Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik pada Periode Bayi

21 Februari 2023   08:00 Diperbarui: 1 Maret 2023   16:58 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1: Petumbuhan fisik bayi dari usia 1 hari, 4 bulan,12 bulan, dan 24 bulan (Sumber: Gabriel's Collection)

A. Pentingnya Mengidentifikasi Tumbuh Kembang Fisik Bayi

Perkembangan fisik sebagian merupakan peristiwa yang bisa diamati dan diukur, dan dapat memberikan suatu informasi apakah anak tumbuh kembang secara normal, misalnya pertumbuhan tinggi badan dan berat badan. 

Ada pula perkembangan fisik yang tidak mudah untuk diamati dan diukur, misalnya perkembangan otak. Jika seorang anak pada suatu saat pertumbuhannya berhenti, maka gejala tersebut dicermati dan ditindak lanjuti untuk dilakukan identifikasi dan solusi. 

Itulah salah satu alasan mengapa pemeriksaan pediatrik selalu mencakup penilaian terhadap tinggi dan berat anak. Bahkan sekarang, ketika orang tua membawa bayinya ke dokter  untuk keperluan imunisasi atau karena banyinya sakit, salah satu tindakan pemeriksaan oleh dokter adalah melakukan pengukuran tinggi dan berat badan bayi.

Menurut Thelen dan Smith, perkembangan fisik juga memiliki implikasi bagi perkembangan domein psikologis lainnya,  misalnya, saat anak-anak mulai bisa berjalan, orang tuanya mengubah perilaku mereka dengan banyak cara, yang pada gilirannya mempengaruhi perkembangan kognitif dan sosioemosional (Steinberg, Vandell, & Bornstein, 2011: 96). 

Hal demikian menggambarkan bahwa perkembangan merupakan suatu kesatuan, bahwa perkembangan suatu aspek berhubungan dan juga mempengaruhi perkembangan aspek-aspek lainnya. 

Pembahasan perkembangan fisik periode bayi dalam artikel ini mencakup: pertambahan berat dan tinggi badan, perubahan proporsi tubuh,  perkembangan otak, dan perkembangan sensoris dan persepsi. Untuk pembahasan perkembangan fisik motorik bayi akan disajikan dalam artikel berikutnya. 

B. Pertambahan Panjang dan Berat Badan 

Periode bayi merupakan terjadinya pertumbuhan yang paling cepat dibandingkan periode-periode lainnya (Kail & Cavanaugh, 2014: 69). Rata-rata bayi baru lahir memiliki panjang 50-53cm dan berat 2,7-3.7 kg. Sembilan puluh lima persen bayi baru lahir cukup bulan memiliki panjang 18 hingga 22 inci dan beratnya antara 5 sampai 10 pon. 

Dalam beberapa hari pertama kehidupan, kebanyakan bayi baru lahir kehilangan 5 sampai 7 persen berat badan sebelum mereka menyesuaikan diri dengan makan dengan menghisap, menelan, dan mencerna,  kemudian mereka tumbuh dengan cepat, mendapatkan rata-rata 5 sampai 6 ons per minggu selama bulan pertama (Santrock, 2011: 111). Biasanya, bayi menggandakan berat lahir mereka pada usia 3 bulan dan tiga kali lipat pada ulang tahun pertama mereka (Kail & Cavanaugh, 2016: 87).

Bayi tumbuh sekitar 2,5 cm per bulan selama tahun pertama. Pertambahan tinggi dan berat badan bayi melambat di tahun kedua kehidupan. Pada usia 2 tahun, bayi beratnya kira-kira 13 sampai 16 kg, setelah naik seperdelapan sampai seperempat kg setiap bulan selama tahun kedua. Pada usia 2 tahun, rata-rata tinggi bayi adalah 81,50 hingga 90 cm. Foto-foto berikut ini menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat pada periode bayi.

 

C. Percepatan Pertumbuhan

Pada periode bayi terjadi pertumbuhan yang sangat pesat yang disebut percepatan  pertumbuhan (growth spurt). Percepatan pertumbuhan adalah saat di mana bayi  mengalami periode pertumbuhan yang lebih intens. Selama terjadinya percepatan pertumbuhan, bayi mungkin ingin lebih sering menyusu dan makan, mengubah pola tidur (waktu tidur berubah dan tidur lebih lama dari biasanya), dan umumnya lebih rewel. 

Meskipun percepatan pertumbuhan dapat terjadi kapan saja selama tahun pertama, kemungkinan besar bayi mengalami proses tersebut antara 1 dan 3 minggu dan berikutnya antara 6 dan 8 minggu. Percepatan pertumbuhan kemudian bisa terjadi lagi ketika bayi berusia kira-kira  3 bulan, 6 bulan dan 9 bulan. Percepatan pertumbuhan biasanya hanya berlangsung beberapa hari, setelah itu proses pertumbuhan akan segera kembali normal.

Terjadinya percepatan pertumbuhan bayi bisa diketahui dari beberapa gejala yang muncul berikut ini.

  • Bayi ingin menyusu dan makan lebih banyak dari biasanya. Jika biasanya bayi menyusui setiap tiga jam, maka ketika terjadi percepatan pertumbuhan,  bayi ingin menyusu setiap satu atau dua jam. Dilihat dari ketersediaan air susu ibu (ASI), itu bukan masalah karena semakin sering bayi menyusu, semakin dia merangsang produksi ASI untuk mengimbangi nafsu makannya yang semakin besar. Bayi yang lebih tua usianya juga ingin menyusu lebih banyak dan menambah asupan makanan jika mereka sudah biasa makan makanan lunak atau makanan padat.
  • Bayi lebih sering bangun di malam hari. Selama terjadi percepatan pertumbuhan bayi mungkin bangun tengah malam atau dini dan minta ASI.
  • Bayi mengalami perubahan pola tidur (waktu tidur berubah dan tidur lebih lama dari biasanya).
  • Bayi lebih rewel dari biasanya. Sering rewel bisa menjadi hal yang normal selama beberapa hari selama masa percepatan pertumbuhan bayi. Perilaku bayi mungkin saja membuat orang tua cemas dan bingung karena tanpa yang sebab yang jelas terjadi perilaku negative. Tetapi gejala tersebut tidak berlangsung lama, dan bayi akan tenang setelah percepatan pertumbuhan berakhir. Pelukan dan belaian hangat dari ibu hendaknya diberikan agar bayi menjadi tenang.

D. Perubahan Proporsi Tubuh

Bagi kebanyakan orang, bayi baru lahir mungkin tampak kepalanya terlalu besar dibanding ukuran badannya. Kepala bayi yang baru lahir ukurannya kira-kira 70 persen dari ukuran dewasa akhirnya dan mewakili seperempat dari total panjang tubuh dan setelah itu bayi mengalami perubahan dalam proporsi tubuhnya. 

Perkembangan berlanjut ke arah sefalokaudal (dari bagian kepala ke tubuh bagian bawah). Batang tubuh bayi mengalami pertumbuhan paling cepat selama tahun pertama dan pada usia 1 tahun, kepala bayi hanya mencapai 20 persen dari total panjang tubuhnya (Shaffer & Kipp, 2014: 171).

E. Perkembangan Otak 

Pada masa bayi otak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Otak bayi baru lahir sekitar 25 persen dari berat otak orang dewasa dan usia 2 tahun, berat otak sudah mencapai sekitar 75 persen berat otak orang dewasa (Santrock, 2011: 112). Kebanyakan bayi dilahirkan dengan organ sensorik utuh dan otak yang terbentuk dengan baik. 

Otak bayi mengandung sekitar 100 miliar neuron, atau sel saraf, yang sudah terhubung jalur yang dirancang untuk menjalankan fungsi yang terkait dengan sensasi, persepsi, dan perilaku motorik serta mengatur sistem internal seperti respirasi, sirkulasi, pencernaan, dan kontrol suhu. Menurut Singer dan kolehanya, organisasi fundamental otak tidak berubah setelah lahir, tetapi detailnya struktur menunjukkan plastisitas (Newman & Newman, 2012: 142).

Plastisitas otak atau neuroplastisitas mengacu pada kemampuan otak untuk berubah, baik secara fisik maupun kimiawi, sehingga menyebabkan peningkatan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mengkompensasi cedera. Neuron memiliki kapasitas yang luar biasa untuk mengatur ulang dan memperluas diri untuk menjalankan fungsi-fungsi khusus ini sebagai tanggapan terhadap kebutuhan organisme, dan untuk memperbaiki kerusakan (Lally & Valentine-French, 2019: 73). 

Akibatnya, otak terus menerus menciptakan saraf baru dan peningkatan jalur komunikasi antar neuron. Baik pengalaman lingkungan, seperti stimulasi dan peristiwa dalam tubuh seseorang, seperti hormon dan gen, memengaruhi otak. Begitu pula usia, otak orang dewasa menunjukkan neuroplastisitas, meskipun tidak sefleksibel bayi dan anak-anak. Neuroplastisitas, menurut Sousa (2012: 6), terus berlangsung selama kita hidup namun berlangsung luar biasa cepat khususnya di tahun-tahun awal kehidupan, dengan demikian, pengalaman yang didapatkan otak muda di rumah dan di sekolah membantu membentuk sirkuit neural yang akan menentukan apa dan bagaimana cara otak belajar di sekolah dan masa-masa selanjutnya.

1. Perkembangan Neuron

Sistem saraf pusat, yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang dan terdiri dari dua tipe dasar sel: neuron atau sel saraf dan sel glial (glial cells).  Neuron adalah sel dalam sistem saraf yang berkomunikasi satu sama lain untuk melakukan tugas pemrosesan informasi (Schacter et al., 2016: 88). Neuron merupakan unit fundamental dari otak dan sistem saraf, sel yang bertanggung jawab untuk menerima masukan sensorik dari dunia luar, untuk mengirimkan perintah motorik ke otot, dan untuk mentransformasikan serta menyampaikan sinyal listrik di setiap bagian.  Sebagian besar neuron berkomunikasi hanya dengan neuron lain, namun, sebagian kecil menerima sinyal dari luar sistem saraf (dari organ sensorik) atau membawa pesan dari sistem saraf ke otot-otot yang menggerakkan tubuh (Weiten, 2017: 66). Gambar 2 menunjukkan neuron dan bagian-bagiannya (badan sel, akson, dan dendrit).

Gambar 2: Neuron dan bagian-bagiannya (Sumber: Carlson & Birkett, 2017: 39)
Gambar 2: Neuron dan bagian-bagiannya (Sumber: Carlson & Birkett, 2017: 39)

Neuron memiliki tiga bagian dasar: badan sel dan dua ekstensi yang disebut akson (axon) dan dendrit (dendrite). Di dalam badan sel terdapat inti, yang mengontrol aktivitas sel dan mengandung materi genetik sel. Akson terlihat seperti ekor panjang dan mengirimkan pesan dari sel. Dendrit terlihat seperti cabang pohon dan menerima pesan untuk sel. Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan mengirimkan bahan kimia, yang disebut neurotransmiter (neurotransmitters), melintasi ruang kecil, yang disebut sinapsis (synapse), antara akson dan dendrit neuron yang berdekatan.

Seperti neuron, sel glial adalah sel yang memiliki fungsi penting dari sistem saraf pusat. Semula, para ilmuwan mengira sel glial berfungsi seperti lem, hanya untuk menahan neuron di tempatnya. Namun, sekarang mereka  telah berhasil mengungkap bahwa fungsi sel glial adalah bukan hanya perekat otak, tetapi  secara aktif berpartisipasi dalam memberikan nutrisi ke neuron dan mengatur cairan ekstraseluler otak, terutama neuron di sekitarnya dan sinapsisnya. 

Studi terbaru menunjukkan bahwa sel glial berbentuk bintang, disebut astrosit (astrocytes) berperan dalam mengatur kecepatan neuron, dan dengan menempelkan dirinya pada pembuluh darah (yang terdapat dalam otak), astrosit juga bertindak membentuk pelindung otak, yang berperan melindungi sel-sel otak dari substansi-substansi berbahaya yang dibawa darah, yang dapat mengganggu aktivitas seluler (Sousa, 2012: 27).

Otak manusia memiliki 100 hingga 200 miliar neuron atau sel saraf penyimpan dan pengirim informasi, yang kebanyakan memiliki ribuan sambungan langsung dengan neuron lainnya, dan diantara neuron-neuron terdapat sinapsis, merupakan sela halus tempat serat-serat dari neuron berbeda saling  mendekat tetapi tidak sampai bersentuhan (Berk, 2012: 156). Saat lahir, sebagian besar neuron di otak bayi memiliki koneksi yang relatif sedikit ke neuron lain. Namun, selama dua tahun pertama kehidupan, otak bayi akan membangun miliaran koneksi baru antar neuron.  

Neuron berubah dalam dua cara yang sangat signifikan selama masa bayi. Pertama, mielinasi (myelination), yaitu proses membungkus akson dengan sel-sel lemak atau mielein (myelin), dimulai sebelum lahir dan berlanjut setelah lahir, bahkan hingga remaja, dan kedua, konektivitas antar neuron meningkat, menciptakan jalur saraf baru (Santrock, 2011: 115). Mielin dibentuk oleh sejenis sel glial, dan membungkus akson neuron untuk mempercepat transmisi potensial aksi di sepanjang akson. Seiring dengan bertambahnya usia bayi, yang diikuti dengan bertambahnya pengalaman dan proses belajar,  jaringan neuron menjadi lebih kompleks.   Semakin meningkatnya koneksi antar nuron menyebabkan berbagai kemampuan bayi mengalami peningkatan. Kompleksitas koneksi saraf terus meningkat sepanjang hidup.

2. Perkembangan Korteks Serebral

Korteks serebral (cerebral cortex) adalah bagian terbesar dari otak mamalia, adalah lapisan luar serebrum yang berwarna abu-abu keriput atau berlipat-lipat.  Korteks serebral bertanggung jawab atas banyak fungsi otak tingkat tinggi seperti sensasi, persepsi, memori, asosiasi, pikiran, dan tindakan  yang didasarkan pada kesadaran. Struktur pada korteks serebral merupakan struktur otak yang paling besar dan kompleks, yang mengisi 85 persen berat otak dan memuat jumlah terbesar neuron dan sinapsis, serta sangat peka terhadap pengaruh lingkungan dalam waktu yang lebih lama dibanding bagian otak lainnya (Berk, 2012: 159). Gambar 3 menunjukkan area-area dari korteks serebral.

Gambar 3: Korteks serebral  (Sumber : Nevid, 2018: 58).
Gambar 3: Korteks serebral  (Sumber : Nevid, 2018: 58).

Korteks serebral memiliki dua bagian atau belahan (hemispheres), belahan otak kanan dan otak kiri. Para ilmuwan membedakan empat area utama korteks serebral, yang disebut lobus (lobes), di setiap belahan otak. Meskipun lobus biasanya bekerja sama, masing-masing memiliki fungsi utama yang agak berbeda (Santrock, 2011: 114). Keempat lobus korteks serebral adalah: 1) Lobus frontal (frontal lobes) terlibat dalam gerakan sadar, berpikir, kepribadian, dan intensionalitas atau tujuan, 2) lobus oksipital (occipital lobes) berfungsi dalam penglihatan, 3) lobus temporal (temporal lobes) memiliki peran aktif dalam pendengaran, pemrosesan bahasa, dan memori, dan 4) lobus parietal (parietal lobes) memainkan peran penting dalam mencatat lokasi spasial, perhatian, dan kontrol motorik. Urutan perkembangan area korteks serebral mengikuti urutan kemunculan beraragam kemampuan bayi dan anak yang sedang berkembang. Berk (2012: 159), menjelaskan secara singkat sebagai berikut.

  • Laju perkembangan sinapsis terjadi dalam korteks-korteks pendengaran dan penglihatan dan area-area yang menyebabkan gerak tubuh selama periode tahun pertama, satu loncatan peningkatan persepsi pendengaran dan penglihatan serta penguasaan motorik.
  • Area bahasa sangat aktif sejak masa bayi akhir hingga tahun-tahun prasekolah, masa ketika perkembangan bahasa terjadi dengan dengan cepat.
  • Lobus frontal, area yang menggerakkan pikiran, khususnya, kesadaran,  pengendalian impuls, pengumpulan informasi, dan penggunaan memori, penalaran, perencanaan, dan strategi pemecahan masalah, mengalami masa perkembangan paling lama.
  • Dari sejak usia 2 bulan hingga selanjutnya, lobus frontal bekerja lebih efektif.

3. Lateralisasi dan Spesialisasi Otak 

Manusia memiliki kemampuan yang demikian kompleks, dan masing-masing dikendalikan oleh area-area tertentu yang ada di otak.  Kemampuan area-area tertentu otak untuk melakukan tugas-tugas tertentu disitilahkan sebagai spesialisasi, jika aktivitas terutama terbatas hanya pada satu hemisfer, maka diistilahkan lateralisasi (Sousa, 2012: 202). Korteks serebral memiliki dua belahan otak (hemisphere), kanan dan kiri dengan fungsi yang berbeda. Beberapa fungsi menjadi tanggung jawab belahan otak kanan dan fungsi-fungsi yang lain menjadi tanggung jawab belahan otak kiri. Lateralisasi adalah proses di mana berbagai fungsi menjadi terlokalisasi terutama di satu sisi otak (Lally & Valentine-French, 2019: 74). Contoh, belahan kiri lebih aktif dari pada belahan otak kanan selama produksi bahasa, sedangkan pola kebalikannya,  otak kanan lebih aktif ketika seseorang sedang bermain musik.

Spesialisasi berkaitan dengan usia. Semua area otak mengkhususkan diri dan dapat berfungsi penuh pada usia yang berbeda. Sebagai contoh, daerah batang otak mempertahankan pernapasan dan detak jantung, dan dengan demikian dapat menopang kehidupan tujuh bulan setelah pembuahan, atau bahkan lebih awal dengan perawatan medis yang intensif. Beberapa area tertentu di otak tengah mendasari emosi, fungsinya terlihat pada tahun pertama.  Banyak contoh spesialisasi ada di korteks.  Area sensorik misalnya, membutuhkan pematangan dan pembelajaran, tetapi semuanya sudah siap untuk berkembang pada saat bayi dilahirkan.

Karena otak dewasa terspesialisasi, dengan fungsi psikologis yang berbeda yang terlokalisasi di wilayah tertentu, para peneliti perkembangan memiliki minat yang besar untuk mengungkap asal-usul dan perjalanan waktu spesialisasi otak. Selama bertahun-tahun, satu-satunya petunjuk untuk spesialisasi datang dari anak-anak yang menderita cedera otak. Kemudian para ahli menggunakan perangkat teknologi berupa electroencephalography -- suatu perangkat untuk pengukuran aktivitas listrik otak dari elektroda yang ditempatkan di kulit kepala. Selanjutnya ada teknik yang lebih baru, functional magnetic resonance imaging (fMri). Perangkat ini menggunakan medan magnet untuk melacak aliran darah di otak. Dengan metode ini, otak peserta penelitian benar-benar terbungkus dalam magnet yang sangat kuat yang dapat melacak aliran darah di otak saat peserta melakukan tugas kognitif yang berbeda.

Tak satu pun dari metode ini yang sempurna, masing-masing memiliki kekurangan. Misalnya, fMRI jarang digunakan karena harganya mahal dan peserta harus berbaring diam selama beberapa menit setiap kali. Terlepas dari keterbatasan ini, hasil gabungan dari penelitian yang menggunakan pendekatan yang berbeda ini telah mengidentifikasi beberapa prinsip umum yang menggambarkan spesialisasi otak saat anak-anak berkembang.

4. Peranan Pengalaman Awal Bayi dalam Perkembangan Otak

Tahap awal perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, misalnya gen mengarahkan neuron yang baru terbentuk ke lokasi yang benar di otak dan berperan dalam cara mereka berinteraksi. Namun perkembangan otak selanjutnya tidak ditentukan oleh faktor genetik.  Gen memungkinkan otak menyempurnakan dirinya sendiri sesuai dengan masukan yang diterimanya dari lingkungan. Otak bayi yang baru lahir membuat koneksi-koneksi baru dengan kecepatan luar biasa pada saat otak tersebut mulai menyerap informasi dari lingkungan, semakin kaya lingkungan di sekitar anak, semakin banyak interkoneksi yang terbentuk (Sousa, 2012: 30).  Sebagai contoh, indra seorang anak melaporkan ke otak tentang lingkungan dan pengalamannya, dan masukan ini merangsang aktivitas saraf. Bunyi ucapan, misalnya, merangsang aktivitas di bagian otak yang berhubungan dengan bahasa. Jika jumlah masukan meningkat, misalnya lebih banyak bunyi bahasa yang dingarkan anak,  sinapsis antara neuron di area itu akan lebih sering diaktifkan.

Pengalaman atau proses belajar berulang memperkuat sinapsis. Sinapsis yang jarang digunakan tetap lemah dan lebih mungkin dihilangkan dalam proses pemangkasan. Kekuatan sinapsis berkontribusi pada konektivitas dan efisiensi jaringan yang mendukung pembelajaran, memori, dan kemampuan kognitif lainnya. Oleh karena itu, pengalaman seorang anak tidak hanya menentukan informasi apa yang masuk ke otaknya, tetapi juga memengaruhi cara otaknya memproses informasi.

Perkembangan otak berhubungan dengan jendela-jendela kesempatan (windows of opportunity). Jendela kesempatan menunjukkan periode-periode penting, di mana otak muda merespons berbagai masukan tertentu dari lingkungan  untuk menciptakan atau mengonsolidasikan jaringan-jaringan neural (Sousa, 2012: 30-31).  Beberapa jendela kesempatan yang berkaitan dengan perkembangan fisik bersifat kritis, sehingga disebut sebagai periode kritis. Periode kritis adalah suatu waktu selama postnatal awal kehidupan ketika perkembangan aspek tertentu sangat bergantung pada pengalaman atau pengaruh lingkungan. Sebagai contoh, jika otak yang sempurna sekalipun tidak menerima stimulus visual sampai umur 2 tahun, seorang anak akan selamanya menjadi buta, dan jika seorang anak tidak pernah mendengar bunyi bahasa sampai usia 12 tahun maka kemungkinan anak tersebut tidak akan pernah dapat mempelajari bahasa (Sousa, 2012: 31).

Banyak ahli perkembangan menyatakan bahwa ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan orang tua dan pengasuh untuk menyediakan lingkungan yang merangsang, yang akan mendorong perkembangan otak bayi.  Tindakan seperti memeluk, berbicara dan bernyanyi, dan bermain dengan bayi semuanya membantu memperkaya lingkungan yang dapat merangsang perkembangan otak. Selain itu, menggendong anak-anak dan membaca untuk mereka, menunjukkan benda tertentu sambil menjelaskan adalah penting juga untuk perkembangan otak, karena secara bersamaan melibatkan banyak indera, termasuk penglihatan, pendengaran, dan sentuhan.

F. Perkembangan Sensoris dan Persepsi 

Kemampuan sensoris adalah kemampuan dalam mengenali dunia nyata menggunakan indra (senses). Manusia memiliki lima organ indra dan sering disebut panca indra. Indra manusia berupa mata yang berfungsi untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk membau, lidah untuk mengeecap, dan kulit sebagai indera peraba atau sentuhan. Indra merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi vital dalam kehidupan. Tanpa indra, manusia akan hidup dalam keheningan yang gelap, kehampaan yang tidak berasa, tidak berwarna, tanpa perasaan (Santrock, 2011: 129).

Sensasi atau pengindraan terjadi saat sistem sensor mendeteksi adanya rangsangan, seperti saat telinga bagian dalam bergema dengan suara atau retina dan pupil mata mencegat cahaya. Jadi, sensasi dimulai ketika organ luar (mata, telinga, hidung, lidah, atau kulit) bertemu dengan apa pun yang dapat dilihat, didengar, dicium, dicicipi, atau disentuh (Berger, 2015: 152). Sensasi pendengaran terjadi ketika gelombang udara yang berdenyut dikumpulkan oleh telinga luar dan disalurkan melalui tulang telinga bagian dalam ke saraf pendengaran. Sensasi penglihatan terjadi sebagai sinar cahaya kontak mata, menjadi fokus pada retina, dan diteruskan melalui optik saraf ke pusat visual otak.

Dalam setiap peristiwa pengindraan, organ indra menerjemahkan rangsangan fisik menjadi impuls saraf yang dikirim ke otak dan proses yang digunakan oleh  otak untuk menerima, memilih, memodifikasi, dan mengatur impuls-impuls ini yang dikenal sebagai persepsi (Kail & Cavanaugh,  2016: 103). Persepsi adalah interpretasi dari apa diperoleh sebagai hasil pengamatan atau sensasi.  Misalnya, gelombang udara yang bersentuhan telinga mungkin diartikan sebagai suara bising atau sebagai suara musik yang sangat indah. Atau, gas yang keluar dari suatu benda dianggap sebagai bau yang sedap atau bau yang menyengat.  Persepsi terjadi di korteks, biasanya sebagai akibat dari pesan dari salah satu organ pengindraan, seperti dari mata ke korteks visual (Berger, 2015: 152). Kemampuan sensoris bayi neonatal dideskripsikan secara secara ringkas oleh Shaffer & Kipp (2014: 145) sebagai berikut.

  • Perkembangan indra penglihat: Setidaknya jika otak tumbuh kembang normal,  bayi memiliki akomodasi dan ketajaman visual terbatas, peka terhadap kecerahan, bisa membedakan beberapa warna, melacak objek yang bergerak.
  • Perkembangan indra pendengar: Mampu merespon objek yang terdengan (berbalik ke arah suara), kurang peka terhadap suara lembut dibandingkan dengan orang dewasa tetapi bisa membedakan suara yang berbeda dalam dimensi seperti kenyaringan, arah, dan frekuensi. Sangat responsif terhadap ucapan dan mampu mengenali suara ibu.
  • Perkembangan indra perasa: Cenderung menyukai rasa manis, dapat membedakan rasa manis, asin, asam, dan pahit.
  • Perkembangan indra pembau: Mampu mendeteksi berbagai bau; berpaling dari yang tidak menyenangkan. Jika disusui, bisa dikenali ibu dari bau payudara dan ketiaknya.
  • Perkembangan indra sentuhan: Responsif terhadap sentuhan, perubahan suhu, dan nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

Berk, L.E. (2012). Development Through the Lifespan: Dari Prenatal Sampai Remaja. (Alih Bahasa: Daryatno). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Carlson, N.R. & Birket, M.A. (2017).  Physiology of Behavior. Boston: Pearson.

Kail, R.V. & Cavanaugh, J.C. (2014). Essential of Human Development: A Life-Span View. Belmont: Wadsworth

Kail, R.V. & Cavanaugh, J.C. (2016). Human Development: A Life-Span View. Boston: Cengage Learning.

Lally, M. & Valentine--French, S. (2019). Lifespan Development: A Psychological Perspective Second Edition. California: Creative Commons Attrubution.

Nevid, J.S. (2018). Essentials of Psychology: Concepts and Applications. Boston: Cengage Learning

Newman, B.M. & Newman, P.R. (2012). Development Through Life: A Psychosocial Approach. Belmont: Wadsworth

Santrock, J. (2011). Life-Span Development. New York: McGraw-Hill.

Schacter, D. et al. (2016). Psychology. London: Palgrave.

Shaffer, D.R., & Kipp, K. (2014). Developmental Psychology: Childhood & Adolescence Ninth Edition. Belmont: Jon -- David Hague.

Siegelman, C.K. & Rides, E.A. (2018). Life-Span Human Development. Bonston: Cengage Learning.

Sousa, D. A. (2012). Bagaimana Otak Belajar (Alih Bahasa: Siti Mahyuni). Jakarta: PT Indeks.

Steinberg, L., Vandell, D.B., & Bornstein, M.H. (2011). Development: Infancy Through Adolescence. Belmont: Wadworth.

Weiten, W. (2017). Psychology: Themes and Variation. Boston: Cengage Learning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun