Mohon tunggu...
Kurnia Fitriamalia Wijaya
Kurnia Fitriamalia Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki hobi mendengarkan musik dan mengekspresikan diri melalui karya yang saya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ya Allah Jaga Bapak untuk Hamba

13 Desember 2022   18:40 Diperbarui: 13 Desember 2022   18:53 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Hai, namaku Kanya. Aku ingin menceritakan seseorang yang sangat penting dalam hidupku, beliau merupakan seorang Ayah yang biasa kupanggil "Bapak". Bukan Ayah, Daddy, ataupun Abi. Bapak, seorang laki-laki hebat yang menyayangiku lebih dari apapun.

 Bapak adalah seorang petani yang menggarap sawah peninggalan nenek, juga memelihara beberapa hewan ternak seperti sapi dan kambing untuk tabungan pendidikanku di masa depan. Setiap pagi Bapak pergi ke sawah untuk mencari rumput sekaligus melihat sawah garapannya. Di musim kemarau, tak jarang Bapak mencari rumput sampai ke desa lain bahkan ke bawah bukit.

 Bapak merupakan sosok kepala keluarga yang sabar, bijaksana, tabah dalam mengahadapi setiap masalah, rendah hati serta taat pada agama. Saat aku masih kecil, Bapak sering menggendongku sambil bersholawat apalagi ketika aku sakit. Suara Bapak yang lembut dan merdu saat melantunkan sholawat, membuatku begitu nyaman dalam dekapannya.

 Tidak terasa masa kecilku sudah berlalu. Kini saatnya aku menjalani masa remaja. Bapak selalu mengingatkanku untuk hati-hati dalam bergaul, membatasi diri dalam bersosialisasi dengan lawan jenis, dan tidak melakukan hal-hal yang bisa merendahkan derajat kedua orang tua.

 Sebagai seorang remaja, seringkali aku melakukan kesalahan hingga membuat Bapak marah. Pernah suatu ketika aku pergi bermain dengan temanku hingga larut malam. Satu kali dua kali, Bapak masih sabar denganku. Tapi kali ketiga, Bapak sangat marah kepadaku.

 Saat itu aku pulang dari rumah temanku sekitar pukul 23.30 WIB. Pikirku dengan aku izin Bapak sudah pasti memperbolehkanku, ternyata sesampainya di rumah Bapak sangat marah. Bukannya memaki atau membentak, Bapak justru menasehatiku dengan kata-kata yang masih teringat sampai saat ini.

"Nduk, kamu anak perempuan yang Bapak punya satu-satunya. Bapak kemarin-kemarin memang diam ketika kamu pulang larut malam tapi bukan berarti seterusnya Bapak akan diam. Bapak tidak mau jika anak Bapak dinilai jelek dan tidak benar oleh tetangga. Ibumu juga khawatir kamu kenapa-kenapa selama diperjalanan pulang apalagi kamu naik motor sendirian," ucap Bapak.

"Bapak memang marah melihat kamu seperti ini, tapi Bapak tidak ingin memberikan nasehat kepadamu dengan meluapkan segala emosi Bapak. Bapak tau kamu anak yang tidak suka diberikan nasehat dengan nada yang tinggi, makanya Bapak berbicara dari hati ke hati supaya kamu mengerti," lanjut Bapak mempertegas.

"Bapak tidak marah kamu pergi bermain dengan temanmu, tapi tolong ingat waktu. Ingat juga di rumah ada Bapak dan Ibu yang menunggu kamu pulang. Kamu juga seorang perempuan, kurang pantas apabila pulang larut malam seperti ini. Bapak percaya kamu bisa berubah, tolong jangan kecewakan Bapak ya, Nduk," ucap Bapak sembari mengusap kepalaku.

 Nasehat Bapak yang menyentuh hati, membuatku tak bisa menahan air mata. Saat itu aku menangis sejadi-jadinya dihadapan kedua orang tuaku sambil meminta maaf pada mereka. Aku sangat menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku.

 Semenjak hari itu, aku tidak pernah lagi pulang bermain sampai larut malam. Aku tidak ingin mengecewakan Bapak yang telah memberikan kepercayaan kepadaku bahwa aku bisa berubah menjadi seorang perempuan yang lebih baik dan tidak lagi melakukan kesalahan yang membuat mereka marah.

 Seperti itulah Bapak, lebih mengutamakan perasaan daripada egonya. Aku sering bercerita dan minta pendapat apapun itu kepada Bapak. Jawaban yang Bapak berikan pasti selalu membuat pikiranku terbuka.

 Seiring berjalannya waktu, tidak terasa kini Bapak tidak muda lagi. Bapak yang dulu masih gagah dan kuat menggendongku, kini mulai tua dan rapuh. Keriput pada wajahnya mulai tampak, rambut yang dulu hitam kini mulai memutih dan tubuh yang dulu segar bugar kini seringkali sakit-sakitan.

 Begitu besar perjuanganmu untukku, tidak menghiraukan panas maupun hujan. Kau bekerja supaya aku bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Bapak memang bukan seorang yang memberikan anaknya barang-barang mewah, tetapi Bapak selalu memenuhi apa yang aku minta.

"Bapak hanya bisa memberikan sesuai yang Bapak mampu. Kalau kamu mau yang baru, dan lebih bagus, nanti ya kamu beli sendiri ketika sudah bekerja," ucap Bapak.

 Dulu aku memang sering marah ketika Bapak memberikan sesuatu tidak sesuai dengan apa yang aku minta. Harus baru, bagus, dan mewah. Tapi kini aku sadar bahwa selama ini Bapak mengajarkanku untuk lebih mensyukuri apa yang orang lain berikan kepadaku. Tidak baru tidak apa-apa, yang penting masih layak digunakan dan berfungsi dengan baik.

 Bapak juga mengajarkanku untuk selalu bersyukur dengan segala yang aku punya, juga membeli barang sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Karena sesuatu yang inginkan belum tentu berguna untuk kehidupan kita, tapi sesuatu yang kita butuhkan sudah pasti penting kegunaannya.

 Beribu-ribu kata, berjuta-juta kalimat bahkan berlembar-lembar tulisan mungkin tidak bisa menggambarkan semua hal tentang Bapak. Aku hanya berharap, semoga Bapak bisa selalu sehat, sehingga bisa terus menemani dan membimbingku hingga aku tua nanti.

"Pak, saat ini aku sedang berusaha untuk meraih gelar sarjana. Bapak sehat-sehat ya, jangan sakit-sakitan. Bapak doakan supaya aku bisa mengangkat derajat Bapak dan Ibu seperti yang Bapak inginkan. Jika ada Bapak dan Ibu, semua masalah yang aku punya pasti terasa mudah untuk dilalui," ucapku.

"Ya Allah, tidak banyak orang yang hamba punya dalam hidup hamba. Tolong jaga Bapak dan Ibu, berikan kepada hamba kesempatan untuk bisa membalas jasa mereka walaupun sampai kapan pun jasa mereka tidak akan bisa hamba balas," doaku sehabis sholat.

 Bapak, Ibu, suatu saat aku pasti bisa mewujudkan apa yang kalian inginkan. Melihatku memakai toga dan memakai selempang wisuda yang bertuliskan namaku dengan gelar dibelakangnya. Melihatku mendapatkan pekerjaan impianku, hingga melihatku menjadi seorang ibu dari cucumu kelak.

 Mungkin tidak ada kata yang bisa menggambarkan betapa bahagianya aku memiliki seorang ayah seperti Bapak. Aku akan selalu berusaha menghargai semua perjuangannya. Semoga anak semata wayangmu ini suatu saat bisa membanggakanmu. Sedikit cerita dariku tentangmu, pahlawanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun