11. Oh, Laila semua kekacauan ini kaulah biang keroknya. Kau begitu tega menaruh rasa sakit padaku. Jika kutahu cinta yang kita jaga ujungnya bakal seperti ini. Kau meragukan kembaliku padamu. Padahal kepergianku hanya untuk masa depan kita. Sayangnya kau tidak sabar menunggu. Aku pulang kau telah menikah. Mengapa aku dihadapkan persoalan sakit hati yang begitu klise ini? Semula memang aku berkenan untuk menunggu perceraiaanmu. Kuurungkan niat bodohku itu. Aku tidak selemah itu Lailah, aku bisa menghadirkan sosok penggantimu. Ia seorang pelacur. Tugasku sekarang untuk meyakinkannya, meyakinkan Ibu bahkan orang-orang. Pelacur juga berhak mengecap kebahagiaan.
12. Aku tertawa lepas ketika salah seorang pelangganku datang padaku. Kupikir kedatangannya lantaran tidak kuasa membendung nafsu serakahnya sehingga memintaku untuk melayaninya. Dialah salah satu dari sekian laki-laki yang sering kulayani. Lucu rasanya kami membiarkan waktu berjalan hanya duduk bersampingan di atas ranjang. Ia memberikan pernyataan yang lucu bahwa kawannya jatuh cinta padaku. Dan kawannya itu berkenan menikahiku.
"Aku hanya seorang pelacur."
"Ya, dan dia seorang berpendidikan yang jatuh cinta pada seorang pelacur."
"Hahaha, apa kata orang jika kami menikah nanti? Sepertinya hubungan kami begitu lucu."
"Aku sudah menjelaskan padanya. Dia tidak mau mengerti. Dia begitu ngotot ingin menikahimu."
"Aku hanya seorang pelacur. Jika ia bersungguh-sungguh, sudah tentu akan menemuiku untuk menyampaikan sendiri hajatnya bukan melalui perantara."
"Aku datang padamu atas inisiatif sendiri. Besok jika kau bertemu dengannya jangan beberkan kedatanganku ini. Dan jangan sekali-kali membuka mulut bahwa aku adalah pelanggan setiamu."
"Tak usah risau, aku akan menjaganya."
"Terima kasih, aku harus pulang sekarang."
"Kau terburu-buru sekali. Padahal aku ingin melayanimu."