Oleh karenanya sebuah nama haruslah mempunyai makna yang universal. Maksud saya begini. Kalau nama hanya diartikan secara harfiah. Maka nama tersebut hanya akan dipahami secara lokal. Karena arti sebuah kata yang sama akan bisa berbeda jika berpindah ke lingkungan budaya dan bahasa yang lain. Misalnya kata “Tampar” dalam bahasa Jawa artinya tali. Namun dalam bahasa Banjar arti “Tampar” adalah tempeleng. Contoh lain kata “Air” dalam bahasa Inggris artinya udara, dalam bahasa Indonesia arti “Air” adalah air, sebuah cairan dengan rumus kimia H2O. Nama “Angel” mungkin di barat maksudnya adalah malaikat, namun begitu di Jawa maka nama ini akan berarti susah atau sulit.
Begitulah sehingga memberikan nama dengan berharap pada arti, daya jangkaunya terbatas. Phytagoras dan para pakar nama jaman dulu rupanya sudah menyadari ini. Dengan kemampuan dan konsep KeTuhanan yang mengusung nilai-nilai Universal. Lalu didapatlah Ilmu Hisab Nama atau Makna nama yang lebih bersifat universal melintasi budaya dan bahasa. Jadi kalau ingin arti nama kita bersifat universal kita harus menggunakan hitungan huruf penyusun nama atau lebih dikenal dengan hisab nama.
Baiklah mari kita kembali ke ide dasar bagaimana merubah takdir dengan energi makna ini. Nama adalah sebuah identitas dan dimanapun proses perjanjian atau hal-hal yang sifatnya mengikat atau melokalisir, maka akan selalu menggunakan nama untuk memastikan agar obyek yang dimaksud tidak salah. Itu sebabnya maka nama orang tua atau ‘bin’ sangat penting. Karena bisa jadi nama anda banyak samanya dengan nama orang lain tapi ‘bin’ atau ‘binti’ nya tentu berbeda.
Hal yang sama juga terjadi dalam proses terkabulnya doa. Agar malaikat tidak salah kirim. Maka nama menjadi penting sebagai penanda. Dan karena niat asal dari memberi nama adalah doa. Maka boleh dikatakan bahwa nama kita adalah judul sekaligus isi dari kontrak takdir kita. Jadi kalau kita sudah merasa kepayahan menjalani isi kontrak kerja atau takdir kita dengan Tuhan, maka boleh dong kita minta ‘perubahan’ kontrak atau ‘addendum’. Anda boleh setuju dengan pernyataan ini namun juga boleh tidak setuju. Setidaknya itulah pada kenyataanya apa yang saya lihat dan simpulkan setelah berdiskusi dengan Pak Raytakdin dan Pak Ramtamyd.
Apa yang saya pahami ini kemudian dikuatkan saat saya membaca artikel tentang Teuku Chandra Adiwana tulisan Ridlwan Habib di sebuah situs di Internet. Ijinkan saya mengutip tulisan itu;
Beliau mengatakan “Tradisi mengganti nama negara itu bukan hal baru. Banyak negara yang setelah diganti namanya jauh lebih makmur dan sejahtera,” kata ayah seorang putri ini.
Chandra mencontohkan, Malaysia, Brunei Darussalam, serta Singapura. Sebelum berganti nama, Malaysia terkenal dengan sebutan Malaka. Sedangkan Brunei Darussalam sebelumnya hanya bernama Brunei. Sementara Singapura dulu bernama Tumasik.
Karena itu, dia mengusulkan beberapa nama baru untuk Indonesia. Di antaranya, Indonesiaraya (tanpa spasi), Indonesia Raya (dengan spasi), serta Nusantara atau Dwipantara.
Menyatukan dua suku kata (Indonesia dan Raya), kata Chandra, merupakan simbol penyatuan ribuan pulau dalam wilayah Indonesia. Sedangkan usul nama Indonesia Raya (dengan spasi) terilhami oleh judul lagu kebangsaan yang diciptakan W.R. Supratman itu. Sementara nama Nusantara atau Dwipantara merupakan nama wilayah yang pernah dipakai sebagai nama menyeluruh yang diberikan Maha Patih Kerajaan Majapahit Gajah Mada.
“W.R. Supratman sudah memberi kode di lagunya. Indonesia itu tumpah darah, lalu dibangun jiwanya menjadi Indonesia Raya. Kalau belum diganti, tumpah darah terus,” kata dia lalu menunjukkan teks asli berbahasa Belanda yang dikutipnya di halaman 40 buku itu.
Jauh sebelum saya menemukan artikel tentang ide mengganti nama Indonesia menjadi Indonesiaraya ini (2012). Mungkin sekitar tahun 2009 saya pernah berdiskusi dengan Pak Raytakdin tentang mengganti nama negara ini. Dan yang aneh ternyata nama yang diusulkan adalah INDONESIARAYA, sama persis dengan yang diusulkan oleh Pak Teuku Chandra Adiwana. Apakah ini sebuah kebetulan?, menurut saya adalah… ya ini kebetulan. Kebetulan yang tercipta atas kehendak Tuhan yang menguasai segala Ilmu. Ini menunjukkan bahwa metode hisab nama benar-benar universal. Se Universal hukum alam dalam kendali Tuhan yang sering kita kenal dengan sunatullah.