A. Pengertian Memori
Memori atau ingatan merupakan proses yang terjadi setiap hari selama hidup. Semua tindakan yang didasari manusia tidak terlepas dari pengalaman hidupnya yang tersimpan dalam memori. Memori adalah proses mendapatkan, menyimpan, dan mengambil serta menggunakan informasi, gambar, peristiwa, ide, dan keterampilan, dan seterusnya  setelah yang asli tidak lagi ada. Fakta bahwa memori menyimpan informasi yang tidak lagi ada berarti bahwa kita dapat menggunakan memori sebagai "mesin waktu" untuk kembali sesaat ke peristiwa atau pengalaman masa lalu (Goldstein, 2011: 116). Stirling dan Elliott (2010: 153) menyatakan memori itu sendiri, pada tingkat yang paling umum, mengacu pada kemampuan kita untuk memperoleh, menyimpan, dan mengambil informasi. Mengadaptasi definisi dari Baddeley, Ciccarelli dan White (2015: 220) menyatakan bahwa memori adalah sistem aktif yang menerima informasi dari indera, menempatkan informasi itu ke dalam bentuk yang dapat digunakan, mengaturnya saat menyimpannya, dan kemudian mengambil informasi dari penyimpanan.
B. Proses dan Struktur Memori
Berdasarkan beberapa definisi di atas, memori merupakan suatu proses yang terdiri dari proses mendapatkan, menyimpan, dan mengambil informasi. Meskipun ada beberapa model berbeda tentang cara kerja memori, semuanya melibatkan tiga proses yang sama: memasukkan informasi ke dalam sistem memori, menyimpannya, dan mengeluarkannya kembali (Ciccarelli & White, 2015: 220). Â Berkenaan dengan proses memori, Gross (2019: 281) menyatakan bahwa memori, seperti belajar, adalah konstruksi hipotetis yang menunjukkan tiga proses yang dapat dibedakan tetapi saling terkait.
1. Registrasi (pengkodean): adalah transformasi input sensorik (seperti suara atau gambar visual) ke dalam bentuk yang memungkinkannya untuk dimasukkan atau didaftarkan ke memori. Pada komputer, informasi hanya dapat dikodekan jika itu disajikan dalam format yang dikenali komputer.
2. Penyimpanan: merupakan operasi menahan atau menyimpan informasi dalam memori. Komputer menyimpan informasi melalui perubahan dalam sirkuit listrik sistem; pada manusia, perubahan yang terjadi di otak memungkinkan informasi disimpan, meskipun sebenarnya apa yang terlibat dalam perubahan ini tidak jelas.
3. Pengambilan: adalah proses di mana informasi yang disimpan diekstraksi dari memori.
Dalam beberapa cara umum memori berproses seperti komputer. Â Informasi yang masuk pertama kali dikodekan (encoding), atau diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan. Langkah ini seperti mengetik data ke dalam komputer. Selanjutnya, informasi disimpan dalam sistem (storage). Akhirnya, informasi yang sudah tersimpan pada suatu saat diambil (retrieval) ketika diperlukan.
Atkinson dan Shiffrin menggambarkan proses memori dalam suatu model yang kemudian dikenal sebagai model Atkinson dan Shiffrin. Goldstein (2011: 118) menyatakan bahwa tahapan dalam model Atkinson dan Shiffrin disebut fitur struktural model dan ada tiga fitur struktural utama sebagai berikut: (1) Memori sensorik adalah tahap awal yang menyimpan semua informasi yang masuk selama beberapa detik atau sepersekian detik, (2) Memori jangka pendek (short-term memory / STM) menampung 5--7 item selama sekitar 15--30 detik, dan (3) Memori jangka panjang (long-term memory / LTM) dapat menyimpan banyak informasi selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
Model memori versi Atkinson dan Shiffrin telah direvisi oleh Baddeley. Model memori yang lebih baru, versi Baddeley,  mempertahankan beberapa fitur dari pendekatan lama, tetapi menekankan peran memori kerja, perhatian, dan interaksi di antara elemen-elemen sistem (Woolwolk, 2016: 318). Yang membedakan model memori kerja Baddeley  dari penyimpanan memori jangka pendek adalah model ini berisi beberapa subsistem penyimpanan untuk berbagai jenis informasi. Dalam model pemrosesan informasi yang diperbarui, Baddeley dan Hitch pada tahun 1974 mengembangkan model memori kerja  yang berisi subsistem-subsitem: central executive, visuospatial sketchpad, dan phonological loop. Kemudian pada  tahun 2000, Baddeley merivisi modelnya dengan menambahkan satu elemen atau subsistem yang disebut buffer episodic. Gambar berikut mengilustrasikan pemrosesan informasi model Baddeley.
Memori jangka panjang  merupakan penyimpanan berkapasitas tak terbatas yang dapat menyimpan informasi dalam periode waktu yang lama. Faktanya, semakin banyak seseorang tahu, semakin mudah untuk menambahkan informasi baru ke dalam memorinya (Coon & Mittererr, 2010: 253).
Isi memori jangka panjang dapat dibagi menjadi memori deklaratif, yang merupakan memori faktual dan biasanya diperoleh secara sadar (disebut juga memori eksplisit); dan memori nondeklaratif, yaitu keterampilan, kebiasaan, dan respons terkondisi yang biasanya tidak disadari (disebut juga memori implisit);  memori deklaratif selanjutnya dibagi menjadi memori episodik (berisi pengalaman-pengalaman  pribadi) dan memori semantik atau pengetahuan umum (Ciccarelli & White, 2015: 232).
C. Urgensi Memori
Tanpa memori, seseorang mengalami setiap momen kesadaran seolah-olah dia baru saja bangun, tanpa ingatan apa pun untuk hal-hal yang terjadi beberapa menit yang lalu, seperti yang dialami oleh Wearing. Pada tahun 1985, Clive Wearing, seorang ahli musik terkemuka di Universitas Cambridge dengan masa depan cerah di depannya, terkena infeksi otak (herpes simplex encephalitis),  yang menghancurkan kemampuannya untuk menyimpan ingatan baru (Schacter et al., 2016: 181). Akibat penyakit tersbut, Wearing kemudian menderita  anterograde amneisa(dia tidak dapat menciptakan memori baru) serta  retrograde amnesia (dia kehilangan banyak memorinya yang dia peroleh sebelumnya). Baginya, hidup adalah waktu di antara kesadaran dan tidur. Apa pun yang dia alami hilang dalam hitungan menit. Ingatannya bahkan bisa terbatas dalam hitungan detik.
Penyakit yang diderita Wearing menyebabkan dirinya kehilangan makna hidup. Hilangnya memori telah merampas kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kehidupan dengan cara apa pun yang berarti, dan dia perlu terus dirawat oleh orang lain (Goldstein, 2011: 117).  Masalah serupa juga dialami oleh Henry Molaison  yang kehilangan kemampuannya untuk membentuk ingatan baru dan juga kehilangan sebagian besar ingatan lamanya setelah hipokampusnya diangkat lewat suatu operasi. Molaison tidak ingat apa pun yang telah terjadi selain sekitar 20 detik terakhir dalam hidupnya. Dia tidak dapat mengingat apa yang dia baru lakukan beberapa menit sebelumnya.
Dua contoh kejadian di atas menggambarkan betapa urgennya fungsi memori. Â Tanpa memori hidup menjadi tersiksa dan terus tergantung dari orang lain. Tanpa memori, seseorang menganggap dirinya selalu berada diantara orang-orang yang tidak dikenal dan ditempat yang juga tidak dikenal. Tanpa memori, hidup hanya sekadar serangkaian kejadian-kejadian tanpa makna yang tidak memiliki tautan dengan masa lalu, dan tidak berarti bagi masa depan (Sousa, 2012: 95). Tanpa memori, kesadaran kita akan terbatas pada masa kini yang abadi dan hidup kita akan hampir tanpa makna (Schacter et al., 2016: 181).
D. Otak sebagai Tempat Menyimpan Memori
Otak adalah organ tubuh manusia di mana memori disimpan. Â Bahwa memori tidak disimpan di satu tempat tertentu, sama seperti persepsi dan perhatian yang didistribusikan ke banyak area yang berbeda, begitu pula memori (Goldstein, Â 2011: 191). Berkenaan dengan dengan bagian-bagin otak yang memiliki peran penting dalam memori, Goldstein (2011: 191) antara lain menyatakan sebagai berikut.
1. Bahwa korteks prefrontal (prefrontal cortex) penting untuk memori kerja, tetapi banyak area lain yang terlibat juga.
2. Pola serupa juga terjadi untuk memori jangka panjang, Â dengan banyak area berbeda yang terlibat. Dimulai dengan medial temporal lobe (MTL), yang berisi struktur: perirhirnal cortex, parahppocampal cortex, entorhinal cortex, dan hippocampus).Â
3. Salah satu fakta paling jelas tentang memori dan otak adalah bahwa hipokampus, salah satu struktur di MTL, sangat penting untuk membentuk memori jangka panjang baru. Hal ini diketahui dari kasus H.M. (Henry Molaison), yang kehilangan kemampuannya untuk membentuk memori baru (anterograde amnesia) dan juga kehilangan sebagian besar memori lamanya (retrograde amnesia) setelah hipokampusnya diangkat dalam suatu operasi.
4. Struktur lain di MTL juga penting. Misalnya, korteks perirhinal, yang dipelajari bersama dengan hipokampus dalam percobaan oleh Lila Davachi dan rekan kerjanya. Studi ini dirancang untuk menentukan bagaimana struktur ini merespons saat nama-nama objek disajikan di bagian pengkodean eksperimen memori. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas di korteks perirhinal lebih besar untuk kata-kata yang diingat daripada kata-kata yang terlupakan.
5. Struktur lain dalam MTL juga terlibat dalam memori. Area parahippocampal penting untuk mengingat informasi spasial, seperti gambar gedung atau ruangan, dan area enthorhinal, seperti area perirhinal, terlibat dengan pengenalan penyimpanan.
6. Yang penting tentang sifat memori yang tersebar luas di otak adalah bahwa meskipun area tertentu mungkin memiliki fungsi tertentu, area yang berbeda berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Salah satu aspek ingatan yang melibatkan interaksi antar area adalah konsolidasi, proses yang mengubah memori yang baru terbentuk dari keadaan rapuh menjadi keadaan yang lebih permanen.
E. Â Peranan Otak dan Memori dalam Belajar
Proses belajar tidak akan pernah terjadi tanpa otak dan memori. Berbagai bentuk ativitas belajar dari yang sederhana misalnya mendengarkan penjelasan guru, sampai yang kompleks, misalnya memecahkan masalah dan menciptakan produk baru,  semuanya  terjadi karena aktivitas terpadu sel-sel sistem saraf otak. Proses tersebut juga tidak akan berjalan tanpa memori. Memori memungkinkan setiap individu belajar dari pengalaman terdahulu dan menggunakan kemampuan memprediksi, untuk memutuskan bagaimana mereka akan merespons kejadian-kejadian di masa depan (Sousa, 2012: 95). Memori merupakan salah satu cara kerja otak, tanpa otak tidak pernah ada memori. Belajar, otak, dan memori tiga hal yang tidak terpisahkan. Belajar dan memori adalah adaptasi seumur hidup dari sirkuit otak terhadap lingkungan (Bear, Connors, & Paradiso, 2016: 824). Kemampuan otak untuk memproses informasi (menangkap, menyimpan, dan mengambil catatan informasi di sirkuit sel-sel otak yang terhubung) adalah  yang memungkinkan belajar (Westwood, 2004: 35).
1. Belajar Melibatkan Komunikasi Neuron
Otak manusia padat dengan sekitar seratus miliar neuron, yang membentuk triliunan koneksi di antara mereka (Nevid, 2018: 44). Ketika anak-anak  mulai belajar tentang realitas di sekitarnya, otaknya menjadi jaringan yang semakin kompleks dari miliaran neuron yang saling terkait. Kumpulan sel-sel otak yang kompleks ini adalah sirkuit yang terjalin rumit yang memungkinkan dirinya berhubungan, mengenal, dan menafsirkan realitas yang dia hadapi, berpikir dan juga bertindak, dan seterusnya dan dalam proses tersebut, neuron melakukan semua tugas dengan mengirim pesan satu sama lain (Nevid, 2018: 44).
Neuron adalah sel yang bertindak sebagai pembawa pesan, mengirimkan informasi dalam bentuk impuls saraf (seperti sinyal listrik) ke neuron lain. Misalnya, saat seseorang menulis, beberapa neuron di otaknya mengirim pesan "gerakkan jari" ke neuron lain dan pesan ini kemudian berjalan melalui saraf (seperti kabel) sampai ke jari-jari tangannya. Â Oleh karena itu, sinyal listrik yang dikomunikasikan dari satu neuron ke neuron lain memungkinkan dia melakukan semua yang ingin dia lakukan: menulis, berpikir, melihat, melompat, berbicara, menghitung, dan seterusnya. Setiap neuron dapat dihubungkan dengan hingga ribuan neuron lain, yang mengarah ke sejumlah besar koneksi di otak.Â
Ketika seseorang belajar, maka berlangsung perubahan-perubahan di otaknya, terutama penciptaan koneksi baru antar neuron. Fenomena demikian disebut neuroplastisitas. Semakin sering berlatih, maka semakin kuat koneksi antar neuron. Saat koneksi neuron menguat, pesan (impuls saraf) ditransmisikan semakin cepat, membuat proses kognitif lebih efisien. Semakin sering belajar dan berlatih, semakin mudah dalam belajar selanjutnya dan semakin terampil dan itu menunjukkan semakin menguatnya hubungan antar neuron. Hubungan antar neuron dan fungsinya dapat diumpamakan dengan jalan setapak yang yang ada di hutan.  Berjalan melalui hutan tanpa jalan setapak itu sangat sulit, karena pejalan harus memadatkan dan mendorong tumbuh-tumbuhan dan dahan-dahan untuk memotong jalan. Tetapi semakin sering jalur yang sama digunakan, maka mudah untuk dilewati. Sebaliknya, saat jalan tadi lama tidak digunakan, rumput dan tanaman-tanaman lainnya tumbuh kembali dan jejak jalan tersebut perlahan menghilang sehingga menjadi sulit lagi untuk dilewati. Kejadian yang digambarkan di atas mirip dengan yang terjadi di otak. Ketika seseorang berhenti mempelajari atau berlatih sesuatu, koneksi antara neuron melemah dan pada akhirnya dapat terputus, sehingga dirinya mengalami kesulitan ketika belajar atau berlatih lagi. Namun demikian, beberapa jaringan saraf menjadi begitu kuat sehingga jalur atau koneksi tidak pernah benar-benar hilang    (Sarassin et al., 2020: 3). Buktinya, ada berbagai pengetahuan dan keterampilan yang tetap dimiliki seseorang meskipun pengetahuan atau keterampilan tersebut lama tidak digunakan atau tidak dipelajari lagi.
2. Memori Memproses dan Menyimpan Hasil Belajar di Otak
Kelangsungan hidup manusia bisa dicapai dengan keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan dan menyesuaikan diri. Kunci dari keberhasilan tersebut adalah belajar. Namun manusia tidak akan pernah bisa belajar   kecuali mereka dapat mengingat apa yang sudah diketahui dan dipelajari sebagai dasar untuk mempelajari apa yang sedang dihadapinya. Berbagai benda, peristiwa, dan masalah dalam kehidupan manusia yang harus dihadapi dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan tersimpan dalam sistem memorinya.  Memori adalah dasar dari belajar. Tanpa produksi memori, belajar dan pemahaman tidak dapat terjadi. Hirarki otak adalah: memori, belajar, dan pemahaman (Sloan & Norrgran, 2016: 30). Tanpa memori belajar menjadi sangat sulit karena apa dihadapi untuk dipelajari menjadi sesuatu yang baru. Berkenaan dengan hal ini, Sousa (2012: 95) menegaskan bahwa memori memungkinkan setiap individu belajar dari pengalaman terdahulu dan menggunakan kemampuan memprediksi, untuk memutuskan bagaimana mereka akan merespons kejadian-kejadian di masa depan. Â
Belajar dimulai ketika indra menangkap realitas tertentu, memprosesnya, Â Â menyimpan ke dalam memori jangka panjang, dan mengambilnya di lain waktu ketika diperlukan. Pemahaman adalah kemampuan mengambil materi memori jangka panjang dan menerapkannya pada situasi baru (Sloan & Norrgran, 2016: 30). Memori memegang peran krusial bagi peserta didik. Sebagai suatu keterampilan, memori tidak dapat dipisahkan dari fungsi intelektual dan belajar, seseorang yang kekurangan dalam keterampilan memori akan mengalami kesulitan pada sejumlah tugas akademik dan kognitif (Lee, 2005: 314).
3. Faktor Otak dan Memori dalam Masalah Belajar
Telah diuraikan sebelumnya bahwa belajar tidak akan pernah terjadi tanpa otak dan memori. Disfungsi otak dan memori pasti menyebabkan terjadinya masalah dalam belajar. Berikut beberapa contoh terjadinya masalah belajar karena faktor otak dan memori.
a. Gangguan fungsi otak yang mengakibatkan dismemori yang fatal seperti yang dialami oleh Clive Wearing dan Henry Molaison merupakan. Â Anterograde amnesia yang mereka alami menyebabkan mereka tidak mampu menyimpan informasi. Itu berarti mereka sudah tidak bisa belajar lagi.
b. Disfungsi ganglia basal menyebabkan sejumlah gangguan yang memengaruhi gerakan termasuk penyakit Parkinson dan penyakit Huntington. Mereka yang menderita penyakit ini mengalami kesulitan dalam belajar motorik.
c. Kesulitan belajar juga terjadi pada anak-anak yang dinyatakan mengalami gangguan perkembangan saraf (neurodevelopmental disorders). Gangguan perkembangan saraf adalah sekelompok kondisi yang terjadi pada periode perkembangan; gangguan biasanya bermanifestasi pada awal perkembangan, seringkali sebelum anak memasuki sekolah dasar, dan ditandai dengan defisit perkembangan yang menghasilkan gangguan fungsi pribadi, sosial, akademik, atau pekerjaan (American Psychiatric Association, 2013: 31). Menurut Mahone dan Mapou, gangguan perkembangan saraf mempengaruhi kemampuan otak untuk menerima, memproses, menyimpan, dan merespon informasi (Mahone, Slomine, & Zabel, 2018: 129). Dalam klasifikasi DSM-5, yang termasuk gangguan perkembangan saraf antara lain: disabilitas intelektual (intellectual disability), attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD),  dan specific learning disorder.
 Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition (DSM-5). Washington DC: American Psychiatric Publishing.
Bear, M.F., Connors, B.W., & Paradiso, M.A. (2016). Neuroscience: Exploring the Brain. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Ciccarelli, S.K. & White, J.N. (2015). Psychology. Boston: Pearson.
Coon, D. & Mitterer, J.O. (2010). Introduction to Psychology: Gateways to Mind and Behavior. Belmont: Wadsworth.
Goldstein, E.B. (2011). Cognitive Psychology: Connecting Mind, Research, and Everyday Experience. Belmont: Wardsworth.
Gross, R. (2019). Psychology: The Science of Mind and Behaviour. London: Hodder Education.
Lee, S.W. (editor). (2005). Encyclopedia of School Psychology. California: Sage Publications.
Mahone, E.M., Slomine, B.S. & Zabel, TA. (2018). Genetic and Neurodevelopmental Disorders. Dalam Morgan, J.E. & Ricker, J.H. (Editor). Textbook of Clinical Neuropsychology. New York: Routledge.
Nevid, J.S. (2018). Essentials of Psychology: Concepts and Applications. Boston: Cengage Learning.
Sarassin, J.B. et al. (2020). Understanding Your Brain  to Help You Learn Better. Neuroscience, May 2020 Volume 8.
Schacter, D. et al. (2016). Psychology. London: Palgrave.
Sloan, D. & Norrgran, C. (2016). A Neuroscience Perspective on Learning. Chemical Engineering Education Vol. 50, No. 1, Winter 2016, 29-37.
Sousa, D. A. (2012). Bagaimana Otak Belajar (Alih Bahasa: Siti Mahyuni). Jakarta: PT Indeks.
Stirling, J. & Elliott, R. (2010). Introducing Neuropsychology. New York. Psychology Press.
Westwood, Peter. (2004). Learning and Learning Difficulties: A handbook for teachers. Camberwell: ACER Press.
Woolfolk, A. (2016). Educational Psychology. Boston: Pearson.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H