Dalam keadaan nafas bergemuruh, jantung berdebar-debar. Sekali lagi ia memandang ke dalam kali. Matanya menangkap seekor buaya besar berdiam diri, tampak tenang mengapung di posisinya. Keraguan tebersit dalam hati kecil Rammang. Tidak adakah cara lain untuk mengakhiri kehidupan selain melompat ke dalam kali yang dihuni buaya ganas? Pertanyaan itu timbul dari dalam dirinya.
Meneguk racun, menusuk perut dengan pisau, melompat dari menara jaringan. Itu adalah sederet pilihan bunuh diri yang lebih baik daripada melompat ke dalam kali yang dihuni buaya ganas. Setidaknya jasad masih ada, dan bisa disemayamkan. Tapi akan lain jadinya jika tubuhnya diseret dan dicabik-cabik kemudian ditelan oleh buaya itu. Pertimbangan seperti itulah kembali menghantuinya.Â
Tapi tidak, ia sudah memikirkan matang-matang. Ia ingin mati tidak untuk dikenang lagi. Tak usah dibuatkan pusara. Jika hanya untuk menjadi bahan olok-olok orang-orang. "Ini adalah kuburan Rammang. Orang yang menyerah pada kehidupan. Nak, jangan sekali-kali mengikuti jejak Rammang, Tuhan memberikan jatah hidup kepada kita, maka selesaikan dengan cara yang baik-baik. Bukan berputus asa." Rammang tidak ingin ada ungkapan seperti itu apabila kuburannya nanti dilewati oleh orang-orang.Â
Sehingga setelah mati nanti. Ia tidak ingin jasadnya ditemukan lalu dikuburkan. Maka dipilihlah untuk melompat ke dalam kali yang dihuni buaya ganas. Dengan begitu tubuhnya akan dikoyak-koyak tak bersisa.Â
Menjadi keturunan Ambe Puo, kebanggan tersendiri bagi Rammang. Ambe Puo adalah pengawal kerajaan Tampudalle. Dahulu ia amat disegani dalam lingkungan kerajaan. Kepiawaiannya di medan perang selalu mendapat sanjungan dari raja. Di kampung itu, siapa yang tidak kenal Ambe Puo? Hampir semua orang tua sering menceritakan kehebatan Ambe Puo pada anak-anaknya. Pokoknya nama Ambe Puo begitu harum dan Masyhur. Namun ada satu fakta lain yang tidak diketahui orang banyak tentang Ambe Puo. Hanya lingkungan keturunan Ambe Puo sendirilah yang tahu tentang itu. Â
Satu malam sebelum Rammang memutuskan ke kali ini untuk membunuh dirinya sendiri. Ia mendapat sebuah informasi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dari Rahamang, ayahnya. Sejak saat itu pandangan Rammang terhadap Ambe Puo berubah seketika. Dulu ia bangga lantaran dirinya merupakan keturunan pengawal kerajaan yang sangat disegani. Apabila nama Ambe Puo disebut, akan memerindingkan bulu kuduk lawan-lawannya.Â
Menjadi semangat tersendiri bagi Rammang ditakdirkan memiliki garis keturunan dengan Ambe Puo. Sekalipun ekonomi kehidupan keluarganya pas-pasan. Tapi mereka cukup dihormati di lingkungan tempat tinggalnya. Tapi apalah artinya disegani setelah mengetahui kenyataan lain tentang Ambe Puo. Rammang menyesali semua itu. Andaikan sejak dalam rahim ibunya ia tahu akan menjadi keturunan Ambe Puo. Rammang tentu meminta pada Tuhan untuk tidak dilahirkan kedunia saja. Â
"Kamu adalah keturunan keempat Ambe Puo. Dan, Bapak adalah cicit dari beliau. Mungkin kau sudah tahu betapa kakekmu itu amat disegani pada masanya. Sampai sekarang namanya masih tetap harum. Tidakkah kamu mengamati setiap hari raya berbondong-bondong orang menziarahi makam beliau. Banyak orang menganggapnya sebagai pahlawan," ucap Rahamang di teras rumah. Kejadiannya satu malam sebelum Rammang datang ke kali ini untuk ingin membunuh dirinya sendiri.
"Tapi mereka tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Mengapa Ambe Puo bisa sampai di kampung kita ini, membangun keluarga di sini. Padahal letak kerajaan Tampudalle berjarak ratusan kelimoter dari tempat kita ini. Mengapa Ambe Puo tidak menghabiskan saja masa hidupnya di lingkungan kerajaan? Kalau saja itu terjadi, mungkin keturunannya tidak akan melarat seperti ini," lanjut Rahamang. Terbaca rasa penasaran yang mendalam dari sorot mata Rammang mendengar penuturan ayahnya.Â
"Kau tahu Rammang, mengapa kehidupan kita terus-terusan seperti ini? Dari keturunan pertama Ambe Puo hingga cicitmu nanti. Kurang lebih kehidupannya akan begini. Â Jangan harap nanti kamu bakal menjadi orang sukses, memiliki harta yang berlimpah, menjadi birokrat atau apapun itu. Kita adalah keturunan Ambe Puo, itu adalah kenyataannya yang tidak bisa dibantah lagi." Berat hati yang dirasakan Rahamang jika harus mengungkapkan itu pada anak laki-lakinya. Tapi bagaimanapun Rammang harus tahu, sebelum ia berani bermimpi tinggi, hingga akhirnya ia akan kecewa dengan mimpi-mimpinya apabila tidak satupun yang terwujud.Â
"Apa yang salah jika kita adalah keturunan Ambe Puo?" Rammang menatap lekat-lekat kedua bola mata Rahamang.Â
"Tidak ada yang salah. Dan tidak ada yang harus disalahkan. Tak elok juga jika nasib kita seperti ini Ambe Puo yang dijadikan biang keroknya."
"Bukankah Ambe Puo adalah orang hebat? Bahkan aku bangga menjadi keturunannya. Dia pengawal kebanggaan raja. Dia ditakuti musuh-musuh kerajaan. Apa hubungannya nasib kita yang suram ini dengan Ambe Puo?" Rammang bertanya. Rahamang mengatur pernafasannya. Seolah-olah mencari udara malam terbaik untuk ia hirup sebelum menjawab pertanyaan Rammang.Â
"Keturunan Ambe Puo dikutuk untuk hidup melarat," Rahamang menjeda ucapannya. Rammang tidak serta merta mau memotong begitu saja. Ia menyadari bahwa masih ada kelanjutan ucapan ayahnya itu.
"Apakah kau tidak menyaksikan kehidupan kita? kehidupan paman-pamanmu ataupun bibi-bibimu. Tidak satupun dari kita benasib baik, dianugerahi harta yang banyak. Itu karena kita adalah keturunan Ambe Puo."
"Apa yang sebenarnya tidak aku ketahui dari Ambe Puo?" Rammang memotong saking penasarannya.Â
"Ambe Puo adalah buronan kerajaan Tampudalle. Beliau pengawal raja yang dulunya disegani hingga menjadi musuh kerajaan. Ambe Puo sosok paling munafik yang pernah ada. Ia menjadi mata-mata kerajaan Amallewang. Seluruh rahasia kerajaan Tampudalle dibeberkan pada kerajaan Amallewang. Yang notabene dua buah kerjaan yang bermusuhan sejak lama."
"Hingga suatu hari kerajaan Tampudalle mendapat serangan tiba-tiba dari kerajaan Amallewang. Tampudalle dibuat kocar-kacir oleh serangan itu. Alhasil sebagian besar wilayah kerajaan Tampudalle diakuisisi oleh Amallewang. Ambe Puo juga terlibat pada serangan itu. Ia berada di barisan musuh. Ya, Ambe Puo membelot. Ia membantai banyak teman-temannya."
"Kebodohan Ambe Puo ia mau dihasut begitu saja oleh pihak kerajaan Amallewang. Dengan iming-iming kekuasaan dan bisa mempersunting salah satu dari anak raja. Namun itu hanyalah taktik licik dan janji-jani busuk semata. Ambe Puo tidak mendapat cipratannya sama sekali. Ia hanya diperalat. Bahkan setelah berhasil menaklukkan kerajaan Tampudalle. Ambe Puo menjadi sasaran empuk untuk dibunuh."Â
"Tidak sampai disitu saja. Kerajaan Tampudalle yang sudah jengkel dengang sikap munafik Ambe Puo. Mengadakan sayembara besar-besaran untuk memenggal kepala Ambe Puo. Untungnya Ambe Puo bisa meloloskan diri. Ia mengasingkan diri meninggalkan wilayah itu hingga sampai di tempat ini. Dan membangun keluarga di sini hingga sampai pada hari ini keturunan keempatnya."
 "Setiap tahunnya kerajaan Tampudalle memperingati hari duka itu. Dan, mereka mengutuk keras perbuatan Ambe Puo. Doa-doa senantiasa dipanjatkan sekiranya karma akan sampai pada Ambe Puo dan keturunannya. Aku diberitahu tentang ini dari bapakku. Dan beliau mengetahui dari bapaknya, sampai tujuh turunan Ambe Puo akan selalu dihadapkan karma atas perbuatannya. Jangan lagi bertanya mengapa kehidupan kita seperti ini tak lain adalah karena kesalahan masa lalu Ambe Puo."Â
"Tentang ini tidak diketahui seorang pun selain bagian dari keturunan Ambe Puo itu sendiri. Mereka hanya mengetahui kalau Ambe Puo adalah pengawal kerajaan yang disegani, tapi mereka tidak tahu Ambe Puo adalah tokoh paling munafik  dalam kerajaan Tampudalle. Jadi jangan lagi kau berharap suatu hari nanti akan dianugerahi nasib baik. Sampai cicitmu nanti, keturunan ketujuh, akan menjadi korban leluhurnya," Rahamang menutup ucapannya.
Sesak yang dirasakan Rammang setelah mengetahui sejarah kelam Ambe Puo. Â Ia tidak habis pikir cerita masa lalu leluhurnya seperti itu.Â
"Rammang, setiap generasi keturunan Ambe Puo akan ada satu orang yang terlahir kembar. Kembarannya itu bukan jelmaan manusia. Tapi..." Rahamang menghentikan ucapannya. Ia merasa tidak enak hati apabila tentang itu dibeberkan pada Rammang. Masih terlalu muda Rammang untuk mengetahuinya. Sudah cukup ia syok mengetahui kemunafikan Ambe Puo.Â
Rammang yang semula bangga ditakdirkan menjadi keturunan Ambe Puo, prajurit yang disegani. Namanya harum dan masyhur serta dianggap pahlawan. Setelah ia tahu kenyataan lain itu, tidak ada lagi kebanggan dalam dirinya. Apa gunanya hidup jika harus mengemban karma kesalahan leluhur. Untuk apalagi hidup jika pada akhirnya nasib buruk masa depan sudah ia tahu. Ia keturunan keempat Ambe Puo. Sampai keturunan ketujuh tidak seorang pun bisa lolos dari kutukan itu. Bagi Rammang mengakhiri kehidupan ini adalah cara terbaik. Â Â Â
Sekali lagi Rammang memandang ke dalam kali. Setelah itu ia memejamkan matanya. Membuang semua rasa takutnya dan menghadirkan keberanian untuk membunuh dirinya sendiri. Ia pun melompat ke dalam kali. Buaya itu yang sedari tadi menunggunya bergegas menjemput Rammang. Ia mengira tubuhnya bakal diseret hingga terkoyak-koyak. Tapi dugaannya meleset. Buaya itu menelan bulat-bulat tubuhnya.Â
Kabar tentang Rammang yang ditelan buaya. Berhembus secepat kilat dari mulut ke mulut. Berawal dari salah seorang warga yang melihat Rammang melompat ke dalam kali dari kejauhan. Ramai orang mendatangi kali itu. Mereka ingin menyelematkan Rammang yang ditelan oleh buaya itu. Kalaupun Rammang sudah mati, setidaknya jasadnya bisa diselamatkan lalu dikuburkan.
Namun Rahamang tidak menginginkan apabila buaya itu harus ditangkap, apalagi ingin dibelah perutnya, untuk mengambil jasad anaknya. Ia malah membiarkan Rammang berada dalam perut buaya itu. Bukan tanpa alasan Rahamang menginginkan itu. Setiap generasi keturunan Ambe Puo selalu ada satu orang yang terlahir kembar. Tapi kembarannya bukan manusia melainkan makhluk lain. Keturunan keempat Ambe Puo yang terlahir kembar dengan makhluk lain adalah Rammang. Dan, buaya yang menelan Rammang tak lain adalah saudaranya sendiri.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H