Saatnya harapan publik dipercayakan pada Komnas HAM. Harapan itu menyeruak di masyarakat, pasca terjadi penembakan yang telah menewaskan 6 (enam) orang laskar FPI. Banyak publik yang menanyakan, bagaimana peristiwa itu bisa terjadi dan apakah ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban? Atau kah hanya selesai di situ kasus tersebut. Publik menunggu jawaban itu.
Kemarin (14/12/2020), Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dimintai keterangan oleh Komnas HAM terkait peristiwa yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek yang diduga dilakukan oleh Aparat Kepolisian. Memang, sudah menjadi tugas dan kewajiban dari Komnas HAM, ketika terdapat peristiwa yang diduga terdapat 'Pelanggaran Hak Asasi Manusia'.
Sesuai definisi dari UU No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan "Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan/atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku."
Berkaca pada definisi di atas, dengan melihat konstruksi peristiwa ini, publik bertanya. Apakah terjadi pelanggaran hak asasi manusia, atau pembelaan terpaksa dan/atau menjalankan perintah undang-undang yang termasuk dalam 'alasan peniadaan pidana'.
Sedangkan, konsepsi dari Alasan Peniadaan Pidana yakni, tidak terdapatnya sifat melawan hukum dan/atau kesalahan dalam pelaku, sehingga pelaku tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.Â
Meskipun, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku termasuk tindak pidana. Dalam konteks peristiwa ini yakni 'menghilangkan nyawa orang lain'. Dengan kata lain, kedua konsepsi di atas mempunyai konsekuensi yuridis yang berbeda.
Pelanggaran HAM
Jika terjadi pelanggaran hak asasi manusia, maka Komnas HAM mempunyai kewenangan untuk melakukan pengkajian dan penelitian, sesuai dengan amanat yang diberikan oleh UU 39/1999.
Terdapat norma yang dapat dijadikan dasar oleh Komnas HAM untuk menegakkan hukum dalam peristiwa ini. Terutama, 'hak untuk hidup', yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Bagaimana dengan 'sanksi pidana mati?'.
Ya, sanksi pidana mati harus dijatuhkan melalui proses peradilan dan hanya dapat diberikan oleh Majelis Hakim. Dengan kata lain, terdapat pemeriksaan yang secara seksama terhadap suatu peristiwa, sehingga ia (pelaku) pantas untuk diberikan sanksi yang paling berat itu.Â
Menyangkut soal nyawa, harus diingat berlaku 'Hukum Tuhan'. Mengapa Hakim diberi kewenangan yang istimewa itu? Ya, Hakim diibaratkan 'wakil Tuhan' di dunia ini. Melalui kewenangannya, yang melalui proses pemeriksaan yang terbuka untuk umum, ia bisa menjatuhkan sanksi terhadap umat manusia. Atas dasar itu perumpamaan itu lahir.
Sekali lagi, menyangkut soal nyawa manusia, kita tidak boleh sembarangan. Berlaku Hukum Tuhan pada titik itu, dan patut untuk kita renungkan. Selain itu, hak untuk hidup yang termasuk dalam Hak Asasi Manusia, hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan Undang-Undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia lainnya.
Komnas HAM setelah melakukan pengkajian dan penelitian, jika diduga kuat ada pelanggaran HAM, maka langkah selanjutnya yakni menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya dan dapat juga menyampaikan rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Alasan Peniadaan Pidana
Konsep ini sering dipakai oleh Aparat Kepolisian untuk berlindung di balik tindak pidana yang terjadi. Misalnya, terjadi penembakan oleh aparat kepolisian saat melakukan penggerebekan terhadap pelaku. Sering terjadi 'tembak mati di tempat' dan/atau 'dilakukan penembakan terhadap kaki pelaku'.
Dilihat dari konsepsi ilmu hukum pidana, bagaimanapun juga apa yang dilakukan Aparat Kepolisian itu adalah suatu tindak pidana. Perbuatan materiilnya memenuhi unsur delik, yakni menghilangkan nyawa orang lain dan/atau melakukan penganiayaan yang berakibat cacat.
Tetapi, penegakan hukumnya tidak pernah sampai di persidangan. Dianggap sudah sewajarnya seperti itu. Artinya, apparat kepolisian juga berwenang untuk menilai suatu peristiwa mengandung 'Alasan Peniadaan Pidana'. Pola fikir dan penegakan hukum seperti ini yang harus diubah, karena konsepsi ilmu hukum pidananya tidak seperti itu.
Alasan Peniadaan Pidana ini masuk dalam wilayah kewenangan Hakim. Hakim yang harus memeriksa dan menilai bahwa terjadi salah satu peristiwa yang termasuk dalam 'Alasan Peniadaan Pidana'.
Misalnya, konsepsi Pembelaan Terpaksa atau Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas. Harus ada perbuatan melawan hukum yang menyerang pelaku terlebih dahulu, dan pembelaan yang dilakukan Pelaku itu sebanding atau proporsional dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Korban.Â
Pada titik inilah, ratio legis dari Alasan Peniadaan Pidana masuk dalam kewenangan Hakim. Artinya, harus ada pemeriksaan terhadap kronologi dan fakta-fakta dari kedua belah pihak terlebih dahulu.
Sedangkan, terhadap konsep atas perintah undang-undang. Hal ini juga harus dibuktikan di dalam proses peradilan pidana. Apakah perbuatan materiil aparat kepolisian yang melakukan itu, sudah berdasarkan perintah Undang-Undang atau tidak. Harus ada bukti-bukti, baik materiil maupun formil yang menyatakan itu.
Dengan demikian, perilaku aparat kepolisian ini, masih terbawa nuansa HIR dalam penegakan hukum pidana, yang lebih menekankan pada upaya-upaya law enforcement. Sebaliknya, KUHAP sudah menjunjung due process of law.
Artinya, meskipun diduga kuat terjadi tindak pidana, harusnya tetap dilakukan proses hukum yang adil, sesuai dengan proses dan prosedur yang tercantum dalam KUHAP.Â
Dengan kata lain, sudah harus disingkirkan dan dikubur dalam-dalam perilaku-perilaku aparat kepolisian yang mencerminkan police brutality itu. Demi kepercayaan publik terhadap Lembaga Kepolisian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI