Demikian pula komunitas Anak Seribu Pulau yang lahir pada 1999, juga digerakkan oleh Wijaya, Agung Crotte, dan Juwadi. Art Ecology adalah konsep mereka. Kayu-kayu kecil yang selama ini dianggap sampah dan berserakan di jalan-jalan, mereka manfaatkan sebagai bahan berkreasi-cipta, seperti mengikirnya menjadi manik-manik, gantungan kunci, patung-patung kecil, dll. Dengan seni cukil kayu ini, pada 2005, mereka menggelar Forest Art Festival. Kegiatan ini didukung Imam Bocax yang berkarya seni dengan memberdayakan lidi aren. Tahun 2006, beberapa anggota Anak Seribu Pulau, diikut-sertakan oleh Imam Bocax ke Australia sebagai peserta dalam semacam workshop pemberdayaan hutan dan seni kriya.
Mereka-mereka inilah sayap-sayap Pram di Blora dan sekitarnya. Sepercik warisan dari Pram bahwa bumi manusia menjadi tanggung jawab bersama untuk dijaga, dipertahankan, dan diperjuangkan demi menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Selamat berkarya dan bergerak kawan-kawan! Pena dan gunting Pram bersama kalian…
Jombang, 11-14 Februari 2009
*tulisan ini dipublikasikan (kembali) untuk mengenang alm.Fahrudin Nasruuloh yang telah berpulang 30 Mei 2013.Rest in Peace.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H