Mohon tunggu...
Kuntari Dasih
Kuntari Dasih Mohon Tunggu... Guru - I'm a wanderer

Masih Belajar-

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Sektor Pertanian dan Revolusi Industri 4.0

23 Mei 2019   00:18 Diperbarui: 23 Mei 2019   11:33 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Laporan Penelitian Ervani, Widodo dan Purnawan (2019)

Indonesia adalah salah satu negara yang punya potensi besar dalam sektor pertanian. Hal ini tidak saja terlihat dari keanekaragaman produk yang bisa dihasilkan, tetapi juga ditinjau dari kemampuan sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan ekspor, serta luasnya lahan yang sudah digarap maupun lahan yang masih bersifat potensial. Tidak mengherankan jika masih banyak masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani baik dalam skala kecil maupun yang sudah menjalankan usaha berskala besar.

Dari sisi penyediaan lapangan kerja, sektor pertanian (dalam pengertian sempit) juga mampu menyediakan lapangan kerja paling besar dengan menyerap 36,91 juta tenaga kerja terhitung sampai bulan Februari 2018. Tenaga kerja tersebut merupakan 28,23% dari keseluruhan tenaga kerja yang ada di Indonesia yang terbagi ke dalam sub sektor tanaman pangan (46,58%), perkebunan (30,79%), peternakan (13,47%), serta hortikultura (9,16%). Sayangnya, sekalipun sektor pertanian bisa membuka kesempatan kerja tetapi hanya mampu menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 9,96% pada triwulan I tahun 2018 (Data Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian, 2018). Rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB bisa menjadi indikator rendahnya produktivitas dan kemajuan di sektor ini.

Lalu, dengan adanya dua kondisi kontroversial tersebut (yakni potensi di sektor pertanian dan rendahnya sumbangsih sektor ini dalam PDB), sebuah pertanyaan menarik bisa diajukan "apakah petani di Indonesia sudah sejahtera? Tentu kita bisa bersepakat untuk menjawab belum. Bahkan jika ingin dielaboraasi lebih jauh, kita masih bisa mempertanyakan "apakah perdagangan yang dihasilkan dari sektor pertanian ini bisa dinikmati secara rata atau justru hanya dinikmati segelintir petani saja?" Pertanyaan ini masih sulit dijawab karena faktanya kemiskinan yang berbasis sektor pertanian sampai sekarang masih terus ada.

Bagaimana Kondisi Sebenarnya Sektor Pertanian Indonesia dan bagaimana jika Ditinjau dari Keunggulan Komparatif Berdasarkan RSCA?

Berdasarkan data buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri yang dirilis oleh BPS periode Februari 2018, diperoleh data ekspor nonmigas yang terdiri dari sektor pertanian, industri pengolahan dan pertambangan. Dari data tersebut, nilai ekspor tertinggi berasal dari sektor industri pengolahan mencapai 10.408 juta US$ pada akhir tahun 2017. Sedangkan posisi kedua ditempati oleh sektor pertambangan dengan nilai ekspor tertinggi sebesar 2.679 juta US$ pada tahun yang sama. Nilai ekspor terendah berasal dari sektor pertanian dengan nilai yang hanya berkisar 200 juta US$. 

Rendahnya nilai ekspor produk pertanian dibandingkan dengan sektor yang lainnya ini bisa menjadi indikasi bahwa telah terjadi penurunan kinerja di sektor ini. Jika dilihat dari pergerakan ekspor industri pengolahan dan tambang yang menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun, sektor pertanian justru menunjukkan kemerosotan ekspor yang cukup signifikan. Ini seharusnya sudah menjadi signal bahwa sektor ini memerlukan perhatian khusus agar bisa terus tumbuh karena sektor ini juga yang menjadi sumber penghidupan bagi mayoritas masyarakat miskin di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan Ervani, Widodo dan Purnawan (2019) menganalis apakah negara-negara di kawasan Asia Timur termasuk Indonesia menspesialisasikan diri pada produk-produk yang mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi dengan menggunakan data SITC 3 digit yang bersumber dari UN-COMTRADE. Keunggulan komparatif yang dimaksud di sini adalah keuntungan yang diperoleh suatu negara jika melakukan spesialisasi untuk memproduksi barang yang mempunyai harga relatif lebih rendah dibandingkan negara lain. Pengetahuan mengenai keunggulan komparatif atas suatu produk ini menjadi penting dalam analisis sektor pertanian karena mampu menyediakan informasi mengenai dimana sebaiknya Indonesia melakukan spesialisasi. Idelanya, Indonesia akan melakukan ekspor untuk barang-barang yang punya keunggulan komparatif tinggi dan akan mengimpor barang yang memiliki kerugian komparatif.

Untuk melihat keunggulan komparatif atas produk-produk di Indonesia, digunakan indeks RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage) dengan nilai yang berkisar antara -1 RSCA 1. Komoditas ekspor dari suatu negara yang memiliki nilai RSCA lebih dari nol (>0), maka dapat dikatakan produk tersebut memiliki keunggulan komparatif, sedangkan nilai RSCA yang kurang dari nol (<0) berarti produk tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Hasil di bawah ini menunjukkan 20 besar produk Indonesia yang mempunyai keunggulan komparatif sampai tahun 2015:

Sumber: Laporan Penelitian Ervani, Widodo dan Purnawan (2019)
Sumber: Laporan Penelitian Ervani, Widodo dan Purnawan (2019)
Sumber: Laporan Penelitian Ervani, Widodo dan Purnawan (2019)
Sumber: Laporan Penelitian Ervani, Widodo dan Purnawan (2019)

Ketika berbicara dalam konteks pertanian yang sempit, kita bisa menarik kesimpulan berdasarkan nilai RSCA tersebut, bahwa sangat sedikit produk pertanian yang memiliki keunggulan komparatif. Jika berbicara dalam konteks pertanian yang luas dengan melibatkan sektor perikanan ada keunggulan komparatif seperti Fish, crustaceans and molluscs, prepared or preserved (S2-037), perkebunan seperti cocoa dan coffee (S2-071 dan 072), serta kehutanan seperti Natural rubber latex; rubber and gums (S2-232). Untuk mengembangkan sektor pertanian, pemerintah perlu membuat prioritas dan cakupan yang jelas apakah akan diarahkan untuk pertanian dalam konteks yang sempit atau luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun