Semakin ia merasa menyesal datang ke pesta itu, saat pesta selesai, tamu pulang, mereka duduk di sofa, Tasya berkata, "Om Pram sangat baik pada saya, Yah. Ulang tahun kemarin saya dikasi kado berisi gaun cantik. Seperti yang dipakai Berbi. Saya suka sekali," Tasya menatap kado pemberian pacar mamanya di tangan, "Saya penasaran, kado Om kali ini apa ya? Jangan-jangan sepatunya Cinderella!"Â
Marliang bersama pacarnya yang duduk berdampingan tertawa.
Kemudian Tasya meletakkan kado itu di lantai, mencari kado pemberian Kasimin, ia angkat di pangkuannya. Matanya yang bulat dan jernih mengarah pada Kasimin yang duduk di sampingnya, "Bukan boneka lagi kan, Yah? Boneka saya di kamar sudah banyak."
Kasimin tak berkata apa-apa hanya mengusap rambut lurus putri kecilnya, lalu meneguk limun yang terhidangkan di atas meja. Diam-diam meluruskan pandangan ke depan, sekilas memberikan perhatian pada pacar mantan istrinya.Â
Melihat perawakan laki-laki itu, Kasimin semakin merasa kecil dan tak ada apa-apanya dibandingkan pacar Marliang. Bahkan penilainnya sendiri, Marliang tampak serasi dengan laki-laki yang juga berprofesi sebagai dosen sebagaimana Marliang.
Saat kembali ke Balikpapan, di tengah malam Kasimin menghubungi Marliang, agak lama baru diangkat. "Tasya sudah tidur, saya tidak mungkin membangunkannya," tutur Marliang.
"Saya hanya ingin bicara denganmu."
"Untuk?"
"Kau tidak sedang bersama Pram kan?"
"Ini sudah tengah malam, mana mungkin ia sama saya. Atau Jangan-jangan kau mencurigai yang tidak-tidak terhadap saya dan Pram selama ini."
"Kalian begitu dekat dan sangat mesra."
"Ya, karena ia pacar saya."