Resensi Buku
Judul: Identitas Hibrid Orang Cina
Penulis:Darwin Darmawan
Cetakan pertama: Juni 2014
Tebal: xx + 202 halaman
ISBN:978-602-14913-4-8
Penerbit:
Gading Publishing, Yogyakarta
CINA, Kristen dan Keindonesiaan kembali menjadi topik yang mencuat dan ramai diperbincangkan hari-hari ini. Sosok Basuki Tjahaja Purnama dan Pilkada DKI Jakarta menjadi bahasan yang memikat banyak orang.Buku ini merupakan tesis S2 Darwin Darmawan yang diajukan di Program Studi Kajian Lintas Agama dan Budaya Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada tahun 2012. Darwin Darmawan adalah Pendeta GKI, aktif dalam membangun relasi gereja dengan gereja serta gereja dengan masyarakat. Dia terlibat sebagai pengurus di Badan Sosial Lintas Agama (BASOLA) di Bogor.
Darwin Darmawan membagi kajian dalam bukunya dalam 5 bab. Masing-masing: Pendahuluan, GKI Perniagaan dalam konteks Sejarah Jakarta, Orang Cina Indonesia, Arti menjadi orang Cina Indonesia Kristen, Hidup bersama dalam perbedaan.
Kajian terhadap orang Cina Indonesia Kristen dengan subyek penelitian GKI, sudah dilakukan oleh Handi Hadiwitanto dan Natan Setiabudi. Hadiwitanto, melalui tesisnya Berani Melawan Rasa Takut: Suatu Upaya Menggali dan Membangun Teologi Politik Gereja Kristen Indonesia (2002), membuktikan bahwa di balik sikap resmi GKI yang diam terhadap masalah sosial politik dan perjuangan politik sebagian umat Islam yang hendak mendirikan Negara berdasar syariat Islam, sebenarnya ada sebuah teologi atau penghayatan iman yang belum terartikulasikan.(hal.17).
Natan Setiabudi dalam disertasinya, The Christian Chinese Minority in Indonesia, with special reference to Gereja Kristen Indonesia: A Sociological and Theological Analysis (1995) menunjukan bahwa GKI dibangun dari 3 lapisan: kecinaan, keindonesiaan dan Calvinisme Belanda. Setiabudhi, dengan meminjam teori Weber, Geertz dan Stackhouse, memilih beberapa tema dan peristiwa dalam sejarah GKI untuk dianalisa dan kemudian dipakai untuk membuktikan kebenaran hipotesanya.
Buku Identitas Hibrid Orang Cina, berpijak pada pandangan Natan Setiabudi terhadap kecinaan, keindonesiaan dan kekristenan sebagai tiga hal yang membangun GKI. Tetapi berbeda dalam melihat identitas orang Cina Kristen yang seakan-akan sudah berhenti, yaitu mengalami relativisasi kecinaan dan pluralisme etnik sehingga GKI kini lebih "Indonesia". Darwin Darmawan memilih melihat GKI dengan kacamata hibrid, yang mana kecinaan, keindonesiaan dan kekristenan adalah tiga agensi yang saling bernegosiasi dan mengalami ketegangan tanpa henti.
GKI Perniagaan adalah tempat yang tepat untuk penelitian Darwin Darmawan. Pertama, GKI Perniagaan sudah hadir lebih dari 140 tahun. Dengan usia yang demikian lama, sudah tentu gereja ini mengalamai kekayaan sejarah bersama bangsa Indonesia dan bersama orang-orang beretnis Cina dan orang Kristen.
Kedua, lokasinya yang ada di jalan Perniagaan adalah lokasi yang relatif eksklusif karena dihuni oleh mayoritas etnis Cina.Eksklusifitas ini sudah terbangun sejak zaman penjajah Belanda, sebab Belanda memang melakukan segregasi tempat tinggal antar etnis Cina dengan etnis lain di luar Cina. Saat ini lokasi tersebut adalah salah satu pusat ekonomi dan bisnis yang ditinggali oleh oleh mayoritas etnis Cina. Ini menguatkan stereotype mengenai etnis Cina Indonesia yang menguasai ekonomi walau jumlah mereka minoritas. Keadaan ini juga yang (mungkin) membuat lokasi mereka menjadi salah satu sasaran penjarahan massa ketika peristiwa Mei 1998. Konteks mereka yang demikian, tentu menjadi ruang yang subur bagi kekristenan, kecinaan dan keindonesiaan berkontestasi dan bernegoisasi untuk membentuk identitas mereka yang hybrid. (hal.35).
Buku yang sangat menarik.
Abdul Malik
Kebonagung, 6 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H