Dengan demikian sistem Islam mencegah sedari dini manusia untuk memiliki 'niat korupsi' di awal. Pada titik inilah Islam memberikan solusi secara sistemis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi.
Dalam Islam, ada sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi, antara lain: Pertama, penerapan ideologi Islam, yang meniscayakan penerapan syariah Islam secara kffah dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepemimpinan. Dalam Islam, pemimpin negara (khalifah), misalnya, diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Begitu pun pejabat lainnya.
Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Khilafah menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT.
Ketiga, pelaksanaan politik secara syar'i. Dalam Islam, politik itu intinya adalah ri'yah syar'iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariah Islam. Bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus.
Keempat, penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam, hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
*Pentingnya Keteladanan*
Dalam Islam, keimanan dan ketakwaan penguasa dan para pejabat tentu penting. Namun, sistem yang menjaga mereka agar tidak melenceng itu jauh lebih penting. Tidak ada yang meragukan keimanan Sahabat Muadz bin Jabal ra. Namun, Rasulullah saw. tetap menasihati dirinya. Bahkan ketika ia diutus ke Yaman dan sudah melakukan perjalanan, Rasulullah saw. memerintahkan seseorang untuk memanggil dia kembali. Ketika Muadz ra. kembali, beliau bersabda:
. .
Tahukah kamu mengapa aku mengirim orang untuk menyusul dirimu? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izinku karena hal itu adalah ghull (khianat). Siapa saja yang berbuat ghull, pada Hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dia khianati itu (QS Ali Imran [3]: 61). Karena inilah aku memanggil dirimu. Sekarang pergilah untuk melakukan tugasmu (HR at-Tirmidzi).
Selain itu adalah keteladanan. Rasulullah saw., walaupun memegang banyak harta negara, hidup sederhana. Beliau, misalnya, biasa tidur di atas selembar tikar yang kasar yang meninggalkan bekas pada tubuh beliau.
Setelah Rasulullah saw. pengganti beliau dalam urusan pemerintahan, yakni Khalifah Abu Bakar ra., hanya mengambil sekadarnya saja harta dari Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari.