Isi memori jangka panjang dapat dibagi menjadi memori deklaratif, yang merupakan memori faktual dan biasanya diperoleh secara sadar (disebut juga memori eksplisit); dan memori nondeklaratif, yaitu keterampilan, kebiasaan, dan respons terkondisi yang biasanya tidak disadari (disebut juga memori implisit);  memori deklaratif selanjutnya dibagi menjadi memori episodik (berisi pengalaman-pengalaman  pribadi) dan memori semantik atau pengetahuan umum (Ciccarelli & White, 2015: 232).
C. Urgensi Memori
Tanpa memori, seseorang mengalami setiap momen kesadaran seolah-olah dia baru saja bangun, tanpa ingatan apa pun untuk hal-hal yang terjadi beberapa menit yang lalu, seperti yang dialami oleh Wearing. Pada tahun 1985, Clive Wearing, seorang ahli musik terkemuka di Universitas Cambridge dengan masa depan cerah di depannya, terkena infeksi otak (herpes simplex encephalitis),  yang menghancurkan kemampuannya untuk menyimpan ingatan baru (Schacter et al., 2016: 181). Akibat penyakit tersbut, Wearing kemudian menderita  anterograde amneisa(dia tidak dapat menciptakan memori baru) serta  retrograde amnesia (dia kehilangan banyak memorinya yang dia peroleh sebelumnya). Baginya, hidup adalah waktu di antara kesadaran dan tidur. Apa pun yang dia alami hilang dalam hitungan menit. Ingatannya bahkan bisa terbatas dalam hitungan detik.
Penyakit yang diderita Wearing menyebabkan dirinya kehilangan makna hidup. Hilangnya memori telah merampas kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kehidupan dengan cara apa pun yang berarti, dan dia perlu terus dirawat oleh orang lain (Goldstein, 2011: 117).  Masalah serupa juga dialami oleh Henry Molaison  yang kehilangan kemampuannya untuk membentuk ingatan baru dan juga kehilangan sebagian besar ingatan lamanya setelah hipokampusnya diangkat lewat suatu operasi. Molaison tidak ingat apa pun yang telah terjadi selain sekitar 20 detik terakhir dalam hidupnya. Dia tidak dapat mengingat apa yang dia baru lakukan beberapa menit sebelumnya.
Dua contoh kejadian di atas menggambarkan betapa urgennya fungsi memori. Â Tanpa memori hidup menjadi tersiksa dan terus tergantung dari orang lain. Tanpa memori, seseorang menganggap dirinya selalu berada diantara orang-orang yang tidak dikenal dan ditempat yang juga tidak dikenal. Tanpa memori, hidup hanya sekadar serangkaian kejadian-kejadian tanpa makna yang tidak memiliki tautan dengan masa lalu, dan tidak berarti bagi masa depan (Sousa, 2012: 95). Tanpa memori, kesadaran kita akan terbatas pada masa kini yang abadi dan hidup kita akan hampir tanpa makna (Schacter et al., 2016: 181).
D. Otak sebagai Tempat Menyimpan Memori
Otak adalah organ tubuh manusia di mana memori disimpan. Â Bahwa memori tidak disimpan di satu tempat tertentu, sama seperti persepsi dan perhatian yang didistribusikan ke banyak area yang berbeda, begitu pula memori (Goldstein, Â 2011: 191). Berkenaan dengan dengan bagian-bagin otak yang memiliki peran penting dalam memori, Goldstein (2011: 191) antara lain menyatakan sebagai berikut.
1. Bahwa korteks prefrontal (prefrontal cortex) penting untuk memori kerja, tetapi banyak area lain yang terlibat juga.
2. Pola serupa juga terjadi untuk memori jangka panjang, Â dengan banyak area berbeda yang terlibat. Dimulai dengan medial temporal lobe (MTL), yang berisi struktur: perirhirnal cortex, parahppocampal cortex, entorhinal cortex, dan hippocampus).Â
3. Salah satu fakta paling jelas tentang memori dan otak adalah bahwa hipokampus, salah satu struktur di MTL, sangat penting untuk membentuk memori jangka panjang baru. Hal ini diketahui dari kasus H.M. (Henry Molaison), yang kehilangan kemampuannya untuk membentuk memori baru (anterograde amnesia) dan juga kehilangan sebagian besar memori lamanya (retrograde amnesia) setelah hipokampusnya diangkat dalam suatu operasi.
4. Struktur lain di MTL juga penting. Misalnya, korteks perirhinal, yang dipelajari bersama dengan hipokampus dalam percobaan oleh Lila Davachi dan rekan kerjanya. Studi ini dirancang untuk menentukan bagaimana struktur ini merespons saat nama-nama objek disajikan di bagian pengkodean eksperimen memori. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas di korteks perirhinal lebih besar untuk kata-kata yang diingat daripada kata-kata yang terlupakan.