Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Identitas Hibrid Orang Cina

13 Januari 2018   09:34 Diperbarui: 18 Januari 2018   08:12 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi.

Natan Setiabudi dalam disertasinya, The Christian Chinese Minority in Indonesia, with special reference to Gereja Kristen Indonesia: A Sociological and Theological Analysis (1995) menunjukan bahwa GKI dibangun dari 3 lapisan: kecinaan, keindonesiaan dan Calvinisme Belanda. Setiabudhi, dengan meminjam teori Weber, Geertz dan Stackhouse, memilih beberapa tema dan peristiwa dalam sejarah GKI untuk dianalisa dan kemudian dipakai untuk membuktikan kebenaran hipotesanya.

Buku Identitas Hibrid Orang Cina, berpijak pada pandangan Natan Setiabudi terhadap kecinaan, keindonesiaan dan kekristenan sebagai tiga hal yang membangun GKI. Tetapi berbeda dalam melihat identitas orang Cina Kristen yang seakan-akan sudah berhenti, yaitu mengalami relativisasi kecinaan dan pluralisme etnik sehingga GKI kini lebih "Indonesia". Darwin Darmawan memilih melihat GKI dengan kacamata hibrid, yang mana kecinaan, keindonesiaan dan kekristenan adalah tiga agensi yang saling bernegosiasi dan mengalami ketegangan tanpa henti.

GKI Perniagaan adalah tempat yang tepat untuk penelitian Darwin Darmawan. Pertama, GKI Perniagaan sudah hadir lebih dari 140 tahun. Dengan usia yang demikian lama, sudah tentu gereja ini mengalamai kekayaan sejarah bersama bangsa Indonesia dan bersama orang-orang beretnis Cina dan orang Kristen.

Kedua, lokasinya yang ada di jalan Perniagaan adalah lokasi yang relatif eksklusif karena dihuni oleh mayoritas etnis Cina.Eksklusifitas ini sudah terbangun sejak zaman penjajah Belanda, sebab Belanda memang melakukan segregasi tempat tinggal antar etnis Cina dengan etnis lain di luar Cina. Saat ini lokasi tersebut adalah salah satu pusat ekonomi dan bisnis yang ditinggali oleh oleh mayoritas etnis Cina. Ini menguatkan stereotype mengenai etnis Cina Indonesia yang menguasai ekonomi walau jumlah mereka minoritas. Keadaan ini juga yang (mungkin) membuat lokasi mereka menjadi salah satu sasaran penjarahan massa ketika peristiwa Mei 1998. Konteks mereka yang demikian, tentu menjadi ruang yang subur bagi kekristenan, kecinaan dan keindonesiaan berkontestasi dan bernegoisasi untuk membentuk identitas mereka yang hybrid. (hal.35).

Buku yang sangat menarik.

Abdul Malik

Kebonagung, 6 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun