Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kejadian-kejadian Setelah Bercadar

19 Maret 2019   13:42 Diperbarui: 19 Maret 2019   14:35 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: listverse.com

Bahkan yang paling membingungkan, mereka seagama dengan kami. Soal Rida yang bercadar juga dijadikan pembicaraan yang membuat kupingku muak bila mendengarnya.

Aku teringat salah satu pamanku malam itu datang ke rumah. Ia bertemu dengan Ayah. Aku sedang belajar tidak jauh dari posisi mereka. Sedangkan Ibu setelah membuatkan air, ia duduk nyaman di depan televisi. Saat itu Rida sedang di Makassar.

Percakapan Ayah dan pamanku awalnya menyinggung soal hasil panen. Namun lama-lama pembahasan mereka menjurus ke Rida. "Leluhur kita mewariskan Islam pada anak cucunya seperti yang kita anut sekarang ini. Mereka tidak pernah mengajarkan perempuannya harus bercadar. Lantas kenapa kau biarkan Rida bercadar? Kau ini bapaknya, harusnya lebih tegas ke dia?" begitulah kata Paman.

"Aku sudah bosan berdebat dengannya. Percuma saja aku katakan begini begitu padanya. Dia takkan menurut. Ia bercadar punya alasan. Punya pegangan. Yang mungkin membuat kita yang pemahaman agamanya dangkal tidak berkutik," Ayah membalas.

"Jelas-jelas itu keliru," ucap Paman.

"Keliru bagaimana?"

"Bagaimana kalau anakmu itu menganut aliran sesat?"

Setelah mendengar kalimat itu dituturkan Paman. Aku buru-buru merapikan bukuku dan masuk ke kamar. Aku tahu pembahasan mereka akan semakin intim. Rasanya aku tidak perlu menguping pembicaraan mereka terlalu jauh. Aku sudah cukup tahu mereka mengatai kakaku perempuan ninja dan teroris, tidak perlu lagi dituding menganut aliran sesat. Aku benci mendengar tuduhan yang tidak berdasar seperti itu.

Saat Rida baru pulang dari Makassar. Setiap kepulangannya pasti ada buah tangan yang ia bawa untuk orang-orang di rumah. Ayah biasanya dibelikan peci atau sarung, Ibu baju gamis, sedangkan aku mendapatkan mukenah serta jilbab baru.

"Apakah Adek juga berfikiran kalau kakakmu ini penganut aliran sesat?" Rida bertanya seperti itu padaku. Aku tidak mengerti apakah ia bercanda atau tidak. Lagi pula aku ini anak perempuan masih belia. 

Aku tidak cukup mengerti tentang aliran sesat. Yang kutahu kalau perbuatan seperti itu adalah hal yang melenceng dalam agama.
Aku kikuk tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Rida hanya tersenyum memandangku. Sebenarnya ingin sekali kuaduhkan perihal orang-orang yang menudingnya teroris lantaran keputusannya untuk bercadar, tapi kuurungkan niatku.
Aku kasihan melihatnya. Rida orang baik. Lantas kenapa orang-orang beranggapan miring perihal keputusannya itu. Apa alasan Ayah dan Ibu menentang keinginan anaknya sendiri? Ataukah Rida yang keliru dalam soal ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun