Mohon tunggu...
kuninggg
kuninggg Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Diorama Kehidupan Geri

8 Juni 2024   20:25 Diperbarui: 10 Juni 2024   21:06 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | by Freepik

Geri adalah anak tertua di keluarganya. Mungkin ini seperti yang dikatakan oleh banyak orang, bahwa anak pertama menanggung beban paling banyak dalam keluarga daripada adik- adiknya. Ya, hal itu jelas terjadi di dalam beberapa keluarga. 

Menikmati malam yang begitu tenang dan dingin, Geri duduk terdiam di salah satu bangku di depan rumahnya. Memikirkan nasib perekonomian keluarga yang bukannya surut, malah semakin menjadi. 

Semua bermula ketika Geri baru saja lulus SMA. Ketika teman- temannya saling bertanya apa yang akan mereka lakukan ke depannya. Ada yang sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti tes perguruan tinggi negeri maupun kedinasan, bekerja, mempersiapkan diri untuk merantau ke negeri orang, atau bahkan ada yang sudah diterima di perguruan tinggi melalui jalur undangan. Dan Geri menjadi salah satu siswa yang sudah diterima melalui jalur undangan, mengingat ketika SMA Geri adalah salah satu siswa terbaik di bidang akademik maupun non-akademik.

Seharusnya Geri hanya tinggal mempersiapkan berkas apa saja yang harus dipersiapkan. Tidak lupa mempersiapkan mental untuk menjadi seorang mahasiswa. Namun, itu semua tidak semulus bayangannya.

"Tidak! Bapak tidak mengizinkanmu untuk melanjutkan pendidikan," kata bapak tegas.

Bagaimana penolakan tersebut secara tegas keluar dari mulut bapaknya di kala sore itu. Geri memang tidak memberitahukan pasal diterimanya dia melalui jalur undangan, mengingat sejak masih kelas 11 SMA, Bapak nya sudah mewanti- wanti nya untuk bekerja.

Benak remaja tersebut berkecamuk. Memang iya, melanjutkan pendidikan tanpa adanya persiapan uang sangatlah susah. Mungkin memang ada beasiswa, akan tetapi dia tidak yakin apakah itu akan mencukupi kehidupannya di sana, mengingat Geri berasal dari keluarga menengah ke bawah yang tidak memiliki surat- surat pendukung tidak mampu.

Jika dilihat memang keluarga Geri termasuk dalam golongan tidak miskin dan juga tidak kaya. Akan tetapi, megingat dalam rumah terdapat enam penghuni, yaitu Bapak, Ibu, Geri, dan 3 adik nya, jelas Bapak keberatan jika Geri akan melanjutkan pendidikan. Bapak hanya seorang karyawan di salah satu pabrik di kota. Sedangkan ibunya, hanya seorang guru honorer. Adiknya pun sedang menempuh pendidikan di jenjang SMP dan SMA.

"Nak, maafin Ibu ya, engga bisa bantu apa- apa. Ibu juga pengin kamu melanjutkan pendidikanmu. Akan tetapi, pengeluaran tahun ini sedang banyak. Ibu takut tidak bisa memberimu uang," tutur sang ibu.

"Tidak apa-apa Bu. Aku udah ikhlas kok. Bapak memang benar. Sebentar lagi si kembar masuk SMP dan Aldi kelas 12. Geri udah mutusin bahwa Geri akan nyari pekerjaan saja Bu," mata sendu Lili- ibu Geri semakin menyendu mendengarkan ucapan anak sulungnya tersebut.

***

Satu minggu setelah kelulusannya, Geri diterima di salah satu pabrik yang ada di luar kota. Membuatnya harus pergi merantau. Dia pun berpamitan kepada bapak, ibu, dan adik- adiknya.

"Kalian belajar yang bener ya. Jagain Bapak sama Ibu. Aldi jagain adiknya ya?"

"Siap, Mas."

Berpamitan dengan keluarga, setelah itu naik ke dalam kereta menuju Tangerang- tempat dimana dia akan singgah. Bagi Geri, hidup adalah suatu jalan yang jika kita bisa mengendalikan diri kita sendiri, maka jalan tersebut akan membawa kita kepada kebahagiaan. Walaupun pada akhirnya kebahagiaan tersebut dilalui dengan rasa sakit.

Memandang jendela dan menikmati perjalanan, membuat Geri ingat akan beberapa hal. Ingatannya melayang kembali pada kejadian beberapa tahun silam, dimana dia masih kecil. Mungkin saat itu Geri masih kelas 1 SD. Ketika keluarganya sedang tidak baik- baik saja. Ibunya mengurusi 3 adiknya yang masih kecil. 

Baginya, semenjak kelahiran Aldi- adik pertamanya, ibunya sudah menaruh beban yang besar di pundak Geri. Dimana setiap pulang sekolah dia selalu di suruh untuk menjaga Aldi dan adik kembarnya, ketika ibu sedang melakukan aktivitas yang lain. Waktu itu, bapak belum mempunyai pekerjaan tetap. Dia selalu marah- marah ketika pulang ke rumah dan ibu yang lelah mengurus anak- anaknya pun tersulut emosi.

"Kamu pun harusnya tahu, aku belum dapet uang dari pagi," ucap bapak yang waktu itu hanyalah seorang ojek pangkalan di depan gang.

"Ya kamu usaha dong! Dari awal kamu nikahin aku sampai sudah 10 tahun pernikahan kita kamu selalu aja begini. Engga ada usaha!" ujar ibu, lalu pergi meninggalkanku yang kebetulan sedang menonton televisi di ruang tamu, sedangkan adik-adik ku sudah tidur.

"Geri!" 

"Iya, Pak," jawab anak kecil tersebut. Geri diseret oleh bapaknya ke dalam kamar Geri. Di tampar satu kali, Geri menjerit. Setelah itu, perutnya di tendang dan Geri menjerit lebih keras lagi.

"Mas, kamu apa- apan sih! Istighfar, Mas," Lili datang sambil memeluk Geri yang terlihat ketakutan di pelukannya.

Memang Aryo-Bapak Geri mempunyai temperamen yang buruk. Ditambah tekanan perekonomian keluarga yang membuatnya ingin melampiaskan rasa emosinya kepada seseorang. Melihat anaknya, tanpa pikir panjang Aryo langsung melakukan hal tersebut.

Kekerasan yang dialami oleh Geri sebenarnya terus berlangsung dengan Geri yang selalu diancam untuk tutup mulut. Aryo pun tidak memukul anaknya di rumah, akan tetapi di luar rumah. Aryo melakukan kekerasan terutama pada tubuh Geri sehingga tidak banyak orang yang tahu. Geri yang waktu itu masih kecil hanya diam dan menurut, Sampai tidak terasa ternyata hal tersebut telah berlalu hingga Geri kelas 1 SMP. Akhirnya Bapak diterima di salah satu pabrik besar yang ada di kota. 

Walaupun kekerasan tersebut sudah tidak berlangsung, akan tetapi Aryo diam- diam tanpa sepengetahuan Lili selalu mencaci dan menekan Geri untuk menjadi pribadi yang terbaik dalam segala hal. Dia ingin kelak ketika anaknya lulus SMA bisa bekerja dan membantu perekonomian keluarga.

***

Geri berdiri ketika kereta yang ditumpanginya sudah sampai tujuan. Dia berpikir mungkin ini adalah jalan terbaik yang Tuhan berikan kepadanya. Dalam artian, dengan perginya Geri dari rumah, dia sudah tidak mendapatkan tekanan yang tidak beralasan dari bapaknya. Ya, ini adalah jalan terbaik untuknya. Geri terus berpikir hal tersebut. 

Sekarang dia sudah menjadi orang dewasa, merantau ke negeri orang. Mencari pengalaman baru. Ya, mulai sekarang Geri tidak akan dimarahi jika adik-adiknya melakukan kesalahan. Geri merasa sedikit bahagia? Dia tersenyum. Menghela nafas sebentar. Melihat pergelangan tangannya. Ada luka yang masih diperban. Luka yang diberikan bapaknya ketika dia ngotot ingin kuliah. Bapak melemparkan vas bunga ke wajahnya dan Geri langsung menghalangi dengan tangan kirinya, membuat tangan kirinya terluka.

Setelah dipikir-pikir, pilihan Tuhan memang selalu yang terbaik. Setidaknya dia merasa bahagia sekarang. Tanpa ada tekanan di sekitarnya dan yang harus diutamakan sekarang ini adalah kondisi dirinya sendiri. Namun, dia juga akan selalu mengutamakan keluarga. Karena bagaimanapun, keluarga adalah satu- satunya tempat ternyaman ketika dia sedang dalam kondisi terpuruk.

"Ya, bekerja bukanlah sesuatu yang buruk kok," pikir Geri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun