Mohon tunggu...
KUR aSRI
KUR aSRI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulislah untuk berbagi kebaikan dan kebahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Putaran Rasa

7 Desember 2022   21:30 Diperbarui: 7 Desember 2022   21:58 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Putaran Rasa

By: Kur Asriatun 

Banyuwangi,  7 Desember 2022

===

Memandangmu membuat shock dan menyisakan sesal tiada berujung. Ternyata Sang waktu mampu mengubah karakter insan menjadi berubah tiga ratus enam puluh derajat.

"Apa yang dirasakan, Ibu? " Tanyamu membuatku gelagapan. 

"Susah tidur, tenggorokan sakit, kadang batuk terus menerus. " Jawabku disusul batuk tanpa bisa kutahan.

Kulihat dirimu sedang sibuk mencatat. Benar!Engkau sama sekali tak mengingatku. 

Ha! Seharusnya aku bersyukur, Namun mengapa seperti ada lubang kosong yang menganga dan hampa menyelimuti  benakku. 

"Ibu.. Alika?! " Bukan pertanyaan tetapi sebuah keheranan yang keluar dari bibirmu. 

Wajahmu kaget dan serta merta menatapku dengan pandangan menyelidik. 

Aku mengangguk lemah. Tak ada gunanya aku mengelak. 

Pertemuan ini mungkin adalah titik balik hubungan kami. 

Senyap! 

Tak ada suara setelah suaramu menyebut namaku. 

Kutunggu ucapanmu selanjutnya seperti pesakitan yang menunggu hukuman.

Dengan kasar kertas resep itu kau robek dan menyerahkannya padaku. 

Kukira kau akan marah padaku. Namun ternyata kau hanya diam setelah menguasai keadaan. 

Entahlah! 

Apa yang kuharapkan? Mengharap dirimu akan memohon cinta padaku? Cinta yang mungkin telah padam setelah tujuh tahun perpisahan kita. 

Atau akulah yang seharusnya menangis dan memohon padanya? Untuk kembali menawarkan cinta padaku? Cinta yang pernah kutolak mati matian untuk cinta lain yang nyatanya palsu dan menyakitkan. 

Bagai robot aku bergerak dan berlalu menuju ruang penebusan obat. 

Tak lama kemudian,  obat kuterima. 

Sungguh aku tak menyangka engkau sekarang sukses menjadi dokter.

Wajahmu semakin matang dan penuh wibawa. Bukan lagi Rino yang cengengesan dan tak pernah serius. 

Ku hembuskan nafas kuat -kuat saat berada diluar klinik. 

Saatnya pulang kembali pada kenyataan. Rino bukan lagi cowok bucin yang selalu mengharapkan cintaku. 

Mungkin kini kau sudah beristri. Aku menertawakan harapanku sendiri. 

Haloo... ! Bangun dari mimpi... ! Ejek suara hatiku. 

Tiba ditempat parkir, tetiba tangan kokoh menggamit tanganku. Hampir saja aku menjerit ketika kusadari kau telah berdiri dihadapanku. 

Mata itu masih sama, penuh cinta dan harapan menatapku. Rino berdiri gagah dengan jas putih berkibar mengagumkan. 

Apakah aku bermimpi? Ataukah Tuhan kini mengabulkan doaku, untuk mengirimkan seseorang yang mencintaiku tanpa syarat.

Pelukan itu begitu melenakan. Jika ini mimpi aku ingin tidur tanpa terbangun lagi. 

"Rino... !"

"St..  St... ! Jangan bicara! " Katamu seolah mengerti penyesalanku. 

Kami berlalu meninggalkan klinik dengan rasa yang bercampur aduk. 

Ceritamu, engkau datang kembali kekota ini untuk mencariku. 

Penampilanku yang sangat berbeda membuatmu tak lagi mengenaliku. 

" Kenapa? Aku jadi jelek sekarang? " Tanyaku merajuk. 

"Bukan, hanya tampak kusam, tetapi aku akan membuatmu kembali bersinar. " Katamu tegas dan penuh keyakinan. 

Duhai Tuhan... Terimakasih telah Kau kirimkan dia kembali padaku. Ucapku dalam hati dengan segunung asa dan bunga bahagia. 

==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun