"Aku sudah baca novelnya. Aku senang dan suka."Â
"Kamu sudah baca tiga-tiganya?" Tanyaku. Aku benar-benar bahagia mendengarnya.
"Iya," Dahlia masih mempertahankan senyumnya.
"Hanya satu malam?"
"Iya hanya satu malam,"
"Kamu tidak tidur?"
"Iya aku tidak tidur,"
"Terus?"
"Novelnya bagus, terima kasih ya! Aku mau bilang kita tidak jadi putus," katanya memeluk erat perutku di atas motor.Â
***
Dahlia memang membatalkan rencana busuknya itu. Tapi dia bukan Dahlia yang dulu lagi. Aku menyadari dirinya begitu terobsesi dengan tokoh dalam novel yang telah ia baca. Roh dalam novel itu telah merasuki kehidupannya. Katanya, "Cerita yang baik adalah cerita yang memiliki roh. Dan, novel itu tidak hanya memiliki roh tapi telah merasukiku." Dahlia seolah-olah berada dalam pusaran hidup Dilan. Ia menjelma menjadi Milea. Aku dituntut menjadi Dilan.Â