Mohon tunggu...
Kuntoro Boga
Kuntoro Boga Mohon Tunggu... -

Pemerhati Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Money

Catatan dan Harapan Implementasi Metodologi Baru Produksi Beras Nasional

28 November 2018   20:11 Diperbarui: 28 November 2018   20:54 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya antara produksi padi atau beras di satu sisi, dengan ketersediaan beras untuk dikonsumsi masyarakat di sisi yang lain, terdapat perbedaan karakteristik yang mendasar.  

Kelihatannya hal ini terlewatkan dalam pertimbangan kebijakan kita, atau paling tidak dianggap given, padahal beda karakteristik ini besar pengaruhnya.  Kalau diperhatikan dokumen rilis Sekretariat Wakil Presiden RI tentang Perbaikan Metodologi Perhitungan Produksi Beras, ada empat faktor pokok yang menjadi dasar perhitungan produksi dan surplus beras kita yaitu: 1) luas lahan baku sawah, 2) luas panen, 3) produktivitas dan 4) angka konversi gabah-beras.  Dengan metode KSA ke empat tahapan tersebut telah disempurnakan.  Hal ini menggembirakan, karena berarti akurasi data kita semakin tinggi sehingga kebijakan yang dirumuskan berdasarkan data tersebut akan semakin mengena ke sasaran dan tujuannya. 

Ketika perhitungan tingkat produksi kemudian dihubungkan dengan angka perkiraan konsumsi masyarakat yang besarnya adalah 111,58 Kg/Kapita/Tahun, hal inilah yang selanjutnya memberikan kepada kita tingkat surplus atau defisit pangan kita.  Kerangka logika seperti ini sesungguhnya berpotensi melenceng dari realita.  

Kita menganggap produksi yang dihasilkan oleh usahatani padi kita tetap seperti ketika kita perhitungkan tingkat produksinya.  Padahal dengan berjalannya waktu, produk yang dihasilkan itu ada pergerakannya, bisa di jual keluar batas wilayah analisis kita, dan tentu bisa juga ada yang masuk ke wilayah kita.  

BPS sendiri dalam rilisnya di bagian penutup anta lain menyebutkan bahwa: 1) jumlah stok perlu diamati dari waktu ke waktu, dan 2) perlu diteliti pergerakan produksi beras antar provinsi dan kabupaten/kota (provinsi surplus dan provinsi defisit). Memperhatikan uraian di atas, cukup terang terlihat bagi kita bahwa untuk perhitungkan surplus atau defisit konsumsi beras kita, data tingkat produksi tidak sesuai bila langsung digunakan.  

Ada dua faktor lagi yang seharusnya ditambahkan kepada empat faktor perhitungan produksi terdahulu.  Kedua faktor tambahan ini adalah variabel 5) waktu dan 6) pergerakan produk.  Variabel waktu untuk merepresentasikan berapa lama semenjak produk dihasilkan dari usahatani, sampai saat kita memperhitungkan surplus atau defisit konsumsi kita.  Sedangkan variabel pergerakan produk akan merefleksikan pengurangan atau tambahan produk kita, akibat adanya pergerakan (perdagangan, transfer dsb) produk tersebut melintasi wilayah analisis.

Dengan demikian berbeda dengan perhitungan produksi, untuk memperhitungkan kebutuhan konsumsi kita, ketersediaan stok yang kita lihat harus memperhatikan:  1) luas lahan baku sawah, 2) luas panen, 3) produktivitas, 4) angka konversi gabah-beras, 5) waktu sejak produksi dan 6) pergerakan produk.

Beberapa Catatan Terkait Metode KSA

Dengan hadirnya data baru yang diperoleh melalui metode KSA ini, besar harapan bahwa perbedaan pandangan tentang kebijakan impor beras, karena perbedaan data yang melandasinya, dapat diselesaikan dengan baik.  Seperti informasi yang beredar, metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang digunakan untuk membuat prediksi data produksi beras oleh BPS, diyakini lebih unggul untuk memperoleh hasil data dibanding metode yang lama. Dilakukan dengan serangkaian uji coba menggunakan teknologi mutakhir. 

Keterlibatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ART), Badan Informasi Geospasial serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang mendukung dengan penyediaan citra satelit yang sangat tinggi, hal ini diapresiasi sekali. BPS bahkan menyatakan sudah menguji coba metode KSA ini sejak tahun 2015 dan diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia sampai level kecamatan di tahun 2018.

BPS mengklaim bahwa lewat metode ini kesalahan yang disebabkan kemungkinan petugas merekayasa hasil amatan, dapat diminimalisir. Pengamatan dilakukan terhadap luas baku sawah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun