"Bisa dikatakan adanya ia di sini adalah hijrah. Tapi gagal, lantaran datang kepadamu, berkali-kali."
"Ia punya alasan sehingga melakukannya. Ia tidak memiliki kawan. Kau tidak akan bisa memahaminya karena kau tidaklah pernah berhubungan dengannya. Kusaksikan sendiri betapa ia dalam kekacauan."
"Apakah ada kaitannya dengan kematiannya?"
"Aku tidak mau memaksa menghubungkan itu."
"Jangan-jangan kau berpikiran ia dibunuh."
"Kalau dibunuh siapa kira-kira melakukannya?"
"Aku yang menemukan mayat itu pertama kali. Karena itu kecurigaan orang-orang tertuju padaku. Akan tetapi aku bisa membersihhkan namaku. Bisa saja aku menyebut namamu, bukankah mereka tahu kalian dekat sebelum terjadi kematian itu. Kita hidup di tengah-tengah orang yang tidak cakap menganalisa. Ketidakbenaran dilahap mentah-mentah, mereka mudah menganggapnya adalah kebenaran. Apajadinya jika kubuat isu; setelah ia menikmati tubuhmu ia enggan memberi uang, kau marah berujung pembunuhan kepadanya."
"Sesederhana itu?"
"Ya, sesederhana itu."***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H