Aku mengangguk lemah. Tak ada gunanya aku mengelak.Â
Pertemuan ini mungkin adalah titik balik hubungan kami.Â
Senyap!Â
Tak ada suara setelah suaramu menyebut namaku.Â
Kutunggu ucapanmu selanjutnya seperti pesakitan yang menunggu hukuman.
Dengan kasar kertas resep itu kau robek dan menyerahkannya padaku.Â
Kukira kau akan marah padaku. Namun ternyata kau hanya diam setelah menguasai keadaan.Â
Entahlah!Â
Apa yang kuharapkan? Mengharap dirimu akan memohon cinta padaku? Cinta yang mungkin telah padam setelah tujuh tahun perpisahan kita.Â
Atau akulah yang seharusnya menangis dan memohon padanya? Untuk kembali menawarkan cinta padaku? Cinta yang pernah kutolak mati matian untuk cinta lain yang nyatanya palsu dan menyakitkan.Â
Bagai robot aku bergerak dan berlalu menuju ruang penebusan obat.Â