Namun masih banyak dikalangan mayarakat yang tidak mencatatkan perkawinannya, mungkin diantara mereka masih banyak yang beranggapan bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan bukanlah masalah yang besar. Padahal bila diketahui lebih mendalam, perkawinan yang tidak dicatatkan akan berdampak terutama bagi perempuan dan anaknya. Mungkin tidak untuk sekarang, namun berdampak dikemudian hari.
Bila dilihat dari sosiologis pentingnya pencatatan perkawinan yaitu dapat menjadi kepastian hukum, untuk meningkatkan kestabilan dalam rumah tangga, menjaga moral dan etika sosial. Dimana kita sebagai warga Indonesia yang memiliki norma ataupun hukum yang berlaku, maka perkawinan hendaknya dicatatkan.
Selanjutnya dilihat dari sisi religius, perkawinan yang dicatatkan akan berdampak baik pada keluarga tersebut, dimana dapat membantu dalam proses pembagian harta warisan, serta juga dapat menjadi bukti legalitas untuk hak hak yang mengenai asuransi maupun kesehatan. Terakhir dilihat dari sisi yuridis yaitu perkawinan yang dicatatkan menjadi alat bukti yang otentik dimata hukum serta mempermudah kedua pasangan untuk mengurus hal hal yang berkaitan dengan hukum, serta mendapatkan jaminan dan pelayanan dari negara seperti perlindungan hingga pemenuhan hak asasi manusia.
Perspektif Ulama dan KHI Mengenai Perkawinan Wanita Hamil
Poin keempat yaitu mengenai perkawinan wanita hamil. Pada umumnya wanita yang hamil diluar perkawinan yakni karena lingkungan yang kurang baik, hingga salah pergaulan. Namun selain itu juga terjadi karena pelecehan seksual, yang kita ketahui bersama bahwa kasus pelecehan seksual itu sangat sering terjadi di Indonesia dan khususnya si korban wanita yang hamil diluar perkawinan tersebut akan menanggung malu karena laki laki yang telah menghamili banyak yang tidak bertanggung jawab.
Lalu bagaimana selanjutnya mengenai perkawinan wanita yang hamil diluar nikah? Uraian dibawah ini membahas mengenai perkawinan wanita hamil dalam perspektif ulama dan KHI.
Menurut ulama Imam Ahmad bin Hambal perkawinan wanita hamil di luar nikah tidak dapat melangsungkan perkawinan antar wanita hamil karena telah berzina dengan laki-laki hingga ia melahirkan. Sedangkan menurut Imam Syafi'i menikahi wanita yang hamil karena zina diperbolehkan baginyang menghamilinya maupun orang lain.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) seorang wanita yang hamil diluar nikah dapat di kawinkan dengan laki-laki yang telah menghamilinya dan dapat dilangsungkan tanpa lebih dulu menunggu kelahiran anak. Serta setelah anak yang dikandung lahir, perkawinan yang telah dilaksanakan tidak perlu diulang kembali.
Mencegah Terjadinya Perceraian
Perceraian bukan lagi hal yang asing di negara kita, yang kita ketahui akan maraknya kasus perceraian di kalangan masyarakat membuat sebagian orang takut akan memulai hidup dengan pasangannya. Maka tak heran apabila banyak orang yang memilih untuk hidup sendiri atau kata lain memilih untuk tidak menikah, yang dimana salah satu penyebabnya adalah maraknya kasus perceraian.Â
Banyak faktor yang memicu terjadinya perceraian, seperti perkawinan karena paksaan, perselingkuhan, faktor ekonomi, hingga faktor internal dalam keluarga misalnya kurang harmonis dan komunikasi yang buruk. Hal semacam itu yang terlihat sepele, padahal berdampak kurang baik bagi kehidupan rumah tangga.