Sektor Perdagangan Internasional yang didalamnya ada kegiatan Ekspor dan Impor sejatinya tidak secara langsung menjadi ranah kerja Kementerian Pertanian (Kementan). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015, Kementan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Kenyataannya, dalam mengemban amanat Perpres itu, Kementan mau tidak mau akan bersinggungan  dengan isu dan kinerja ekspor - impor.
Semua pakar sepakat ekspor dan impor, termasuk juga pada komoditas pangan, merupakan aktivitas perdagangan internasional dan  kegiatan ekonomi biasa. Ekspor akan mendatangkan devisa dari pengiriman komoditas,  sebaliknya Impor membeli produk asing untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.Â
Undang - undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan merestui kegiatan impor asal memenuhi beberapa syarat. Produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri; dan produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi. Impor kemudian menjadi masalah, karena berkait dengan hajat hidup petani, hingga neraca perdagangan.
Di 2018 ini impor beberapa komoditas pertanian mendatangkan polemik. Terutama komoditas gula mentah (GM) untuk gula kristal rafinasi (GKR) dan garam, yang dinilai berada di atas kebutuhan dalam negeri.
Tentunya evaluasi kebijakan perlu terus dilakukan oleh Pemerintahan berjalan. Karena disisi lain penerintah juga wajib membela hajat hidup jutaan petani dan  tujuan yang lebih besar, kedaulatan pangan.
Kementerian Pertanian memproyeksikan produksi gula 2019 mencapai 2,5 juta ton pada 2019. Proyeksi ini meningkat 11 persen dari target produksi gula 2018 sebesar 2,2 juta ton.
Namun begitu Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengatakan kebutuhan gula kristal putih (GKP) nasional akan terus meningkat, sehingga kebijakan impor bahan baku masih dibutuhkan. Kebutuhan gula konsumsi nasional diperkirakan sebesar 2,9 juta ton pada 2019. Sementara total kebutuhan gula industri dan konsumsi mencapai 5,3 juta ton hingga 5,5 juta ton per tahun. Prediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman 8-9 persen pada 2019 jadi dasar proyeksi.
Di lain sisi produksi gula para produsen BUMN masih di bawah produksi negara-negara produsen. Brasil masih duduk di posisi teratas penghasil gula terbesar dunia. Dengan tantangan berat ini Pemerintah tekun menjaga asa menggapai cita-cita swasembada gula nasional.
Program revitalisasi industri gula pemerintah yang sudah berjalan sejak 2016 berlanjut hingga 2019, dan diyakini dapat mengatasi masalah tersebut. Revitalisasi industri gula dilakukan dengan meremajakan fasilitas mesin-mesinnya dan insentif kepada petani tebu.
Dalam menapaki peta jalan menuju kedaulatan pangan, pembatasan impor bahan pangan menjadi pilihan. Kehati-hatian terlihat pada tiap langkah Kementan. Pengalaman sandungan ajuan banding Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru pada World Trade Organization (WTO) yang bersikeras ingin menjatuhkan sanksi pada Indonesia, menjadi pelajaran.