Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apakah Honorer Memang Ditakdirkan Tak Cepat Menikah?

30 November 2017   06:31 Diperbarui: 30 November 2017   08:51 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrsi:www.rmolsumsel.com

"Tidak mungkin! Tidak mungkin Salmiah akan menikah dengan laki-laki lain." Muliadi menepis anggapan Faisal.

"Siapa tahu kedua orang tuanya menjodohkannya dengan laki-laki lain."

"Itu kan siapa tahu."  

"Makanya sebelum benar-benar terjadi. Cepatlah kau lamar dia! Jangan tunggu sampai kau mapan dulu, sampai kau jadi PNS. Banyak orang dinaungi keberkahan hidup setelah menikah. Bisa saja setelah kau menikah. Kau bisa cepat-cepat terangkat jadi PNS. Jangan risaukan penghasilanmu yang kecil. Perempuan seperti kekasihmu itu tidak akan pernah mempersoalkan hal demikian."

    "Aku tidak pernah mempermasalahkan itu, Bung. Keluarga Salmiahlah yang membuat kakiku terasa berat untuk melangkah, untuk melamarnya. Mengingat mereka dari keluarga yang mapan. Salmiah seorang dosen berstatus PNS sedangkan aku, hanya guru honorer yang jeritan hidupnya tak pernah didengar oleh para penguasa. Aku menyadari siapa diriku. Alangkah lebih baiknya setelah aku terangkat jadi PNS barulah aku menikahi Salmiah. Dengan begitu kami seiring."

"Aku tidak sepakat denganmu. Berani mencitai harus berani menikahi. Kau laki-laki yang sudah dewasa, Mul bukan anak ABG labil lagi."

"Memangya siapa yang tidak berani? Hah?"

"Buktinya kau sudah bertahun-bertahun menjadikan Salmiah sebagai kekasihmu. Tapi sampai detik ini kau masih takut untuk menikahinya. Lantaran kau merisaukan statusmu. Laki-laki yang berani tidak akan mungkin membiarkan kekasihnya menunggu terlalu lama."

***

Hari-hari terus berlalu. Kehidupan Muliadi tetap konstan seperti hari-hari yang kemarin. Nasib baik yang dirindukan kedatangannya belum juga menghampirinya. Muliadi percaya untuk mempercepat datangnya nasib baik itu harus dijemput dengan perbuatan yang baik-baik pula. Totalitas dan dedikasinya sebagai seorang guru tidak akan pernah luntur untuk mendidik murid-muridnya. Sekalipun pengorbanan dan pengabdiannya masih dipandang sebelah mata para penguasa. Ah, malangnya nasib honorer. Yang merindukan kesejahteraan untuk kehidupan yang layak.

Dan benar saja kekhawtiran Faisal tentang Salmiah tambatan hati Muliadi. Kendatipun Salmiah mungkin bisa bersabar menunggu Muliadi untuk menikahinya. Tapi pihak keluarganya sudah tidak sabaran lagi untuk ingin segera menikahkannya. Mereka tidak ingin anaknya menua dalam penungguan. Sementara belum ada tanda-tanda kalau Muliadi bakal terangkat jadi pegawai negeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun