Jika kedua kromosom X pada perempuan tetap aktif, maka akan ada kelebihan materi genetik, yang dapat menimbulkan efek dari protein berlebih. Down syndrome, misalnya, adalah hasil dari kehadiran tambahan salinan kromosom 21.
Sel 42 dari ibu yang memiliki setidaknya dua anak gay, mereka menemukan bahwa sekitar seperempat dari perempuan dalam kelompok ini menunjukkan sesuatu yang berbeda.
“Setiap sel dalam tubuh para ibu itu menyebabkan ketidak-aktifan pada kromosom X yang sama,” Bocklandt. Sebaliknya, pada ibu yang tidak memiliki anak gay dan yang hanya mempunyai satu anak gay, tidak memilki sifat tersebut.
“Kami berpikir bahwa ada satu atau lebih gen pada kromosom X yang memiliki efek pada orientasi seksual,” kata Bocklandt.
Bocklandt juga terlibat dalam studi sebelumnya pada genom manusia laki-laki yang memiliki dua atau lebih saudara gay. Para peneliti menemukan bentangan identik DNA pada tiga kromosom—7, 8 dan 10—yang dimiliki oleh sekitar 60 persen dari saudara gay.
Hasil dari dua studi ini menunjukkan bahwa ada beberapa faktor genetik yang terlibat dalam menentukan orientasi seksual seseorang dan mungkin hal tersebut berbeda tergantung pada masing-masing individu.
Kebanyakan peneliti sekarang berpikir bahwa tidak ada gen gay tunggal yang mengendalikan apakah seseorang adalah homoseksual atau tidak. Sebaliknya, itu adalah pengaruh beberapa gen, dikombinasikan dengan pengaruh lingkungan, yang pada akhirnya menentukan apakah seseorang adalah gay.
Adapun soal punah atau tidaknya manusia gara-gara homoseksual, itu sama sekali omong kosong. Bahkan ilmuwan lain berpendapat bahwa, perempuan heteroseksual yang bersaudara dengan lelaki homoseksual justru lebih subur dalam reproduksi ketimbang yang memiliki saudara laki-laki heteroseksual. Artinya, dalam skenario reproduksi, potensi mereka untuk melahirkan banyak anak justru lebih unggul.
Homoseksualitas dan Kejahatan Seksual
Berita mengejutkan datang dari Brunei Darussalaam, yaitu hukum rajam bagi pelaku homoseksual. Adapun di negara Eropa sendiri, seperti Rusia, atau di negara-negara seperti Uganda dan Suriah yang masih belum menerima keberadaan LGBT. Sedangkan beberapa waktu lalu kongres Amerika Serikat telah menyetujui legalitas pernikahan sesama jenis. Bahkan di Prancis lebih progressif dengan adanya masjid yang dikhususkan bagi kaum gay.
Kita perlu memperjelas definisi kita. Ketika membicarakan pelecehan seksual dan penganiayaan anak-anak, sering ada konflik terminologi. Salah satu peneliti yang sering dikutip pada topik homoseksualitas dan penganiayaan anak, Gregory Herek, seorang psikolog di University of California, mendefinisikan pedofilia sebagai ‘gangguan psikoseksual ditandai dengan preferensi untuk anak-anak praremaja sebagai mitra seksual, yang mungkin atau tidak mungkin bertindak atas itu.’