Secara keseluruhan, perubahan ambang batas pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dapat memberikan dampak positif bagi demokrasi, dengan meningkatkan partisipasi politik, representasi inklusif, pembangunan politik yang dinamis, dan peningkatan kualitas pemimpin yang terpilih.
b. Berdasarkan Keputusan Baleg DPR
Kemudian kita lihat keputusan Baleg DPR pada tanggal 20 Agustus 2024, yang ingin mempertahankan ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah. Dimana pelonggaran hanya berlaku untuk partai politik yang tak punya kursi di DPRD.
Jika kita telaah keputusan Baleg DPR yang mempertahankan ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah, namun memberikan pelonggaran bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD, menunjukkan adanya upaya untuk memberikan kesempatan lebih luas bagi partai-partai kecil atau partai baru dalam berpartisipasi dalam proses pemilihan umum.
Dampak positifnya adalah:
1. Inklusi partai-partai kecil:
Dengan adanya pelonggaran bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD, partai-partai kecil atau partai baru dapat lebih mudah berpartisipasi dalam pemilihan umum dan memperoleh kesempatan untuk meningkatkan representasinya di tingkat lokal.
2. Meningkatkan pluralisme politik: Kehadiran partai politik yang beragam dapat membantu memperkaya wacana politik, meningkatkan kompetisi politik, dan menghadirkan alternatif-alternatif kebijakan yang lebih beragam untuk dipilih oleh masyarakat.
3. Peningkatan partisipasi politik:
Dengan adanya pelonggaran ini, diharapkan partisipasi politik masyarakat akan meningkat karena masyarakat memiliki pilihan yang lebih beragam dalam memilih calon-calon yang akan mereka dukung.
4. Memperkuat sistem demokrasi:
Dengan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi partai-partai politik untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan umum, diharapkan sistem demokrasi dapat menjadi lebih inklusif dan mewakili keberagaman masyarakat yang ada.
Meskipun ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah tetap dipertahankan, pelonggaran bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan pluralisme politik, partisipasi politik, dan memperkuat sistem demokrasi secara keseluruhan.
B. PERSOALAN BATAS USIA CALON GUBERNUR
Menurut Undang-undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada, batas usia paling rendah calon Gubernur adalah berusia 30 tahun.
Berdasarkan keputusan MK, batas usia minimum calon Gubernur adalah tetap 30 tahun, namun itu saat ditetapkan oleh KPU sebagai calon, bukan saat dilantik.
Dalam hal ini, dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda.
- Pertama, dari sudut pandang yang mendukung batas usia minimum calon Gubernur 30 tahun saat ditetapkan oleh KPU. Dukungan terhadap batas usia minimum yang ditetapkan sesuai dengan UU tersebut dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk memastikan bahwa calon Gubernur memiliki tingkat kematangan, pengalaman, dan kemampuan yang cukup untuk memimpin sebuah daerah. Dengan batas usia 30 tahun, diharapkan calon yang akan mencalonkan diri sudah memiliki pengalaman yang memadai untuk menjalankan tugas-tugas kepemimpinan.
- Di sisi lain, dari sudut pandang yang mendukung batas usia calon Gubernur 25 tahun saat dilantik yang diusulkan oleh DPR, argumen yang mungkin dihadirkan adalah perlunya memberikan kesempatan yang lebih luas kepada generasi muda untuk terlibat dalam proses kepemimpinan. Dengan menurunkan batas usia calon Gubernur menjadi 25 tahun, diharapkan akan muncul pemimpin-pemimpin muda yang berpotensi untuk memberikan kontribusi positif bagi pembangunan daerah di Indonesia.
Perdebatan mengenai batas usia minimum calon Gubernur tentu memiliki berbagai argumen yang harus dipertimbangkan. Keputusan akhir mengenai batas usia calon Gubernur tentu harus didasari oleh pertimbangan yang matang demi kepentingan demokrasi dan kemajuan bangsa Indonesia ke depannya.