Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pemburu Putri Duyung

20 Juli 2017   08:27 Diperbarui: 20 Juli 2017   09:01 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu tempat itu dipercaya sebagai tempat persinggahan putri duyung. Tatkala putri duyung ingin ke daratan tempat pertama yang akan ia jejaki adalah pantai itu. Konon sudah banyak nelayan menyaksikan putri duyung disana. Ada beberapa dari mereka mencoba menangkap putri duyung. Namun semuanya sia-sia. Jaring belum membungkus putri duyung, namun nyawa mereka sudah sampai ke tenggorokan. Selalu berakhir tragis kehidupan para pemburu putri duyung.

"Putri duyung hanya cerita dongeng. Mereka hanya ada di film-film. Mana ada zaman sekarang makhluk seperti itu" Sampar tampak kesal dengan ajakan Junai. Sudah tiga malam terakhir ini Sampar menemani Junai memburu putri duyung di pantai itu.

Sebenarnya apa motif Junai hingga dia begitu berambisi memburu putri duyung? Padahal ia dikenal sebagai laki-laki yang realistis. Tidak gampang percaya dengan cerita dongeng orang-orang. Legenda batu menangis, asal mula kampung bukit berduri hingga pernikahan Jakatarub dan bidadari, baginya itu semua adalah bualan.

Ia memang sulit percaya akan cerita-cerita legenda zaman dahulu. Bahkan Ia menyangkal kalau candi Borobudur adalah candi bercorak Budha didirikan pada masa dinasti Syailendra. Ia sepakat dengan artikel yang pernah ia baca kalau Borobudur ada kaitannya dengan peninggalan kerajaan nabi Sulaiman. Bukan hanya itu, ia juga mengklaim kalau memang benar Indonesia adalah serpihan peradaban atlantis yang hilang. Namun belakangan ia menaruh rasa penasaran akan cerita orang-orang seputar putri duyung.

Tiga bulan terakhir ini ia rutin menyambangi pantai itu. Apalagi detik-detik saat bulan purnama tiba. Ia akan menghabiskan waktu malamnya di pantai. Sampar selalu ikut serta. Walaupun sebenarnya sudah muak dengan kebiasaan aneh Junai. Tapi disatu sisi dia tak ingin meninggalkan rekannya sendiri menjalankan ekspedisi memburu putri duyung. Walaupun dia menganggap putri duyung hanya cerita dongeng belaka. Tapi dia sedikit percaya cerita orang kalau sudah banyak nelayan pemburu putri duyung meninggal secara tak wajar. Dan dia tak ingin Junai seperti itu.

"Entah sampai kapan kita akan menggeluti pekerjaan bodoh ini. Sudah tiga bulan loh, hasilnya apa? Jangankan bertemu putri duyung, melihat tanda-tandanya saja tak pernah. Dengar ya Jun! Kalaupun dulu putri duyung memang ada pasti sekarang sudah bakalan punah" kata Sampar sambil membakar onggokan kayu. Sedangkan Junai masih asyik menikmati rokoknya duduk di bibir tenda. Sorot matanya mengarah ke laut berharap ada ombak ganas yang sudi membawa putri duyung ke pinggir pantai. Dia sama sekali enggan menggubris gerutu Sampar.

"Ada baiknya niatmu ini kau urungkan. Kita tidak akan pernah bisa menangkap putri duyung" lanjut Sampar.

Bagi Junai, malam ini Sampar sungguh menjengkelkan. Dia tak henti-hentinya menggerutu.

Malam semakin larut, dinginnya angin malam menembus tulang-tulang. Jaket tebal yang dikenakan Sampar tak begitu bisa menolongnya dari sengatan angin malam. Dia masih terlihat kedinginan. Walaupun di hadapannya ada api yang menjilat onggokan kayu.

"Kata orang, biasanya kalau dinginnya malam seperti ini itu pertanda kalau putri duyung sebentar lagi muncul ke permukaan laut" kata Junai.

"Kemarin-kemarin juga dinginnya seperti ini. Ujung-ujungnya kita tak menemukannya. Atau mungkin disini memang bukan tempatnya putri duyung. Bisa jadi diujung sana, atau di pulau itu"

"Konon para nelayan pernah melihat putri duyung di sekitaran tempat ini"

"Tapi itu dulu Jun. Sekarang zaman sudah beda. Kalaupun itu ada benarnya. Mungkin putri duyungnya sudah migrasi ke benua Afrika atau Amerika" Junai sedikit kesal mendengar tuturan Sampar. Seperti ia ingin sekali menggampar mulutnya biar tidak banyak ngomong lagi.

"Kalau memangnya kau tak suka dengan perburuan ini, mending kau pulang saja"

"Bukan begitu Jun, hanya saja saya tidak ingin kita terlarut-larut melakukan pekerjaan yang sia-sia. Bagaimana nantinya anggapan orang-orang jika kita selalu bergelut ekspedisi gila ini. Bahkan kuat dugaanku, Meiji tak menerima cintamu tempo hari lantaran semua ini"

"Ah, itu hanya spekulasimu saja. Tidak ada kaitannya alasan Meiji menolakku lantaran perburuan putri duyung" Ucap Junai berbohong. Sejujurnya memang itulah alasan Meiji mengabaikan cinta Junai, sebagaimana sangkaan Sampar.

Kala itu matahari senja yang indah menghiasi kaki langit. Di tepi dermaga Junai dan Meiji duduk bersama layaknya sepasang kekasih. Perahu nelayan sudah diikat erat, ada juga beberapa nelayan yang baru melepaskan perahunya kelaut. Sekelompok anak laki-laki tertawa riang usai berenang dilaut.

Sebentar lagi senja akan menjemput malam. Namun Junai hanya bisa bergeming sembari menatap wajah manis Meiji. Tak tahu dia harus memulainya dari mana.

"Apa yang ingin kau katakan padaku?" tampak Meiji kesal melihat Junai hanya bisa diam. Sepuluh menit berlalu belum ada satu huruf pun yang terlontar dari mulutnya.

"Mei, aku tak tahu harus memulainya dari mana, dan juga tak tahu sejak kapan aku mulai merasakannya" Junai terdiam sejenak. Dia benar-benar grogi. Meiji menatapnya seraya menunggu apa yang selanjutnya hendak dia ucapkan.

"Disatu sisi aku malu mengatakan ini padamu dan disisi lain aku tak kuat menyembunyikan ini semua"

Junai menarik nafas dalam-dalam.

"Mei, Aku mencintaimu. Aku ingin menjadi pacarmu"

Mei terkejut mendengar pengakuan Junai. Dia tidak langsung menjawab. Kembali ia mengalihkan pandangannya ke matahari senja yang sebentar lagi akan bersembunyi pada cakrawala.

"Kalaupun kau tak bisa menjawab sekarang. Aku akan selalu siap menunggumu"

"Bukan begitu Jun. Sebenarnya aku juga mencintaimu. Tapi aku tak suka jika kamu terus menjadi pemburu putri duyung. Terus terang saja aku tidaklah ingin punya pacar seperti itu. Dan juga walaupun kita saling mencintai, selamanya kita tidak akan bisa bersama. Dunia kita berbeda. Aku dan kamu juga berbeda"

Singkat padat dan jelas balasan Meiji. Junai hanya bisa tertunduk mencoba lapang dada. Ternyata keindahan senja di hari itu, tidak seindah balasan cintanya dari Meiji.

Sebenarnya Junai ingin menghentikan hobi gilanya itu sebagai pemburu putri duyung. Walaupun begitu tak mungkin Meiji akan berubah pikiran untuk menerima cintanya. Sekali Meiji bilang A selamnya akan tetap A. Dia amat konsisten dengan ucapannya. Itulah yang menjadi salah satu dari sekian banyak alasan mengapa Junai mengagumi Meiji.

Jikapun Junai disuruh memilih antara menjadi kekasih Meiji atau pemburu putri duyung. Dia akan tetap memilih menjadi pemburu putri duyung. Walaupun cintanya pada Meiji seperti tumpukan jerami memenuhi bangsal. Dia amat penasaran dengan putri duyung dan sangat mendambakan kelak nanti dia berhasil menangkapnya.

Awalnya sama saja dengan Sampar, dia enggang percaya kalau putri duyung itu ada. Namun setelah dia memperoleh ilham melalui mimpi entah itu mimpi dari Tuhan atau hanya permainan setan belaka. Dalam mimpinya dia mendapati sosok putri duyung. Awalnya dia membuntuti seorang wanita berjalan ke bibir pantai. Kemudian wanita itu menceburkan diri kedalam laut. Karena penasaran Junai juga ikut menyelam. Apa yang dia lihat? Wanita itu tiba-tiba menjadi putri duyung. Wanita itu menyelam sejauh mungkin ke dasar laut, Junai terus mengikutinya. Dia memasuki sebuah istana indah dan megah didasar laut. Sebenarnya Junai ingin terus mengikutinya. Namun semburat mentari pagi menyelinap di jendela kamarnya. Dengan terpaksa mimpi itu berakhir.

Aneh memang, mimpi itu membuatnya bertanya-tanya. Makin penasarannya lagi setelah mimpi itu dia ceritakan ke beberapa orang nelayan. Mereka membenarkan kalau putri duyung memang ada. Dan nenek moyang mereka yang juga nelayan sering melihat putri duyung di bibir pantai saat bulan purnama menerangi malam cahayanya memantul di lautan. Mereka juga berkesimpulan kalau bisa saja suatu hari nanti Junai melihat putri duyung seperti dalam mimpinya.

Karena cerita itulah sehingga Junai sangat berambisi untuk bisa menemukan putri duyung.

***

Sebentar lagi cahaya fajar menyelinap dalam gelapnya malam yang pekat. Junai masih terjaga sembari sorot matanya tetap siaga menangkap kejadian-kejadian aneh yang mungkin terjadi di sekelilingnya. Sudah ada belasan puntung rokok berkeliaran di atas pasir. Sudah empat gelas kopi yang dia mampuskan. Sampar beberapa menit yang lalu memutuskan untuk tidur. Tampaknya dia mulai jenuh menanti kedatangan putri duyung yang tak datang-datang. Suara dengkusnya memberikan irama tersendiri ditengah-tengah sunyinya malam. Berkolaborasi dengan suara ombak yang mendayu-dayu.

Dari kejauhan beberapa perahu nelayan sebentar lagi mendarat di bibir pantai. Junai kadang juga bosan dalam penantian seperti ini. Sejauh ini belum juga ada tanda-tanda putri duyung akan muncul. Padahal sudah banyak waktu yang dia habiskan hanya untuk menuntaskan ambisinya, hanya ingin membuktikan kebenaran mimpinya dan cerita orang-orang tentang putri duyung.

Semenjak cintanya ditolak dia jarang komunikasi dengan Meiji lagi. Hanya sesekali ia berpapasan di jalan, itu pun cuma saling melempar senyum. Walaupun begitu tapi selamanya ia akan selalu mengagumi Meiji. Setelah ia hengkang berburu putri duyung nantinya. Junai ingin sekali lagi mengungkapkan cintanya pada Meiji.

Meiji sosok primadona di kampung itu. Banyak laki-laki menaruh hati padanya. Tapi dia bukanlah tipikal perempuan yang mudah dijinakkan. Sudah banyak dari mereka yang mencoba melabuhkan isi hatinya pada Meiji. Selalu dan selamanya Meiji menolak dengan dalih kalau dunia antara dia dan mereka berbeda.

Laki-laki terakhir yang mencoba mencari peruntungan mendekatinya adalah Junai. Memang hanya Junai yang dia cintai tapi tetap saja dia enggan menjadikan kekasihnya. Lebih-lebih setelah dia tahu Junai laki-laki pemburu putri duyung.

Samar-samar suara tarhim di surau terdengar. Menandakan waktu subuh segera tiba. Sampar terbangun dari tidurnya, langsung mengucek kedua matanya. Di depannya Junai masih setia memandangi lautan luas. Tidak pernah beranjak dari tempatnya satu malam penuh.

"Apa putri duyung sudah tertangkap?" tanya sampar bermalas-malasan. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu jawabannya. Junai hanya menggeleng.

"Ah, putri duyung itu hanya cerita dongeng tak ada didunia nyata"

"Terserah kamu mau beranggapan bagaimana. Selamanya aku tidak akan berhenti dari perburuan ini sebelum kedua tangan ini menangkap putri duyung"

"Makin hari kamu makin aneh saja Jun. Setahu aku, kamu itu orangnya tidak gampang percaya sama dongeng. Cerita Nyi roro kidul yang mendiami pantai selatan kamu bantah. Bagaimana bisa kamu amat percaya kalau putri duyung itu ada?"

Junai hanya terdiam. Dia enggan meladeni celoteh Sampar. Dia sadar semakin dia membalas gerutunya maka akan semakin menjadi-jadi cerewetnya. Terkadang diam memang pilihan tepat dari suatu permasalahan yang ada.

"Aku yakin sekali, andaikan kau menghentikan perburuan ini Meiji tak segan-segan menjadikan kau kekasihnya. Sayangnya kau enggang menyudahinya. Perempuan mana pun di dunia ini tak akan sudi punya pacar pemburu putri duyung sepertimu"

Junai tetap bergeming. Tidak sepata kata pun dia balas celoteh Sampar. Hingga waktu pagi tiba dia menyudahi perburuannya yang selalu berakhir sia-sia.

***

Senja dihari Sabtu memang indah. Cahaya matahari memantul dilaut mengenai Junai yang tengah sendiri di tepi dermaga. Malam nanti purnama akan kembali menghiasi langit. Tentu dia tidak ingin kembali gagal menemukan putri duyung.

Tidak banyak orang yang menikmati senja Sabtu ini. Mungkin para kawula muda yang memiliki kekasih sedang sibuk mengatur agenda malam minggunya. Tidak tampak lagi anak laki-laki mandi dilaut. Hanya ada perahu nelayan terparkir di bibir pantai. Terasa senja kali ini hanya milik Junai seorang.

"Aku ingin malam ini kau tidak berburu putri duyung lagi"

Junai mencari-cari asal suara itu. Di belakangnya Meiji berjalan menghampirinya, kemudian ia duduk tepat di samping Junai. Posisi mereka persis waktu Junai mengungkapkan cintanya pada Meiji.

"Kamu bisa kan melewati satu purnama tanpa harus berburu putri duyung?" Meiji memandang wajah Junai.

Junai tak habis pikir, kenapa Meiji tiba-tiba saja memintanya untuk menghentikan perburuannya malam nanti.

"Aku mencintaimu Junai, dan inilah permintaan pertamaku sebagai perempuan yang benar-benar mencintaimu. Untukku, lewatkanlah purnama malam nanti tanpa berburu putri duyung!"

Meiji makin membuatnya bingung. Belum juga ia berucap. Kembali Meiji mendahuluinya.

"Aku ingin kau tidak bertanya mengapa. Patuhi saja apa yang aku minta. Ini untuk kebaikanmu semata"

Hanya itu yang disampaikan Meiji. Dia meninggalkan Junai sendirian bermain-main dengan senja. Pertemuan singkat itu, berhasil membuat pikirannya awut-awutan. Timbul pertanyaan dalam benaknya mengapa Meiji tiba-tiba memintanya seperti itu? Itu sedikit aneh bukan? Atau ada sesuatu yang Meiji sembunyikan dari Junai?

Bulan purnama sempurna menggantung di langit. Sinarannya menghibur malam. Awalnya Junai memutuskan untuk tidak berburu malam ini. Ada baiknya dia mematuhi seruan Meiji. Apalagi Meiji adalah perempuan yang dia cintai.

Namun malam ini Junai tak bisa tenang, dia amat gelisah. Bisa saja purnama kali ini putri duyung benar-benar muncul di permukaan laut. Dan dia tak ingin melewatkan itu. Malam sudah semakin larut, dia memutuskan untuk ke laut. Mengabaikan seruan Meiji senja tadi. Intuisinya berbicara kalau dia akan menemukan putri duyung malam ini.

Dari kejauhan dia melihat Meiji berjalan mengarah ke pantai. Sontak ia mengikutinya. Jangan-jangan ini semua ada kaitannya sehingga Meiji memintanya untuk tidak berburu malam ini. Begitulah firasat Junai. Masih dalam pantauan Junai, tatkala Meiji berada di bibir pantai. Dia melelehkan pandangannya ke sekelilingnya berharap tak ada seorang pun melihatnya. Meiji menceburkan diri ke dalam laut. Junai melihat dengan mata kepalanya sendiri Meiji perempuan yang paling dia cintai berubah menjadi putri duyung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun