"Taukah kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena engkau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari", "Orang boleh pandai setinggi langit namun ketika dia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat, menulis adalah bekerja untuk keabadian". Dua ajakan dari Pramoedya Ananta Toer sering berkeliaran dalam benak saya, setiap apa yang saya lewati dan alami, ajakan itu seolah dibisikan pelan namun menancap dalam ingatan.
Kelas Menulis yang diadakan oleh Eklesia Prodaksen merupakan sebuah ajakan mengabadi seperti apa yang dikatakan Pram, sudah dua kali Ekpro (Eklesia Prodaksen) mengadakan Kelas Menulis namun saya sendiri sangat menyesal tidak dapat menghadiri dua kelas yang pernah diadakan sebelumnya.
Di Kelas Menulis#3 bersama Pak Purnowo Junarso selaku Pemimpin Redaksi Majalah Berkat adalah satu momen yang luar biasa dimana 60 orang hadir dan sadar bahwa menulis itu penting. Kedua momen ini juga sebuah kesempatan berharga saya bertemu langsung dengan Pemimpin Redaksi dimana 2 tulisan sederhana saya diijinkan terbit di dua edisi majalah Berkat, tentunya berkat kemurahan Pemimpin Redaksi juga. Ketiga menulis bukan hanya penting, jauh daripada penting menulis adalah usaha mengaksara suara agar tidak menguap dan menjadikannya melekat abadi.
Otak terbatas, membaca menembus batas, menulis membuatmu tak terbatas.(Rivaldi Anjar Saputra, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang)
Membuka kran literasi melalui narasi. Menulis tidak pernah menjadi hal yang remeh, meskipun sebenarnya adalah sederhana. Rangkaian kata yang terurai menjadi untaian makna dari berbagai peristiwa. Tidak pernah remeh, meskipun sederhana.
Minggu pagi itu, tepat 1 minggu setelah kegiatan lain yang tidak kalah tebal dalam menggoreskan makna. Terjadi sebuah reuni singkat, karena salah satu sahabat yang akan berangkat pulang. Namun di reuni singkat tersebut pula sahabat tersebut mengisi bekalnya di penghujung ceritanya di Malang. Kelas Menulis #3 ini membekalinya sebelum ia kembali ke kampung halaman.
Belajar menulis itu mudah, menuangkannya menjadi nyata itu yang penuh lembah. Bagi kami, orang yang bahkan menulis buku diary saja hampir tidak pernah, Kelas Menulis ini menolong kami. Banyak tips-tips yang kami dapatkan untuk menuangkan ide kreativitas kami melalui literasi. Tidak hanya tips, tapi juga ilmu-ilmu dasar untuk memulai diri menjadi penulis amatir, dimulai di kelas ini. Kelas yang singkat padat meskipun juga cenderung membosankan, namun dengan bekal yang ditawarkan kami seakan mendapat cukup porsi untuk mulai "menggodok" kata demi kata yang melintasi pikiran ini. Hal membosankan tersebut tidak lepas dari fakta bahwa MC sedang mengantuk berat karena semalaman begadang menemani"peserta reuni" menikmati suasana malam Kota Malang. Tak apalah, kantuk tersebut dapat menjadi bumbu dalam narasi ini.
Mengembangkan ide yang selama ini terkekang, menjadi hal yang asyik selepas kelas berakhir. Berminggu-minggu setelah kelas usai, barulah tulisan ini lahir. Keberanian, menjadi hal pertama bagi penulis untuk menemukannya. Ide-ide yang berseliweran, ditambah rasa gatal untuk ibu jari ini bergerak diatas papan ketik android karena panggilan menjadi komentator pun menambah gairah. Dan boom, satu buah tulisan pun lahir. Ia tidak rupawan, tidak juga menawan, namun ia adalah buah hasil perkawinan, antara momen dan keberanian.
Tulisan ini menjadi awal perjalanan, yang tak tahu hingga kapan akan bertahan. Berawal dari minggu pagi lewat sepekan dari awal pertemuan, Kelas Menulis telah banyak memberikan pelajaran. Diujung perjalanan seorang kawan, meskipun sesaat sebelum kepulangan. (Mabriantama, KPR GKI BRomo, Malang, 9 Mei 2017, Diatas kereta api Penataran)
Pada awal April 2017 lalu, Saya lupa tepatnya, diselenggarakan Kelas Menulis #3 di GKI Kebonagung. Beberapa waktu sebelumnya Saya tertarik dengan kegiatan pelatihan menulis ini. Namun baru pada seri ketiga ini , Saya berhasil memaksakan diri untuk mengikutinya. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Eklesia Prodaksen dan GKI Kebonagung kali ini menghadirkan Pak Purnowo Junarso dari Majalah Berkat. Acara ini dihadiri oleh banyak orang dari berbagai pihak. Saya lupa tepatnya berapa orang, padahal sempat melihat daftar hadirnya.
Diawali dengan sejarah singkat Majalah Berkat sampai bagaimana cara tulisan kita dapat diterima Media Massa. Sungguh Saya lupa dengan sebagian besar materi yang disampaikan. Saya juga tidak menyangka materinya cukup lengkap. Untungnya Pak John (begitulah panggilan akrabnya Pak Purnowo Junarso) berbaik hati berbagi file materi Kelas Menulis #3 kali ini.