pengajaran membaca dan menulis, pelatihan keterampilan teknologi informasi, serta pemberian dukungan psikologis dan sosial bagi peserta program (Rohmaniyah and Utami, 2020). Dr. Inayah juga terlibat dalam proyek penelitian tentang pola literasi di kalangan remaja di Indonesia. 

Dalam penelitian ini, ia bersama tim peneliti mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi minat remaja dalam membaca dan menulis di era digital, serta bagaimana mengembangkan strategi yang efektif dalam mempromosikan budaya literasi di kalangan remaja (Rohmaniyah and Rofiq, 2019). Proyek-proyeknya itu pun juga dijalankan dengan keterkaitan dengan ajaran-ajaran Islam. 

Kedua, Dr. Syafiq Hasyim yang merupakan seorang antropolog dari Universitas Gadjah Mada dan juga dikenal sebagai seorang aktivis literasi. Ia telah melakukan berbagai upaya untuk mempromosikan literasi di masyarakat, terutama dalam konteks penggunaan media sosial. Ia sering memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya literasi digital, termasuk dalam mengenali informasi yang benar dan menghindari hoaks dan berita palsu (Sulistyowati, 2018). Selain itu, Dr. Syafiq Hasyim juga aktif dalam mengelola program literasi seperti "Gerakan 1001 Pustaka" yang bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat melalui program donasi buku (Kurniawan, 2017). Ia juga telah menulis buku-buku tentang antropologi dan literasi, salah satunya adalah buku "Antropologi Sastra: Membaca Sastra dalam Perspektif Antropologi" 

Ketiga, Dr. Zainal Abidin Bagir yang merupakan seorang antropolog dan cendekiawan Muslim yang aktif mengembangkan literasi di masyarakat, terutama melalui media sosial. telah membuka akses literasi kepada masyarakat melalui program-program yang ia kembangkan. Sebagai contoh, ia memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk membagikan artikel-artikel dan kutipan-kutipan buku tentang pemikiran Islam, budaya, dan kemanusiaan. 

Selain itu, ia juga memanfaatkan platform video seperti YouTube dan podcast untuk membagikan diskusi dan seminar dengan topik-topik yang relevan dengan masyarakat. Ketiga antropolog muslim tersebut terus berupaya untuk memantapkan budaya literasi di era digital dengan berbagai proyek. Proyek-proyek yang dijalankan juga beragam, mulai dari proyek penelitian, pendidikan formal, hingga gerakan-gerakan yang dijalankan oleh berbagai pihak. Semua upaya dilakukan oleh mereka dengan memahami kultur masyarakat sasaran karena dengan memahmi kebudayaan masyarakat setempat, mereka dapat menentukan program apa yang paling sesuai guna memantapkan budaya literasi di era digital,

Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang mayoritas memluk agama Islam dan merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Dengan kondisi tersebut umat muslim di Indonesia harus sadar dan juga berkontribusi dalam upaya memantapkan budaya literasi di era digital. Bahkan segala macam ahli atau cendekiawan muslim juga tentunya punya beban moral untuk berkontribusi, terkhusus antropolog muslim. Antropolog muslim memiliki peran penting karena antropolog adalah pihak yang sangat memahami sebuah kebudayaan. 

Para antropolog muslim juga harus berkontribusi secara langsung di masyarakat karena antropolog memiliki cara pendekatan yang holistik di masyarakat. Dengan menggunakan berbagai metode dan wawasan di antropologi, antropolog muslim sudah sewajarnya paham dan sadar langkah yang dipilih untuk meningkatkan budaya literasi. Berbagai cara dilakukan oleh para antropolog muslim, mulai dari proyek penelitian, pendidikan, hingga program-program di masyarakat secara mikro. Bahkan sudah terbukti bahwa para antropolog muslim di Indonesia sudah berperan dan berkontribusi dalam memantapkan budaya literasi di era digital, seperti Dr. Zainal Abidin Bagir, Dr. Syafiq Hasyim, Dr. Inayah Rohmaniyah, dan masih banyak lainnya. Kontribusi mereka menjadi bukti nyata bahwa antropolog muslim punya peran dan kapasitas penting dalam memantapkan budaya literasi di era digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun