Sub-Title 6 : PANDANGAN PARA ULAMA TENTANG ASURASI KONVENSIONAL
Perbedaan Pendapat Ulama tentang Asuransi
Pandangan para ulama, khususnya fuqoha, mengenai hukum asuransi konvensional sangat bervariasi. Sebagian di antaranya membolehkan secara mutlak, sebagian lainnya mengharamkan secara mutlak. Di antara mereka ada pula yang membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial.
Menurut Ali Yafie, pangkal penyebab terjadinya perbedaan pandangan itu karena asuransi merupakan permasalahan baru bagi kalangan masyarakat muslim. Masalah asuransi belum dikenal di kalangan para ulama terdahulu sehingga pembahasan asuransi secara khusus tidak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh klasik (Ali Yafie, 1995: 211).
Proses Penetapan (Istinbath) Hukum Asuransi
Bagian ini menguraikan proses istinbath al-lukm (penetapan hukum) asuransi yang dilakukan oleh para ulama dan fuqaha sehingga memunculkan pendapat yang berbeda-beda. Meskipun proses penetapan hukum dan alasannya tidak secara eksplisit dikemukakan, tetapi pernyataan dan alasan-alasan yang dikemukakan secara implisit dapat diidentifikasi metode yang digunakan dalam menetapkan hukum asuransi.
Sebagaimana telah disinggung dalam uraian di muka bahwa asuransi merupakan masalah baru bagi umat Islam karena belum dikenal, baik pada masa Rasulullah SAW., masa sahabat, maupun tabi'in (Ahmad Azhar Basyir, 1996: 15). Sebagai hal baru, yang kemudian dalam lapangan pengkajian hukum syari'ah, asuransi dapat dipandang sebagai masalah ijtihadiyah, yaitu masalah yang masih memerlukan proses ijtihad dalam penetapan hukumnya karena ketetapan yang secara eksplisit ditegaskan dalam Al-Quran ataupun As-Sunnah tidak didapat. Para imam mazhab, seperti Abu Hanifah (w. 150 H/ke-8 M), Al-Syafi'i (w. 204 H/819 M), Ahmad bin Hanbal (w. 24 H/55 M), dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad ke-2 dan ke-3/ke-8 M) tidak memberikan fatwa hukum mengenai masalah asuransi.
Sub-Title 7 : PENGERTIAN DAN SEJARAH ASURANSI TAKAFUL
Pengertian dan Esensi Asuransi Takaful
Kata takaful berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kafala fulanan ) ( yang berarti a'anahu wa anfaqa'alaihi wa qama bi amrih )menolongnya dan memberinya nafkah serta mengambil alih perkara).
Kata takaful, dalam bentuk dan pengertiannya seperti sekarang, memang tidak dijumpai dalam Al-Quran. Namun, dalam Al-Quran ditemukan sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful.Â