Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apakah Honorer Memang Ditakdirkan Tak Cepat Menikah?

30 November 2017   06:31 Diperbarui: 30 November 2017   08:51 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrsi:www.rmolsumsel.com

Muliadi hanya bisa bersabar dan terus bersabar. Menanti nasib yang lebih baik yang dikirimkan Tuhan dalam hidupnya. Sebenarnya Muliadi tidak terlalu mempersoalkan dirinya yang sampai sekarang belum terangkat jadi pegawai negeri. Ada satu beban berat yang menghantui pikirannya beberapa hari terakhir.

Tentang kekasihnya, Salmiah yang selalu menanyakan kesediaan Muliadi untuk melamarnya. Bukan apanya sudah sekian tahun lamanya mereka menjadi sepasang kekasih. Namun sampai detik ini belum ada kepastian nyata yang diberikan Muliadi mengenai hubungan keduanya akan dikemanakan. 

Bukan Muliadi tidak mencintai Salmiah sehingga ia selalu menunda-nunda untuk melamarnya. Tapi persoalan dirinya yang hanya tenaga honorer sedangkan Salmiah seorang dosen berstatus PNS. Hal itulah yang membuat Muliadi merasa belum pantas untuk mempersunting Salmiah. Apalagi ia tahu, kekasihnya itu terlahir dari keluarga terpandang dan tajir. Muliadi belum siap mendapat semprotan-semprotan yang tidak mengenakkan dari keluarga Salmiah. Bertamu di rumahnya saja. Kerap kali Muliadi ditanyai, kapan terangkat jadi PNS? Mau menunggu sampai usia kepala empat?

Amat tak elok rasanya dosen secantik dan secerdas Salmiah bersuamikan seorang guru honorer. Upah enam ratus ribu sebulan, jauh dari angka UMR. Bisikan seperti itulah yang selalu terngiang di telinga Muliadi. Membuatnya semakin pesimis cintanya bakal berlanjut ke pelaminan. Di satu sisi ia sangat mencintai Salmiah. Di sisi lain ia juga tidak ingin membuat kekasihnya berlama-lama dalam penungguan. 

"Apakah aku pernah menuntut padamu untuk jadi PNS dulu baru kita menikah? Tidak pernah aku seperti itu. Menikah dan karir bisa berjalan seiring, Mas. Kau tak usah hiraukan itu! Apakah kamu takut penghasilanmu tidak bisa menafkahiku nantinya? Ataukah kamu minder sama keluargaku? Jika memang kau mencintaiku. Tentunya kau tidak akan mempersoalkan semua itu," gerutu Salmiah dua hari yang lalu. Saat Muliadi menjemputnya di kampus. 

"Bersabarlah sedikit! Kamu mau kan menungguku? Tidak lama lagi aku akan melamarmu. Percayalah!" Muliadi mengusap tangan Salmiah meyakinkannya.

"Dari kemarin-kemarin kau selalu berkata seperti itu. Tapi pada akhirnya belum ada kepastian juga. Usia kita sekarang sudah kepala tiga. Aku harus menunggu berap tahun lagi? Jika lima tahun lagi kau belum terangkat jadi PNS apakah kau juga masih enggan berani melamarku?" Salmiah menunjukkan mimik wajah jengkel. Kalau sudah seperti itu, Muliadi hanya akan diam.

***

"Namanya perempuan juga ada batas kesabarannya, Mul. Boleh saja Salmiah beberapa tahun terakhir ini bisa bersabar, setia menunggumu. Tapi kita tidak pernah tahu apakah besok ia masih seperti itu lagi. Yang aku khawatirkan Salmiah akan menikah dengan laki-laki lain," lanjut Faisal pada Muliadi. Mereka masih duduk berdua di teras rumah. Sembari menunggu waktu magrib yang tidak lama lagi akan datang.

"Aku lebih tahu Salmiah orangnya kayak bagiamana daripada kamu, Bung. Dia tidak mungkin mau menghianati cintanya sama aku. Dia tipikal perempuan yang setia dan mencintai apa adanya bukan karena ada apanya. Jika seandainya dia perempuan yang gila harta misalnya. Dari dulu dia tidak bakalan mau punya kekasih sepertiku yang hanya seorang guru honorer. Jadi singkirkan kekhawatiranmu itu, Bung!"

"Kan siapa tahu, Mul. Siapa tahu saja Salmiah menikah dengan laki-laki lain. Hidup itu dinamis, kita tidak pernah tahu pasti, hari esok akan bagaimana."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun