Sejauh ini yang bisa kusimpulkan, mereka sama-sama saling menghianati pernikahan mereka. Tapi perempuan itu ternyata yang menjadi pemicu. Tidak kusangka rupanya dia berhubungan dengan gigolo. Tidak kudengar lagi perang mulut antara keduanya. Hari pun sudah tampak kabur, sebentar lagi malam segera tiba.
Aku pikir hubungan mereka bakal berakhir, mengingat begitu pelik persoalan mereka. Nyatanya tidak. Aku menjadi saksi hubungan mereka malah membaik. Keduanya samasama bisa saling mengendalikan diri, perceraian pun terhalangi. Hari-hari yang lain perempuan itu kerap datang menemui suaminya. Bahkan memampuskan malammalam bersama di kamar itu. Adapun perempuan lain selingkuhan suaminya, tidak pernah lagi kulihat batang hidungnya.
Pada larut malam yang lengan, terdengar ketukan pintu. Perempuan yang kutaksir usianya empat puluh tahun itu nampak di hadapanku. Tanpa aku mempersilahkannya, ia langsung mengambil posisi di dekat pintu. Aku bertanya-tanya, adakah ia kembali mencurigai suaminya? Namun ia hanya diam membisu menatapku lekat-lekat. Aku bisa membaca sesuatu hal yang tersirat dari pandangannya itu. Seolah dia ingin berubah menjadi serigala untuk menerkamku. Tidak! Aku seharusnya bisa mengendalikan diri. Sebab aku bukan gigolo.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H