Jika kita melihat maraknya para pedagang kaki lima (PKL) dibeberapa tempat ruas jalan, khususnya kawasan perkotaan sangat ramai para PKL berjualan. Terlebih apabila kita melewati sebuah pasar malam, mereka sering berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya, hanya untuk menyambung hidup kebutuhan keluarga.
Sulitnya lapangan pekerjaan saat ini, menyebabkan angka pengangguran meningkat. Sehingga menjadikan mereka pedagang dadakan. Demi kebutuhan hidup, mereka terkadang berjualan dengan terpaksa berpindah-pindah. Bagi kita yang awam sulit untuk membedakan antara PKL dengan Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM).
Dikutip dari situs ukmindonesia.id, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM RI, ada sekitar 64,2 juta unit usaha yang beroperasi di Indonesia. 99,6% diantaranya adalah usaha mikro, 0,30% usaha kecil, dan 0,07% usaha menengah, dan 0,01% usaha besar.Â
Setiap tahunnya, UMKM diperkirakan memberi kontribusi ekonomi sebesar lebih dari 60% bagi Produk Domestik Bruto Indonesia atau sekitar 8.573.896 Milyar Rupiah. Hal ini merupakan nilai yang cukup fantastis!
Untuk sektor perdagangan, maka mereka tidak dapat terlepas dari komunitas perdagangan. Sebagai pelakunya yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan pedagang kaki lima (PKL), yaitu mereka dapat dikenali cirinya adalah, berjualan di trotoar jalan atau tempat umum lainnya.Â
Ada yang mengklasifikasi kan bahwa Pedagang kaki lima (PKL) atau biasa dikenal dengan pedagang asongan, adalah termasuk sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM).Â
Mereka UMKM dan PKL sama-sama berperan dalam perekonomian Indonesia, namun terdapat perbedaan yang sangat signifikan baik dalam segi skala usaha, aspek legalitas, ataupun akses permodalan, bahkan ruang operasional nya.
A. Perbedaan UMKM dan PKL
Perbedaan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) atau pedagang asongan adalah sebagai berikut:
A1. Skala Usaha:
- UMKM: Merujuk pada usaha dengan skala yang lebih besar, yang dapat mencakup usaha mikro, kecil, maupun menengah.
- PKL: Merupakan pedagang dengan skala yang lebih kecil, seringkali beroperasi di tempat-tempat tertentu dan tidak memiliki aset atau modal usaha yang besar.
A2. Legalitas Usaha:
- UMKM: Biasanya memiliki legalitas usaha yang terdaftar dan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia.
- PKL: Seringkali beroperasi secara tidak resmi atau informal, tanpa legalitas usaha yang jelas.
A3. Akses Permodalan dan Dukungan Pemerintah:
- UMKM: Mendapatkan akses permodalan dan dukungan dari pemerintah dalam bentuk program-program dan kebijakan yang diperuntukkan bagi UMKM.
- PKL: Kurang mendapatkan akses permodalan dan dukungan pemerintah secara langsung, meskipun terdapat program-program tertentu yang ditujukan untuk pedagang informal
A4. Ruang Operasional:
- UMKM:Â Biasanya memiliki tempat usaha yang tetap dan terorganisir, dengan produk atau jasa yang lebih variatif.
- PKL: Beroperasi di tempat-tempat yang lebih fleksibel dan seringkali sifatnya jualan keliling atau asongan.
B. Apa Beda dengan Usaha Kecil Menengah (UKM).?
Kategori UKM ini dinyatakan dalam suatu undang-undang untuk memberikan perlindungan, kemudahan serta akses permodalan, dan dukungan lainnya. Agar UKM dapat berkembang dan berkontribusi lebih besar dalam perekonomian Indonesia.
Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UKM) merujuk pada kategori usaha, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. UKM merupakan penyebutan untuk usaha yang memiliki kriteria tertentu, yaitu:
B1. Usaha Mikro:Â memiliki aset paling banyak Rp 50 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan), atau memiliki omzet paling banyak Rp 300 juta per tahun.
Â
B2. Usaha Kecil:Â memiliki aset paling banyak Rp 500 juta, atau memiliki omzet paling banyak Rp 2,5 miliar per tahun.
B3. Usaha Menengah: memiliki aset paling banyak Rp 10 miliar, atau memiliki omzet paling banyak Rp 50 miliar per tahun.
C. Mengapa UMKM Sulit Berkembang?
Ada beberapa faktor yang menjadi kendala bagi perkembangan UMKM, antara lain:
C1. Keterbatasan modal :
UMKM seringkali menghadapi kendala modal yang terbatas untuk mengembangkan usahanya. Sulitnya akses ke pembiayaan dari lembaga keuangan, membuat UMKM kesulitan untuk memperluas bisnisnya atau meningkatkan produksi.
C2. Keterbatasan akses pasar :
UMKM seringkali mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya, karena keterbatasan jaringan dan akses ke pasar yang luas. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan peningkatan penjualan UMKM.
C3. Keterampilan manajerial yang kurang:
Banyak pelaku UMKM yang kurang memiliki keterampilan manajerial yang memadai untuk mengelola bisnisnya dengan efektif. Kurangnya pengetahuan tentang manajemen operasional, keuangan, pemasaran, dan sumber daya manusia dapat menghambat perkembangan usaha UMKM.
C4. Regulasi yang kompleks:
Regulasi yang kompleks dan birokrasi yang rumit, sering menjadi hambatan bagi UMKM untuk berkembang. Proses perizinan yang panjang, persyaratan yang membingungkan, dan tingginya biaya administrasi dapat menghambat UMKM dalam mengurus legalitas usahanya.
C5. Persaingan yang ketat:
UMKM harus bersaing dengan perusahaan besar maupun UMKM lainnya dalam meraih pasar dan konsumen. Persaingan yang ketat dapat membuat UMKM sulit untuk mempertahankan pangsa pasarnya, bahkan untuk berkembang dan bertahan dalam industri yang sama.
D. Agar UMKM Tetap Eksis Bertahan
Untuk tetap eksis dan berkembang, para pelaku UMKM dapat melakukan beberapa langkah strategis yang dapat dicoba berikut ini:
D1. Meningkatkan kualitas produk atau layanan:
Pelaku UMKM perlu terus meningkatkan kualitas produk atau layanan yang ditawarkan, agar dapat memenuhi atau bahkan melebihi ekspektasi konsumen. Dengan memiliki produk atau layanan yang berkualitas, UMKM dapat mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan menarik pelanggan baru.
D2. Memperluas jaringan dan akses pasar:
Pelaku UMKM perlu aktif dalam membangun jaringan dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti mitra bisnis, distributor, atau lembaga keuangan. Dengan memperluas jaringan, UMKM dapat memperluas akses pasar dan meningkatkan visibilitas produknya.
D3. Meningkatkan keterampilan manajerial:
Para pelaku UMKM perlu terus mengembangkan keterampilan manajerial mereka dengan mengikuti pelatihan, seminar, atau kelas-kelas bisnis. Dengan memiliki keterampilan manajerial yang baik, UMKM dapat lebih efektif dalam mengelola bisnisnya dan membuat keputusan yang strategis.
D4. Memanfaatkan teknologi:
Pelaku UMKM perlu memanfaatkan teknologi, seperti media sosial, website, e-commerce, atau aplikasi bisnis, untuk memperluas pasar, meningkatkan efisiensi operasional, dan meningkatkan daya saing mereka. Teknologi dapat menjadi alat yang sangat powerful untuk mempercepat pertumbuhan UMKM.
D5. Berinovasi:
Para pelaku UMKM perlu terus berinovasi dalam produk, proses produksi, pemasaran, atau model bisnisnya. Dengan berinovasi, UMKM dapat menghadirkan nilai tambah bagi konsumen dan membedakan diri dari pesaing. Inovasi juga dapat membantu UMKM untuk tetap relevan di pasar yang terus berubah. (kur)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H