Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pemburu Putri Duyung

20 Juli 2017   08:27 Diperbarui: 20 Juli 2017   09:01 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebentar lagi cahaya fajar menyelinap dalam gelapnya malam yang pekat. Junai masih terjaga sembari sorot matanya tetap siaga menangkap kejadian-kejadian aneh yang mungkin terjadi di sekelilingnya. Sudah ada belasan puntung rokok berkeliaran di atas pasir. Sudah empat gelas kopi yang dia mampuskan. Sampar beberapa menit yang lalu memutuskan untuk tidur. Tampaknya dia mulai jenuh menanti kedatangan putri duyung yang tak datang-datang. Suara dengkusnya memberikan irama tersendiri ditengah-tengah sunyinya malam. Berkolaborasi dengan suara ombak yang mendayu-dayu.

Dari kejauhan beberapa perahu nelayan sebentar lagi mendarat di bibir pantai. Junai kadang juga bosan dalam penantian seperti ini. Sejauh ini belum juga ada tanda-tanda putri duyung akan muncul. Padahal sudah banyak waktu yang dia habiskan hanya untuk menuntaskan ambisinya, hanya ingin membuktikan kebenaran mimpinya dan cerita orang-orang tentang putri duyung.

Semenjak cintanya ditolak dia jarang komunikasi dengan Meiji lagi. Hanya sesekali ia berpapasan di jalan, itu pun cuma saling melempar senyum. Walaupun begitu tapi selamanya ia akan selalu mengagumi Meiji. Setelah ia hengkang berburu putri duyung nantinya. Junai ingin sekali lagi mengungkapkan cintanya pada Meiji.

Meiji sosok primadona di kampung itu. Banyak laki-laki menaruh hati padanya. Tapi dia bukanlah tipikal perempuan yang mudah dijinakkan. Sudah banyak dari mereka yang mencoba melabuhkan isi hatinya pada Meiji. Selalu dan selamanya Meiji menolak dengan dalih kalau dunia antara dia dan mereka berbeda.

Laki-laki terakhir yang mencoba mencari peruntungan mendekatinya adalah Junai. Memang hanya Junai yang dia cintai tapi tetap saja dia enggan menjadikan kekasihnya. Lebih-lebih setelah dia tahu Junai laki-laki pemburu putri duyung.

Samar-samar suara tarhim di surau terdengar. Menandakan waktu subuh segera tiba. Sampar terbangun dari tidurnya, langsung mengucek kedua matanya. Di depannya Junai masih setia memandangi lautan luas. Tidak pernah beranjak dari tempatnya satu malam penuh.

"Apa putri duyung sudah tertangkap?" tanya sampar bermalas-malasan. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu jawabannya. Junai hanya menggeleng.

"Ah, putri duyung itu hanya cerita dongeng tak ada didunia nyata"

"Terserah kamu mau beranggapan bagaimana. Selamanya aku tidak akan berhenti dari perburuan ini sebelum kedua tangan ini menangkap putri duyung"

"Makin hari kamu makin aneh saja Jun. Setahu aku, kamu itu orangnya tidak gampang percaya sama dongeng. Cerita Nyi roro kidul yang mendiami pantai selatan kamu bantah. Bagaimana bisa kamu amat percaya kalau putri duyung itu ada?"

Junai hanya terdiam. Dia enggan meladeni celoteh Sampar. Dia sadar semakin dia membalas gerutunya maka akan semakin menjadi-jadi cerewetnya. Terkadang diam memang pilihan tepat dari suatu permasalahan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun