Mohon tunggu...
RIZKI KURNIAWAN
RIZKI KURNIAWAN Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - 27 Maret 2000

TARUNA di politeknik ilmu pemasyarakatan kementerian hukum dan ham

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Back to Basic Pengamanan di Lapas

17 Mei 2022   23:06 Diperbarui: 17 Mei 2022   23:10 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BACK TO BASIC PENGAMANAN DI LAPAS

RIZKI KURNIAWAN

STB 3804

POLICY BRIEF

Ringkasan eksekutif

Sistem Pemasyarakatan sebagai aturan baru yang menjanjikan cara yang lebih baik dibandingkan dengan sistem pemenjaraan, baik dalam hal penanganan dan perlakuan kepada orang-orang yang melanggar hukum. Namun, selalu ada celah dan selalu ada kurang dalam implementasi sebuah sistem, tak terkecuali Sistem Pemasyarakatan tersebut. Dr. Sahardjo mencetuskan bahwasanya sistem Pemasyarakatan ini Sudah lebih dari setengah abad, akan tetapi tetap saja banyak polemic dan permasalahan yang terjadi dalam sistem tersebut. Situasi dan kondisi opsional pada Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) disertai dengan visi dan misi, etos kerja dan integritas petugas Pemasyarakatan sudah sangat sering dipertanyakan masyarakat ketika pelarian narapidana terjadi, terdapat peredaran narkoba di Rutan dan Lapas, pengulangan bentuk tindak pidana yang masih sering dilakukan mantan narapidana, serta pelanggaran-pelanggaran lainnya.

  • Pendahuluan

Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas adalah lembaga yang berperan sebagai wadah untuk memberikan perbaikan dan pembinaan kepada masyarakat yang telah melanggar hukum ( Narapidana) sebelum ia kembali kedalam lingkungan bersosialisasi di masyarakat. Bagi Sebagian masyarakata, lembaga pemasyarakatan lebih dikenal dengan sebutan Lapas. Penahanan di Eropa kuno hingga abad pertengahan masih didefinisikan sebagai hukuman fisik dalam beberapa bentuk penindasan atas kehendak pihak berwenang, sebagaimana dipahami pada saat itu, sebagai tanggapan hukum terhadap pelaku. Lapas merupakan lembaga pemasyarakatan dan merupakan bagian terakhir dari sistem peradilan pidana. Lapas adalah tempat memperoses (memperbaiki) seseorang yang telah melakukan perbuatan pidana HAM dan dipandang buruk warga dan masyarakat sebagai "Pelaku Kejahatan". Adapun lapas tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi seseorang yang akan masuk kedalamnya, hal inilah yang memberikan perbedaan lapas dengan institusi lain seperti perusahaan ataupun organisasi-organisasi kemasyarakatan, yang biasanya melakukan seleksi terkait terlebih dahulu.

Bahkan, banyak kabar buruk kini datang dari Unit Penegakan Teknis Pemasyarakatan (UPT) seperti Lapas dan Rutan. Menurut detiknews.com, 41 narapidana tewas dalam kebakaran di Lapas Tingkat I Tangerang dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, 5 Petugas Lapas Kelas IIA Palu dipecat karena terlibat dalam sindikat narkoba, narapidana lepas kendali dan merusak fasilitas di Lapas Kelas III Parigi Moutong Sulawesi Tengah, 125 paket ganja baru-baru ini ditemukan di narapidana Kelas IIB Kota di dalam ruangan. Pariaman, Sumatera Barat. Mengapa ini terjadi? Ini merupakan tugas dan tanggung jawab serta pekerjaan rumah Kementrian Hukum dan hak Asasi Manusia (Kemenkumham Republik Indonesia terlebih kepada Dirjen Pemasyarakatan).

Lembaga Pemasyarakatan khususnya Lapas adalah salah satu institusi pemerintahan negara yang rentan terhadap berbagai pelanggaran, baik Permasalahan yang bersumber dari Internal, eksternal maupun individu dan umum. Sering kali media massa menyingkap berita-berita buruk tentang penjara, seperti narapidana mengalami tindakan pemukulan dan kekerasan di dalam penjara baik dengan sesama narapidana lainnya maupun oleh Petugas pemasyarakatan, hingga perspektif masyarakat yang mengatakan bahwa di dalam penjara merupakan tempat yang lebih aman untuk menyimpan dan mengedarkan narkoba daripada di lingkungan luar penjara itu sendiri. Ternyata banyak kasus di lapas. Bagi koruptor, sebagai lembaga reintegrasi, lembaga pemasyarakatan (kemudian dikenal dengan Lapas) seharusnya menjadi tempat perbaikan diri agar kedepannya dapat kembali ke masyarakat seperti semula untuk bersosialisasi setelah melakukan kesalahan yang mengantarkannya ke Lapas.

Terkait hal diatas, ini sejalan dengan bunyi isi pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 pasal ke-2 ,"sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri serta bertanggung jawab untuk tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima lagi oleh lingkungan masyarakat yang dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai masyarakat yang baik .

  • Deskripsi Masalah

Bukanlah sebuah kemunduran untuk melihat ke belakang dan mencoba merenungkan bagaimana kedepannya sistem Pemasyarakatan dapat berjalan lebih baik. Di masa lalu, masyarakat yang melanggar hukum atau melakukan kejahatan dikirim ke penjara setelah hakim menjatuhkan hukuman mereka. Penjara ini dan sistem penjaranya sangat erat kaitannya dengan kata balas dendam dan sengaja dimaksudkan untuk memberikan kesengsaraan bagi pelakunya. Penderitaan datang dalam bentuk pengasingan dan penyiksaan, dengan harapan dapat membuat jera pelaku yang tidak berani melakukan perbuatan melawan hukum lagi setelah hukumannya berakhir.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Menteri Kehakiman Republik Indonesia yang pada saat itu menjabat, bapak Dr. Sahardjo mencetuskan konsep Pemasyarakatan pada acara pemberian penghargaan dan gelar bagi para Doktor oleh Universitas Indonesia pada tahun 1962. Kemudian pada tahun 1974, saat diadakannya Konferensi Kepenjaraan di Lembang, bandung Cetusan dari Dr. Sahardjo tersebut yang kemudian dikembangkan dan dijadikan prinsip dasar dari konsep Pemasyarakatan. Dalam konferensi itu telah disebutkan hasil keputusan yang menyatakan Pemasyarakatan bukanlah sebatas tujuan dan ambisi terikat dari pidana penjara, akan tetapi pemasyarakatan merupakan sistem perjalanan dari proses pembinaan narapidana kedepannya.

Secara definisi, sistem pemasyarakatan adalah tata cara tentang arah, batas- batas, dan tata cara memajukan narapidana (tahanan, anak, klien pemasyarakatan) berdasarkan Pancasila. Pemasyarakatan juga menyatakan tentang abentuk sistem Pemasyarakatan haruslah mempunyai landasan dasar berupa asas dan dasar perlindungan yang teguh dan jelas di dalamnya. Selain itu, bentuk asas-asas penghormatan, perlakuan, pelayanan, pembinaan dan mendidik Narapidana dengan 

memperhatikan harkat dan juga martabat selaku manusia yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. Hak untuk tetap berhubungan dengan anggota keluarga dan orang-orang tertentu dijamin. Oleh karena itu, dengan dibentuknya sistem pemasyarakatan ini, memasuki era baru kita berharap mereka dapat dibesarkan, dibina, dan ditantang untuk menjadi individu yang lebih baik dan lebih berguna daripada sebelumnya.

  • Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan hasil penilaian terhadap fakta pelaksanaan dan pelaksanaan tugas dan fungsi petugas pemasyarakatan (tusi) di lapangan, Direktur Lembaga Pemasyarakatan (Dirjenpas) sangat berharap dapat mengembangkan program selanjutnya. Anda dapat memperbarui sistem koreksi. Program ini tertuang dalam Keputusan Dirjenpas Tahun 2021 Nomor: PAS38.OT.02.02 tentang Program Pelaksanaan Back to Basics. Program Back to Basics merupakan strategi peningkatan mutu pelayanan pemasyarakatan berdasarkan prinsip-prinsip dasar lembaga pemasyarakatan menurut undang-undang. Program Kembali ke Dasar mencakup layanan penjara, pembinaan penjara, konseling klien, keamanan dan ketertiban, perawatan kesehatan, pangkalan dan manajemen properti.

  • Kesimpulan

UPT Lapas merupakan aktor kunci dalam pelaksanaan program tersebut. Segala sesuatu yang dilakukan langsung dipantau dan dikendalikan oleh kepala lembaga pemasyarakatan dan dilaporkan langsung kepada Dirjenpas oleh masing- masing kepala kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di masing-masing wilayah. Selain itu, program Back to Basics memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap UPT. Tujuan-tujuan ini dikembangkan dengan cara yang sangat rinci dan jelas dalam Matriks Strategis untuk mencapai program kembali ke dasar. Program ini terdiri dari petunjuk, landasan/referensi hukum, dan indikator pelaksanaan. Selain itu, Program Kembali ke Keamanan Dasar harus mencakup pelaksanaan keamanan dan ketertiban dasar, seperti keamanan, pengawalan, administrasi, pengelolaan lokasi dan lingkungan, dan tindakan pengamanan lainnya. Program ini memberikan harapan baru bagi sistem pemasyarakatan, mengkatalisasi petugas pemasyarakatan untuk bekerja lebih optimal sesuai regulasi, dan hasil akhirnya profesional, akuntabel, sinergis dan transparan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun