Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Remaja Cenderung Melakukan Tindakan Berisiko dan Bagaimana Strategi Pencegahannya?

29 November 2022   09:55 Diperbarui: 29 November 2022   13:14 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prefrontal korteks dan amigdala (sumber: https://turnaroundusa.org)

Eksplorasi Pengalaman Baru dan Perilaku Beresiko 

Proses perkembangan remaja, baik secara kognitif, fisik, sosial, emosional, dijalani dengan ekspolasi pengalaman-pengalaman baru, saat mereka bertransisi dari masa kanak-kanak menjadi orang dewasa. Eksplorasi pengalaman baru pada remaja dapat mengarah pada pengambilan tindakan-tindakan yang beresiko (risk-taking behaviors) yang dapat membuat para orang tua khawatir meskipun menurut  para ahli gejala tersebut merupakan sesuatu yang wajar dan bagian dari proses perkembangan. Perilaku berisiko adalah perilaku yang berpotensi merugikan atau berbahaya baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Menurut Hamburg dan Dryfoos,  perilaku eksplorasi seperti itu wajar pada masa remaja dan remaja membutuhkan ruang untuk bereksperimen dan mengalami hasil pengambilan keputusan mereka sendiri dalam banyak situasi yang berbeda (American Psychological Association, 2002: 29). Ponton menyatakan bahwa pengambilan risiko pada masa remaja adalah cara penting remaja membentuk identitas mereka, mencoba keterampilan pengambilan keputusan baru mereka, dan mengembangkan penilaian realistis tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia (American Psychological Association, 2002: 29).

Penyebab Perilaku Beresiko Remaja 

Mengapa remaja cenderung melakukan tindakan-tindakan yang beresiko dan dapat berakibat buruk misalnya kecelakaan, sakit, masa depannya suram, dan bahkan ada yang dapat menyebabkan kematian diri sendiri maupun orang lain? American Psychological Association (2002: 30) merangkum beberapa teori berkenaan dengan fenomena tersebut sebagai berikut. Satu teori menekankan perlunya kegembiraan, kesenangan, dan sensasi baru dan intens yang mengesampingkan potensi bahaya yang terlibat dalam aktivitas tertentu. Teori lain menekankan bahwa banyak dari perilaku berisiko ini terjadi dalam konteks kelompok dan melibatkan penerimaan dan status teman sebaya dalam kelompok.  Teori ketiga menekankan bahwa pengambilan risiko remaja adalah bentuk pemodelan dan romantisasi perilaku orang dewasa.

Terjadinya perilaku beresiko pada periode remaja dapat dijelaskan pula dari sudut pandang biopsikologi, khususnya neurosains  perkembangan otak.  Berkenaan dengan perkembangan otak remaja, Ben Bashat dan koleganya menyatakan bahwa dua ciri perkembangan otak yang dimulai pada awal kehidupan hampir selesai pada masa remaja: (1) mielinasi (myelination), yaitu perolehan isolasi lemak yang membuat neuron mengirimkan informasi lebih cepat, dan (2) pemangkasan sinaptik (synaptic pruning), yang menghilangkan koneksi yang tidak perlu antara neuron (Kail & Cavanaugh, 2016: 275). Perkembangan tersebut membawa konsekuensi pada meningkatnya kemampuan otak remaja, berbagai wilayah di otak saling terhubung dengan baik dan proses pengiriman informasi menjadi semakin efektif, sehingga memungkinkan remaja untuk memproses informasi lebih efisien daripada anak-anak. Mielinasi yang sedang berlangsung memungkinkan pemrosesan informasi yang lebih cepat selama masa remaja. Sinaptogenesis, pemangkasan, dan mielinasi dianggap berkontribusi pada peningkatan kontrol perhatian sukarela, integrasi informasi yang lebih efektif, dan pematangan fungsi eksekutif lainnya (Broederick & Blewitt, 2015: 329).

Perkembangan otak pada masa remaja juga ditunjukkan dengan matangnya bagian-bagian otak, khususnya sistem limbik, yang membantu mengatur pengalaman penghargaan, kesenangan, dan emosi, mencapai kedewasaan pada awal masa remaja (Kail & Cavanaugh, 2016: 275). Sebaliknya, bagian otak yang lain yaitu korteks prefrontal yang terlibat di dalam kendali atas dorongan hati, pengorganisasian, perencanaan, dan pengambilan keputusan yang baik, tidak sepenuhnya berkembang hingga pertengahan usia 20-an (Lally & Valentine-French, 2019: 220).  Waktu perkembangan wilayah otak (sistem limbik dan korteks prefrontal) yang berbeda ini berpeluang terjadinya perilaku bermasalah pada remaja. Ketika korteks prefrontal remaja matang belakangan, maka amigdala (yang bertanggung jawab atas naluri dan perilaku beresiko) mengambil kendali sementara dan memungkinkan remaja menjadi lebih mandiri dari orang tua mereka (Winston:  2017: 15). Amigdala merupakan salah satu bagian dari sistem limbik yang bertanggung jawab atas perilaku naluriah, agresi, dan pengambilan resiko, dan menciptakan emosi yang kuat seperti ketakutan dan kemarahan. Peluang munculnya perilaku bermasalah menjadi semakin besar jika periode pubertas terjadi lebih awal. Waktu sekitar sepuluh tahun yang memisahkan perkembangan kedua area otak ini dapat mengakibatkan perilaku berisiko, pengambilan keputusan yang buruk, dan kontrol emosional yang lemah bagi remaja dan ketika pubertas dimulai lebih awal, ketidak cocokan ini meluas bahkan lebih jauh (Lally & Valentine-French, 2019: 220).

Prefrontal korteks dan amigdala (sumber: https://turnaroundusa.org)
Prefrontal korteks dan amigdala (sumber: https://turnaroundusa.org)

Dampak dari perkembangan bagian otak yang waktunya tidak sama berpengaruh pada perilaku. Perilaku remaja lebih dipandu oleh amigdala yang emosional dan reaktif, dan bukan oleh korteks frontal yang logis dan bijaksana. Perilaku remaja seringkali timbul karena dorongan untuk mencari sensasi yang terkadang datang dari perilaku berisiko, seperti ceroboh dalam mengemudi, merokok, atau minum minuman keras, dan seterusnya.  Remaja masih lemah mengembangkan kontrol kognitif untuk menahan impuls atau dorongan-dorongan yang beresiko. Ada yang mengibaratkan kecenderungan perilaku remaja yang beresiko tinggi seperti itu dengan mengendarai mobil dengan tenaga mesin yang tinggi tetapi masih lemah dalam penguasaan rem mobil. Para remaja berani melakukan tindakan tertentu yang berbahaya antara lain juga karena ingin mendapatkan penghargaan sosial dari kelompok sebayanya. Remaja sangat menanggapi penghargaan sosial selama aktivitas, dan mereka lebih suka ditemani orang lain yang sebaya (Lally & Valentine-French, 2019: 220). Galvan menyatakan berdasarkan hasil penelitian bahwa remaja menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap berbagai jenis penghargaan, seperti kesenangan yang terkait dengan makanan lezat, imbalan finansial, obat-obatan psikoaktif, dan petualangan yang mendebarkan (Weiten, 2017: 360). Perilaku beresiko remaja yang seringkali timbul karena dorongan untuk mencari sensasi dan pengakuan serta penerimaan kelompok sebayanya misalnya mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, balapan liar, merokok, atau minum minuman keras, dan seterusnya.

Dampak Perilaku Beresiko

Perilaku beresiko yang pada awalnya sekadar ingin tahu dan mencoba suatu tindakan tertentu dapat menjadi masalah serius jika tidak ada upaya dari remaja yang bersangkutan, orang tua atau pendidik untuk mencegahnya. Minum alkohol jika tadinya hanya ingin mencoba saja dan kemudian menjadi kebiasaan merupakan masalah serius. Masalah besar akan timbul jika perilaku beresiko remaja sudah mengarah pada penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, hubungan seks di luar pernikahan, membolos sekolah dalam waktu yang lama, terlibat dalam tindak kekerasan, dan seterusnya.

Salah satu masalah serius yang dapat terjadi pada remaja adalah yang bersumber dari perkembangan seksual ketika terjadi pubertas, yang meliputi dua perubahan besar: pertama, perkembangan karakteristik seks primer dan kedua, perkembangan karakteristik seks sekunder.  Akibat dari perubahan-perubahan tersebut antara lain berkembangnya perilaku seksual misalnya timbulnya rasa tertarik pada lawan jenis dan dorongan seksual. Berkenaan dengan akibat yang dapat timbul dari pubertas, Steinberg, Vandell, & Bornstein (2011: 377) antara lain menyatakan bahwa peningkatan dorongan seks yang terjadi saat pubertas merupakan akibat langsung dari perubahan hormonal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun